Cecilia kelihatan panik. “Nggak! Nggak kenapa-napa! Maksudku belakangan ini Kakak lagi pergi. Aku akan wakili Kakak …. Emm, maksudku aku akan menjagamu.”Sikap panik Cecilia membuat Beny semakin kebingungan lagi.Beny memang sedang sakit, tapi dia masih belum pikun. Tangan yang meraih pergelangan tangan Cecilia masih belum dilepaskan. “Bukan, pasti bukan seperti ini! Pasti ada yang kalian rahasiakan dari aku? Sebenarnya ada masalah apa?”“Laura?!” Beny menatap istrinya, lalu bertanya dengan suara keras.Laura menggigit bibir bawahnya. Dia hanya meneteskan air mata dan tidak berkata apa-apa.Beny tidak mendapat jawaban dari mulut istrinya. Dia kembali menatap orang di hadapannya. “Cecilia, katakanlah! Biasanya Om sangat menyayangimu. Om juga sudah menganggapmu sebagai putri Om sendiri. Katakan, sebenarnya ada apa dengan Yohanes?”“Om, Om jangan nanya lagi. Kita bicarakan lagi setelah kondisi Om pulih nanti!”Tangan Beny yang satu lagi menumbuk ranjang dengan kuat. “Kalian nggak mau bila
Beny tiba-tiba kehilangan kesadarannya.“Om!” panggil Cecilia.Laura yang berada di samping juga langsung menyerbu, “Beny, Beny … Dok, Dokter!”Saking paniknya, Laura segera menekan bel panggilan darurat. Seketika dokter dan perawat menyerbu ke dalam ruangan. Mereka diusir dari kamar lantaran dokter akan melakukan penyelamatan darurat.Laura yang berdiri di depan pintu bagai lalat saja, berjalan mondar-mandir dengan paniknya. Saking paniknya, air mata pun terus menetes.Sementara itu, Cecilia hanya berdiri di samping Laura. Dia menyerahkan selembar tisu. “Tante, Tante jangan terlalu bersedih. Om pasti akan baik-baik saja.”Laura tidak mengambil tisu. Dia tiba-tiba mengangkat kepalanya, lalu menatap orang di hadapannya dengan penuh emosi. “Cecilia, kenapa kamu malah mengatakannya? Apa kamu nggak tahu kondisi Om kamu lagi nggak stabil?”“Tante, aku juga bukan sengaja …. Tante juga lihat sendiri kalau Om ngotot untuk tanya terus. Aku juga kehabisan akal.” Cecilia menunjukkan ekspresi bers
Laura sungguh emosi. Dia menunjuk ke arah kamar sambil berkata, “Sekarang dokter sedang berusaha untuk menyelamatkan Om kamu. Hidup matinya masih belum bisa dipastikan. Kamu malah sudah tidak sabaran ingin merebut kekuasaannya? Cecilia, kamu memang bukan putri kami, tapi kami sangat menyayangimu. Sekarang kamu bahkan nggak bisa bersabar, ingin merebut kekuasaan Om kamu?”“Aku bukan nggak bersabar. Hanya saja, urusan perusahaan cukup mendesak.” Cecilia menghela napas, lalu kembali memasukkan dokumen ke dalam amplop. “Tante, kamu nggak ngerti sama masalah perusahaan. Sekarang perusahaan sedang dihadapkan dengan masalah serius. Aku juga hanya ingin membantu agar perusahaan bisa melewati masa sulit ini. Hanya saja, aku nggak punya kekuasaan … aku nggak bisa melakukannya.”“Nggak masalah kalau aku nggak bisa mendapatkan stempel Om sekarang. Aku biasa menunggu. Hanya saja, mungkin nanti aku akan datang untuk mengganggu Om lagi. Daripada seperti ini, bagusan kamu menyerahkan pekerjaannya ini
“Kita mau sandiwara sampai kapan lagi?” Laura sudah tidak bisa menahannya lagi.Sejak menyetujui permintaan suaminya untuk bersandiwara, hatinya pun terasa sangat tidak nyaman. Laura bukanlah orang yang pintar berbohong. Hanya saja, dalam beberapa hari ini dia malah harus menghadapi orang-orang yang datang menjenguk dengan niat jahat, melihat mereka berlagak baik dan berlagak memuji dirinya.Dulu, Laura tidak merasakannya. Hanya saja, sejak suaminya “sakit” dan dirawat inap, dia pun mengalami banyak yang tidak pernah dialaminya.Hati Laura mulai mati rasa. Apalagi ketika … keponakan kesayangannya bahkan ingin merebut semua yang seharusnya menjadi milik Yohanes.“Bukannya Daniel sudah datang semalam?” tanya Beny sambil memandang ke luar jendela.Semalam ketika Beny sedang tidur, dia terdengar suara percakapan di luar sana. Sepertinya Beny sudah diusir untuk pulang.“Emm.” Laura mengangguk, lalu membalas, “Aku bilang kamu lagi istirahat karena baru disuntik. Jadi, aku suruh dia pulang du
Pertanyaan suaminya membuat Laura mengenang kembali.Sejak kecil, Yohanes sangat pintar, berbakat, dan juga sangat pengertian. Dia sangat giat dalam belajar dan bisa memberi ide membangun di dalam bisnis. Idenya tidak selalu benar, tapi setidaknya dia memiliki pemikirannya sendiri.Selama beberapa saat ini, sebenarnya hubungan keluarganya tergolong harmonis. Beny bukan hanya menyayangi putranya, dia juga menaruh harapan besar terhadap putranya.Selanjutnya, di saat Yohanes berumur 13-14 tahun. Dia sedang dalam masa memberontak. Waktu itu, Kusumo Group sedang mengekspansi bisnis ke luar negeri. Beny sangatlah sibuk hingga jarang kembali ke rumah. Kondisi tubuh Beny juga tidak bagus, ditambah dia juga tidak pintar dalam mendidik anak. Saat itu, Tania sering mengunjungi rumahnya.Tania selalu menyuruh Laura untuk beristirahat dengan baik. Semua masalah di rumah akan ditanganinya. Sejak saat itu, hubungan Yohanes dan Tania juga semakin dekat saja.Setelah dipikir-pikir, sepertinya sejak sa
Semua bukan murni salah Tania. Sebagai seorang ayah, Beny juga seharusnya memberi arahan yang tepat kepada putranya. Jadi, Beny juga tidak ingin melempar semua tanggung jawab ke diri Tania.Sekujur tubuh Laura terasa mendingin. Padahal Laura menganggap Tania sebagai anggota keluarganya sendiri, kenapa dia malah menjerumuskan putranya?“Sekarang kita ….”“Tunggu dulu! Pertunjukan ini sudah hampir berakhir!” Beny menghela napas menatap matahari yang hampir terbenam.…Baru saja Cecilia pulang ke rumah, tampak ayahnya malah sedang duduk di rumah tamu. Jujur saja, gambaran ini sungguh langka.Cecilia berjalan menghampiri ayahnya dengan tersenyum. “Papa, kenapa Papa di sini?”“Kalau aku nggak di sini, aku bisa ke mana lagi? Kamu ini! Aku sudah meneleponmu berkali-kali. Kamu ke mana?!” tanya Daniel dengan marah, “Apa kamu nggak tahu sekarang para reporter sedang mengawasi adikmu? Bukankah kamu seharusnya memikirkan cara penyelesaiannya? Ke mana kamu?”“Aku pergi untuk cari solusi!” Cecilia m
Pada saat ini, Tania berjalan keluar dari dapur. Dia berkata, “Sudahlah, kalian berdua jangan terus bahas masalah kerjaan. Ayo, sudah saatnya makan.”Daniel memang sudah lapar dan capek. Dia segera berdiri untuk duduk di depan meja makan. Dia melihat istri yang duduk di sampingnya. Entah kenapa, tiba-tiba dia kepikiran dengan ucapan Olivia tadi.Setelah terdiam sejenak, Daniel melanjutkan makannya dan tidak berbicara.Tak lama kemudian, Cecilia juga duduk di meja makan. Mereka bertiga makan dengan sangat hening, sepertinya sudah lama suasana di rumah tidak sehening ini.Daniel memang tidak bertanya langsung pada Tania, hanya saja dia merasa ada yang mengganjal di hatinya. Dia pun terus mengintip Tania.Tentu saja Tania menyadarinya. Hanya saja, Tania juga tidak bertanya berlagak tidak mengetahuinya.Tania biasanya tidak makan banyak. Di saat dia hendak meninggalkan meja makan, Daniel spontan memanggilnya, “Tania.”“Emm,” balas Tania, “Aku sudah selesai makan.”“Kamu jangan pergi dulu,
“Kamu memang nggak bicara seperti itu, tapi kamu berpikir seperti itu!” Tania geram hingga membanting piringnya. “Apa kataku, tatapanmu dari tadi agak aneh, ternyata kamu sedang memikirkan masalah ini! Bagus, Daniel, padahal kita sudah menikah selama puluhan tahun, kamu malah memandangku seperti ini!”“Aku sudah mengorbankan banyak waktuku untuk Keluarga Kusumo. Kamu malah punya simpanan dan bahkan anak haram di luar sana. Sekarang kamu ingin mewarisi hartamu kepada anak harammu itu. Apa aku pernah mengatakan apa-apa? Aku cuma mengomel saja, kamu malah mencurigaiku?”Tania berbicara sambil menangis. Dia membuang semua piring ke lantai. “Kenapa? Apa kamu ingin aku mewakili putra kesayanganmu untuk hidup di penjara? Oke, aku beri tahu kamu sekarang. Aku memang kenal sama model itu, aku juga sudah bersekongkol sama dia untuk menghancurkan anakmu, Kusumo Group, dan juga keluarga ini. Apa kamu puas?”Tania memang berbicara seperti ini. Hanya saja, dari ucapan dan nada bicaranya, Daniel juga
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S