“Beraninya dia!” Tania menggebrak meja dengan kuat dan tidak sengaja mengenai luka bakarnya. Dia pun meringis kesakitan, tetapi masih tidak ingin terlihat lemah. “Biarpun cuma acara lelang, semua orang juga membawa istri masing-masing. Memangnya dia nggak malu membawa wanita itu pergi ke sana? Apa dia sudah nggak punya rasa malu? Bagaimana orang luar bakal menilainya, menilaiku, dan menilai Keluarga Kusumo?”“Ibu, mungkin kamu nggak bakal suka mendengar apa yang akan kubilang selanjutnya.” Setelah berhenti sejenak, Cecilia melanjutkan dengan santai, “Tapi aku juga pernah ketemu sama pria yang bawa selingkuhannya ke berbagai acara. Ada yang istrinya nggak punya kedudukan di rumah, jadi wanita yang dibawanya ke setiap acara juga berbeda-beda.”“Dulu, nggak ada kejadian kayak begitu di rumah kita karena Ayah nggak berani, atau mungkin nggak punya niat begitu. Tapi sekarang ....”“Kenapa? Sekarang dia sudah berani?” tanya Tania dengan nada galak.“Menurut Ibu?” tanya Cecilia dengan suara p
“Mana mungkin!” Cecilia merangkul lengan ibunya, lalu menempelkan wajahnya dan berkata, “Aku bukan anak palsu kok! Kalau nggak percaya, cubit saja wajahku dan lihat saja itu samaran atau bukan!”Tania pun tertawa dan mencubit wajah Cecilia, lalu sengaja bercanda, “Oh, kayaknya memang bukan samaran ataupun palsu.”Ibu dan anak itu pun tertawa gembira, seolah-olah semua jarak dan keraguan mereka sebelumnya sudah terlupakan.Setelah itu, Tania baru berkata dengan agak emosional, “Aku nggak punya maksud lain. Aku cuma merasa kamu seperti sudah tiba-tiba dewasa, bukan lagi anak yang selalu menuruti kata-kata orang tuanya. Kamu sudah punya pemikiran sendiri dan juga bisa kasih pendapat buat Ibu.”“Kamu sudah dewasa!” ujar Tania dengan sedih sambil menunduk untuk menatap Cecilia. Anaknya sudah dewasa, dirinya sudah tua, dan kecantikannya juga sudah pudar. Tidak peduli seberapa tidak rela dirinya, ada banyak hal yang sudah tidak bisa dia kendalikan.“Aku sudah 26 tahun, tentu saja sudah dewasa
Saat melihat Cecilia berdesah dan sepertinya mempunyai banyak beban pikiran, Tania pun tidak tega untuk terus bertanya.“Sudahlah, kalau kamu nggak ingin bilang, nggak usah bilang kok. Biar bagaimanapun, Ibu dukung keputusanmu,” ujar Tania sambil menepuk-nepuk tangan Cecilia. Sebelah tangannya meraba-raba sofa di belakangnya untuk mencari sesuatu yang mengganjal. Saat dikeluarkan, ternyata itu adalah remote TV.Setelah berpikir sejenak, dia pun menekan tombol untuk menyalakan TV dan berkata, “Sudah lama kita nggak nonton bareng. Ayo temani Ibu bentar.”Jika ada Cecilia, suasana hatinya akan terasa lebih baik sedikit. Apabila sendirian, apalagi kembali ke kamar, Tania tidak mungkin tidak bisa menahan amarahnya.Cecilia tentu saja terpikir soal itu. Jadi, dia pun tidak jadi mengatakan mau naik ke kamarnya. Dia duduk dengan patuh dan menjawab, “Oke.”Lagi pula, tidak ada juga yang perlu dikerjakan Cecilia. Untuk sementara, dia lebih senggang dan hanya perlu menunggu hasil. Setelah begitu
Perhatian Cecilia sudah sepenuhnya tertuju pada pria di layar TV. Bukan karena penampilannya yang menarik ataupun karena dia berani bersikap seperti itu terhadap Yuna, melainkan karena dia berani mengucapkan hal seperti itu di hadapan semua orang, apalagi di hadapan Brandon.Jika dia bukan terlalu bernyali, itu artinya dia terlalu percaya diri dan mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk tidak perlu takut pada Brandon.“Umm ... bukannya dia ....” Tania yang berada di samping menyipitkan matanya. Dia merasa pria di layar TV itu lumayan familier. Pergaulan Tania sangat luas. Sebelum pensiun dari dunia hiburan, koneksinya juga lumayan luas. Setelah menikah dengan Daniel, dia memang sudah tidak bermain film lagi. Namun, dia memiliki kelompok teman yang merupakan istri para orang kaya. Dari waktu ke waktu, dia juga berbaur dalam lingkaran bisnis Keluarga Kusumo. Jadi, koneksinya memang jauh lebih luas daripada Cecilia.“Ibu, kamu kenal sama pria itu?” tanya Cecilia dengan bersemangat saa
Louis Hermawan .... Cecilia harus mendapatkan pria ini!...Saat melihat ada begitu banyak tas belanjaan yang menumpuk di rumahnya, Olivia akhirnya tersenyum juga.Daniel melingkarkan tangannya ke pinggang Olivia, lalu mengecup pipinya dan bertanya, “Sudah puas, ‘kan?”“Huh!” Setelah menjulingkan matanya, Olivia menjawab, “Belum!”“Ya ampun, masa sudah habisin miliaran masih belum cukup? Yang kupakai itu kartu Cecilia, lho. Permintaan maafku sudah cukup tulus, ‘kan?” Daniel sudah buru-buru datang untuk menghibur wanita kesayangannya ini dan menghabiskan miliaran sekaligus untuk membuatnya tersenyum.“Tulus? Aku sudah bersamamu selama dua puluhan tahun. Sudah sepantasnya kamu bersikap tulus padaku!” kata Olivia sambil mencolek dahi Daniel. Kemudian, dia melanjutkan dengan cemberut, “Kamu kira mengeluarkan miliaran ini sudah sangat hebat? Kamu mana tahu penderitaanku selama ini. Aku sudah besarkan seorang anak sendirian dan cuma bisa bersamamu tanpa status. Aku juga harus terima hinaan
Setiap tahun, Kota Talaso selalu mengadakan acara lelang amal sebanyak dua kali. Sebagian besar barang yang dilelangkan adalah barang yang disumbangkan donatur anonim. Mulai dari perhiasan sampai barang antik, kategori produknya tidak terbatas. Dalam acara seperti ini, selain untuk menjaga reputasi, para orang kaya akan mengikuti lelang untuk membahagiakan istri atau kekasih mereka.Sebenarnya, Olivia sudah mengincar sebuah kalung dari awal. Kalung itu adalah kalung safir berbentuk tetesan air. Batu safir itu dikelilingi banyak berlian kecil dan terlihat sangat indah.Setelah bersama Daniel bertahun-tahun, Olivia tentu saja tidak pernah kekurangan perhiasan. Namun, dia pernah tanpa sengaja bertemu dengan Tania yang menemani Daniel menghadiri sebuah acara. Saat itu, Tania mengenakan sebuah kalung berlian merah muda yang besar. Berlian merah muda itu sungguh berkilau dan membuatnya cemburu untuk beberapa saat.Setelah itu, Olivia juga tidak berhenti menyuruh Daniel membelikannya kalung y
Barang yang dilelangkan terlebih dahulu adalah pot, lukisan, dan kaligrafi yang harganya tidak terlalu tinggi. Orang-orang pun dengan cepat membeli barang yang mereka mau. Kalung safir yang diincar Olivia sebenarnya adalah tokoh utama acara pelelangan malam ini. Bukan hanya Olivia, ada banyak wanita kalangan atas lainnya yang juga mengincar kalung itu.Harga awal kalung itu dua miliar dan kelipatan kenaikan harganya adalah satu miliar. Harga awalnya memang tidak tinggi, tetapi harganya naik dengan sangat cepat. Dalam sekejap, harga kalung itu sudah mencapai 24 miliar.Olivia sama sekali tidak panik. Sebelum datang, Daniel sudah memberitahunya bahwa dia memiliki anggaran sebesar 60 miliar. Jadi, selama tidak melampaui 60 miliar, kalung itu pasti akan menjadi milik Olivia. Dia menyesap anggur merahnya dengan santai, lalu melihat ke sekeliling dengan sombong. Malam ini, dia pasti akan menjadi pusat perhatian semua orang. Setelah harga kalung itu mencapai 36 miliar, tidak ada lagi yang me
Harga saat ini sudah melampaui batas anggaran yang diberikan Daniel. Jadi, Olivia pun melirik Daniel. Daniel hanya mengangkat sebelah tangannya untuk mengelus hidungnya. Dia terlihat serba salah. Olivia pun mengerti bahwa Daniel sudah tidak ingin mengeluarkan uang lebih.“Enam puluh dua miliar, panggilan pertama. Enam puluh dua miliar, panggilan kedua ....” Proses pelelangan tidak akan berhenti. Saat juru lelang hampir berteriak untuk yang ketiga kalinya, Olivia pun tidak tahan dan mengangkat papannya lagi. “Tujuh puluh miliar!”Olivia tidak percaya orang itu masih bisa melawannya. Orang itu mungkin juga sudah dikejutkan Olivia dan terdiam sesaat. Saat Olivia mengira dirinya sudah menang, orang itu menawar lagi, tetapi tetap hanya menawar dua miliar lebih tinggi. “Tujuh puluh dua miliar!”Sejujurnya, Olivia benar-benar ingin langsung menghampiri orang itu dan berkelahi dengannya. Apa dia sengaja? Namun, Olivia tidak mengenal orang itu. Apa orang itu sengaja mau berselisih dengannya?H
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta