Rumah! Yuna sudah sepenuhnya menganggap rumah ini sebagai rumahnya dengan Brandon. Setelah mengecup kening Yuna, Brandon berkata, “Mandi dulu sana, jangan masuk angin!”“Emm.” Yuna mengangguk, lalu naik ke lantai atas untuk mandi.Yuna memang sudah sangat kelelahan selama beberapa hari terakhir. Setelah konferensi pers hari ini, seluruh tubuhnya terasa seperti sudah sepenuhnya rileks. Dia pun menjadi sangat mengantuk. Setelah selesai mandi, kamar masih kosong. Yuna pun bermaksud untuk berganti baju, lalu turun ke lantai bawah untuk mengecek Brandon.Begitu duduk di atas tempat tidur, seluruh badannya tiba-tiba terasa sangat lemas dan langsung jatuh ke belakang. ‘Ugh, nyaman banget ...,’ pikir Yuna.Brandon berada di lantai bawah untuk menangani beberapa dokumen dan juga menelepon perusahaan untuk membicarakan tentang kelanjutan konferensi pers malam ini. Setelah selesai menangani semuanya, malam sudah larut.Brandon meregangkan leher dan tubuhnya, lalu melirik jam dinding. Kenapa suda
Brandon bukan terdiam karena ucapan Yuna, melainkan karena setelah mengucapkan kata-kata itu, Yuna malah tiba-tiba duduk, lalu langsung memeluk pinggangnya dan menempelkan wajahnya ke perut Brandon sambil berkata, “Aku capek banget!”Jadi, apakah ini yang namanya lain di mulut, lain di hati?!Brandon masih mematung di posisinya yang hendak melepaskan celana sambil berpikir apakah dirinya harus meneruskan tindakan Yuna, atau menuruti ucapannya dan membiarkannya istirahat.Pada detik berikutnya, tangan Yuna malah tidak berhenti meraba perutnya dan bergerak turun. Kemudian, dia berkata, “Keras sekali!”‘Baiklah, berhubung dia yang sudah menggodaku, dia harus tanggung jawab atas akibatnya!’ pikir Brandon. Tanpa berpikir panjang lagi, hormon Brandon sudah mengambil alih otaknya. Tindakannya bahkan lebih cepat daripada pemikirannya. Dia langsung menindih tubuh Yuna dan menahan kedua tangannya yang nakal di kedua sisi tubuhnya. “Masih mau ....”Sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, eksp
Setelah menguap, Yuna merasa dirinya sudah tidak begitu mengantuk seperti tadi. Ditambah dengan Brandon yang menyuruhnya untuk tidak tidur dulu, dia pun mengeluarkan pengering rambut dan mengeringkan rambutnya dengan santai.Dulu, Yuna tidak mempunyai kebiasaan ini. Saat masih tinggal di kediaman Keluarga Tanoto, dia selalu berambut pendek demi kenyamanan berlatih seni bela diri. Terlebih lagi, ada lebih banyak pria di keluarga dan tidak ada orang yang bisa mengikat rambutnya dengan cantik.Setelah kuliah, Yuna baru pelan-pelan memanjangkan rambutnya, apalagi Logan juga mengatakan bahwa dia menyukai wanita berambut panjang. Jadi, Yuna pun tidak pernah menggunting rambutnya lagi. Sekarang, rambutnya juga tanpa terasa menjadi sangat panjang.Setelah bersama Brandon, hanya Brandon juga yang bisa membantunya mengeringkan rambut dan selalu mengingatkannya untuk tidak tidur dengan rambut basah.Jadi, orang yang benar-benar mencintai pasangannya tidak akan peduli pada model rambut apa yang di
Yuna tersenyum dan menjawab, “Tipuan.”“Tipuan?”“Sebenarnya simpel kok. Sebelumnya, kita sudah diskusi kalau menambah bahan lain dalam wewangian atau dupa bisa menyebabkan ketidakstabilan. Tapi waktu mau menghadapi Dylan waktu itu, aku nggak perlu meracik produk yang stabil.”Begitu mendengar penjelasan Yuna, Brandon sudah lumayan mengerti. “Dengan kata lain, nggak masalah mau pakai di parfum atau nggak.”Yuna mengangguk, lalu lanjut menjelaskan, “Aku cuma nambah sedikit obat kantuk ke teh yang dia minum sebelumnya. Waktu obatnya kira-kira sudah mau bereaksi, aku juga menyemprot sedikit parfum yang bisa membuat orang gampang ngantuk di pergelangan tangan.”“Ditambah dengan dia yang pada dasarnya juga memang sudah merasa bersalah, aku cuma perlu menakut-nakutinya sebentar. Habis itu, dia pun benar-benar mengira reaksinya dikarenakan aku sudah menaruh sesuatu di parfum. Makanya, dia baru jadi lemas. Sejujurnya, biarpun aku nggak berbuat apa-apa, dia juga bakal mengantuk dan pusing kalau
“Kamu juga tahu kalau besok malam ada acara lelang. Aku harus beli gaun baru. Hari ini, kartunya malah nggak bisa dipakai. Kalau hari ini nggak beli, sudah nggak sempat.”Kali ini, pembantu mengantarkan secangkir teh untuk Tania. Dia pun meniup teh yang masih panas itu dengan santai sambil melirik suaminya.“Apanya yang curi gesek! Itu Oli ....” Daniel tidak menyelesaikan ucapannya. Dia tahu bahwa tidak terlalu bagus untuk mengungkit nama itu di rumah ini.Meskipun sangat ingin menjemput Olivia untuk pindah ke rumah, Daniel harus melakukannya setahap demi setahap. Dia baru saja menjemput pulang putranya. Jika dia langsung menjemput Olivia juga, istrinya mungkin tidak akan mengalah lagi. Apabila masalahnya menjadi besar, reputasi perusahaan, harga saham, dan yang lainnya pasti juga terpengaruh.“Sudahlah, aku lupa kalau Cecilia juga punya kartu kredit.” Daniel melambaikan tangannya, lalu menatap Cecilia dan mengulurkan tangannya sambil berkata, “Cecilia, berikan satu kartumu buat Ayah.”
Tania tidak menyangka Daniel tiba-tiba melakukan hal seperti ini. Dia pun terkejut untuk beberapa saat hingga tidak bisa berkata-kata. Saat hendak mengatakan sesuatu, Daniel sudah pergi.“Nyonya ....” Saat melihat luka bakar di tangan Tania, seorang pembantu buru-buru mengambil kotak obat dan hendak mengobatinya. Namun, sebelum pembantu itu sempat melakukannya, Tania tiba-tiba menyapu cangkir di meja hingga terjatuh ke lantai.Prang! Begitu mendarat di lantai, gelas itu langsung pecah hingga serpihannya terbang ke mana-mana.Pembantu itu langsung terkejut. Dia pun terdiam dan tidak berani bergerak, hanya berdiri mematung di sana tanpa tahu harus berbuat apa.Cecilia tertegun sejenak, lalu menghampirinya dan berkata dengan lembut, “Bersihkan saja semua serpihannya, lalu istirahatlah.”Setelah mendapat perintah, pembantu itu buru-buru pergi untuk membersihkan pecahan gelas.Cecilia duduk di samping Tania, lalu mengeluarkan obat luka bakar dan mengoleskannya ke tangan Tania dengan perlaha
“Beraninya dia!” Tania menggebrak meja dengan kuat dan tidak sengaja mengenai luka bakarnya. Dia pun meringis kesakitan, tetapi masih tidak ingin terlihat lemah. “Biarpun cuma acara lelang, semua orang juga membawa istri masing-masing. Memangnya dia nggak malu membawa wanita itu pergi ke sana? Apa dia sudah nggak punya rasa malu? Bagaimana orang luar bakal menilainya, menilaiku, dan menilai Keluarga Kusumo?”“Ibu, mungkin kamu nggak bakal suka mendengar apa yang akan kubilang selanjutnya.” Setelah berhenti sejenak, Cecilia melanjutkan dengan santai, “Tapi aku juga pernah ketemu sama pria yang bawa selingkuhannya ke berbagai acara. Ada yang istrinya nggak punya kedudukan di rumah, jadi wanita yang dibawanya ke setiap acara juga berbeda-beda.”“Dulu, nggak ada kejadian kayak begitu di rumah kita karena Ayah nggak berani, atau mungkin nggak punya niat begitu. Tapi sekarang ....”“Kenapa? Sekarang dia sudah berani?” tanya Tania dengan nada galak.“Menurut Ibu?” tanya Cecilia dengan suara p
“Mana mungkin!” Cecilia merangkul lengan ibunya, lalu menempelkan wajahnya dan berkata, “Aku bukan anak palsu kok! Kalau nggak percaya, cubit saja wajahku dan lihat saja itu samaran atau bukan!”Tania pun tertawa dan mencubit wajah Cecilia, lalu sengaja bercanda, “Oh, kayaknya memang bukan samaran ataupun palsu.”Ibu dan anak itu pun tertawa gembira, seolah-olah semua jarak dan keraguan mereka sebelumnya sudah terlupakan.Setelah itu, Tania baru berkata dengan agak emosional, “Aku nggak punya maksud lain. Aku cuma merasa kamu seperti sudah tiba-tiba dewasa, bukan lagi anak yang selalu menuruti kata-kata orang tuanya. Kamu sudah punya pemikiran sendiri dan juga bisa kasih pendapat buat Ibu.”“Kamu sudah dewasa!” ujar Tania dengan sedih sambil menunduk untuk menatap Cecilia. Anaknya sudah dewasa, dirinya sudah tua, dan kecantikannya juga sudah pudar. Tidak peduli seberapa tidak rela dirinya, ada banyak hal yang sudah tidak bisa dia kendalikan.“Aku sudah 26 tahun, tentu saja sudah dewasa
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S