***Kinan sudah tiba di kediaman megah Ludwig yang berada di pinggiran kota yang tersembunyi. Ia langsung membuka pintu rumah karena jika sore hari, Bu Inah sudah kembali ke rumahnya. Langkah Kinan terhenti ketika dia melihat Ludwig duduk sendirian di kebun belakang rumah mereka yang sunyi. Meski wajah pria itu memakai topeng, ia menyadari bahwa Ludwig itu merasa kesepian dan juga muram. Kinan merasa hatinya bergetar melihat suaminya yang terlihat begitu rapuh.Dengan hati-hati, Kinan mendekati Ludwig “Assalamualaikum, Ludwig.” Wanita itu mengucapkannya dengan lembut. Namun, Ludwig hanya mengabaikannya, membuat hati Kinan terasa teriris.Dia ingin mencium tangan Ludwig, seperti biasa yang selalu ia lakukan pada yang lebih tua, tapi Ludwig menepisnya dengan kasar. Kinan merasa sakit melihat reaksi suaminya, tapi dia telah terbiasa dengan penolakan itu."Aku semalam sudah menulis catatan dan meminta izin padamu kalau aku pulang terlambat karena mau menjenguk ayah, tadi pagi aku juga sud
***Di ruangan UKS sekolah yang sudah sepi, Kinan terkejut dengan kedatangan Tony ke sekolahnya. Ayahnya yang sulit ia temui mendadak mendatanginya, ia awalnya sangat senang dengan kedatangan ayahnya, namun kesenangan itu berubah menjadi kecewa karena Tony mempunyai tujuan lain.“Ayah sengaja datang menemuiku di sekolah hanya ingin meminta uang?” tanya Kinan, ia menatap Tony dengan perasaan campur aduk.“Nak, Ayah tidak salah kan mendatangi anak kandungnya sendiri karena begitulah tugas anak untuk tetap berbakti pada orang tuanya. Saat ini Ayah sedang dikejar hutang dan uang tabungan Ayah habis, jadi Ayah meminta bantuan padamu. Lagipula kamu kan istrinya dari bangsawan itu dan kamu adalah istri yang bertahan lama di sisinya sampai saat ini, itu artinya suamimu menyukaimu, Ayah yakin kamu pasti banyak uang,” balas Tony tanpa rasa bersalah.Kinan mencoba menghela napasnya dan mengatur emosinya, ia tidak pernah menyangka kalau di dunia ini ada seorang ayah yang tak memiliki cinta di hat
***Semerbak aroma brotsuppe, hidangan Jerman yang khas, menyusup masuk ke dalam ruangan pagi yang sunyi. Selepas shola subuh, Kinan sibuk di dapur dan menyiapkan sarapan pagi untuk Ludwig, pria itu dari siang kemarin tidak mau makan, kata Bu Inah, Ludwig dan adik kandungnya bertengkar kemarin, wanita itu tentu saja terkejut karena Ludwig ternyata mempunyai adik yang menetap juga di Indonesia, tapi Kinan tak bertanya lagi karena ia tahu bahwa dirinya masih orang baru di kehidupan suaminya.Kinan memasuki kamar tidur Ludwig dengan langkah hati-hati, membawa nampan penuh dengan hidangan yang telah dia siapkan dengan penuh kasih sayang.Dia meletakkan nampan itu di atas meja kecil di samping tempat tidur Ludwig, disertai dengan segelas air putih segar dan yogurt untuk menemani hidangan utama. Matanya terhenti pada sosok Ludwig yang masih tertidur pulas di atas tempat tidurnya.Ludwig terlihat begitu tenang saat tertidur, wajahnya yang tanpa topeng terbuka tanpa rasa takut akan penilaian
***Langit senja memancarkan cahaya oranye yang lembut, menciptakan suasana hangat di sekitar sekolah tempat Kinan mengajar. Setelah sehari penuh mengajar, Kinan bersiap-siap untuk pulang ketika penjaga sekolah datang menghampirinya dengan kabar tak terduga.“Bu Kinan, ada seorang wanita asing yang mencari Anda,” ujar penjaga sekolah dengan suara ramah.Kinan mengernyitkan keningnya, memikirkan siapa wanita itu. Namun, tanpa ragu, dia setuju untuk bertemu dengannya. Mungkin ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh orang asing tersebut. Ia juga harus buru-buru pulang karena mengingat Ludwig yang mendadak demam saat Bu Inah beberapa jam lalu mengirim pesan padanya.Ketika Kinan tiba di ruang tata usaha sekolah, matanya langsung tertuju pada seorang wanita cantik dengan mata biru dan rambut blonde yang tersusun rapi. Wanita itu memancarkan aura kehangatan yang membuat Kinan merasa nyaman di dekatnya.“Halo. Anda adalah Kinan bukan?&rd
***Langit malam menyelimuti rumah yang sunyi, hanya dihiasi oleh gemerlap bintang di langit. Di dalam kamar tidur yang redup, Kinan duduk di samping tempat tidur Ludwig yang terbaring lemah. Wajah suaminya terlihat pucat dan letih, memancarkan kelemahan yang memilukan. Dari sore, Ludwig demamnya naik turun dan itu membuatnya terus berada di sisi suaminya.Dengan hati yang penuh kekhawatiran, Kinan meraih tangan Ludwig dan menciumnya lembut. "Ludwig, bagaimana perasaanmu?" bisiknya dengan lembut.Ludwig hanya menggeleng lemah, matanya yang sayu memandang Kinan dengan ekspresi yang tak terlalu jelas. Pria itu bahkan tak mempunyai tenaga untuk sekedar mengtakan kalau Kinan harus pergi dari kamarnya dan tidak usah untuk sok perhatian padanya, namun rasa sakitnya itu membuat ia kehilangan kekuatannya.Dan Kinan segera meraba suhu tubuh suaminya dan terkejut saat merasakan panas yang tinggi. Tanpa ragu, Kinan segera mengambil kompres dingin dan menempelkannya di dahi Ludwig dengan telaten
***Setelah pagi tiba, Kinan melangkah masuk ke dalam kamar pribadi Ludwig dengan langkah ringan, membawa nampan berisi bubur hangat dan segelas air jahe. Dia tersenyum melihat Ludwig yang sudah duduk di kursi, matanya tertuju pada pria itu dengan penuh kehangatan.Ludwig terkejut, tangannya refleks meraih topeng yang selalu menutupi separuh wajahnya. Namun, sebelum dia sempat menyembunyikan diri, Kinan berbicara dengan lembut, "Jangan tutup apa pun dariku, Ludwig. Aku adalah istrimu, ingat? Kita ini sudah menjadi satu sama lainnya, jadi jangan anggap aku ini orang asing bagimu."Ludwig terdiam, matanya menatap Kinan dengan penuh kebingungan. Apa yang membuatnya merasa begitu nyaman untuk menunjukkan wajahnya yang cacat di hadapan Kinan? Apakah mungkin ada seseorang yang tidak akan merasa jijik atau takut melihatnya? Selama ini, bahkan pada Bu Inah yang selalu setia menjaganya, ia tak pernah berani menunjukkan wajahnya yang cacat ini, ia hanya takut Bu Inah takut dan tak mau lagi bek
***Di salah satu sudut kedai kopi yang tenang, aroma kopi yang harum menguar, menciptakan suasana yang nyaman. Kinan duduk sendirian di meja bulat dengan dua kursi, menatap keluar jendela dengan pandangan yang kosong. Tangannya terulur, mengaduk-aduk cangkir kopi yang sudah mulai mendingin di depannya. Dia menunggu kedatangan Patricia, adik kandung Ludwig yang merupakan kunci untuk membuka tabir rahasia yang selama ini menggelayut di sekitar hidup suaminya itu. Ia memang sengaja mengiyakan permintaan Patricia yang ingin bertemu dengannya sore ini.Tiba-tiba, pintu kedai kopi terbuka, dan Patricia melangkah masuk. Senyum ramah terukir di wajahnya begitu dia melihat Kinan. Langkahnya ringan saat dia mendekati meja tempat Kinan duduk."Kinan, maaf aku terlambat," sapanya sambil menjabat tangan Kinan dengan hangat.Kinan tersenyum, "Tidak apa-apa, Patricia. Aku baru saja datang beberapa menit yang lalu."Keduanya duduk bersama, memesan hidangan favorit mereka, tart yang lezat, sambil ber
***Kinan sibuk mempersiapkan meja makan untuk makan malam bersama Ludwig. Dia sengaja menyuruh Bu Inah pulang cepat karena ingin sejenak berduaan dengan Ludwig, tanpa intervensi dari siapapun, juga agar Ludwig lebih leluasa melepaskan topengnya yang selalu ia kenakan. Ia tahu kalau Ludwig sebenarnya tidak nyaman setiap saat memakai topeng.Setelah semua persiapan selesai, Ludwig memasuki ruang makan dengan langkah hati-hati. Dia mengernyitkan keningnya melihat Bu Inah sudah pulang lebih awal dari biasanya."Kenapa Bu Inah pulang cepat?" tanya Ludwig, mencoba mencari alasan di balik keputusan itu.Kinan tersenyum, mencoba menenangkan hati Ludwig, "Aku sengaja menyuruhnya pulang agar kita bisa berduaan, Ludwig. Aku hanya ingin kita menikmati waktu dengan intim."Ludwig terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Kinan meresap ke dalam pikirannya. Dia merasa aneh, seperti ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Kinan seolah tak lagi berjarak dengannya, wanita itu terang-terangan menun
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku