Harga saat ini sudah melampaui batas anggaran yang diberikan Daniel. Jadi, Olivia pun melirik Daniel. Daniel hanya mengangkat sebelah tangannya untuk mengelus hidungnya. Dia terlihat serba salah. Olivia pun mengerti bahwa Daniel sudah tidak ingin mengeluarkan uang lebih.“Enam puluh dua miliar, panggilan pertama. Enam puluh dua miliar, panggilan kedua ....” Proses pelelangan tidak akan berhenti. Saat juru lelang hampir berteriak untuk yang ketiga kalinya, Olivia pun tidak tahan dan mengangkat papannya lagi. “Tujuh puluh miliar!”Olivia tidak percaya orang itu masih bisa melawannya. Orang itu mungkin juga sudah dikejutkan Olivia dan terdiam sesaat. Saat Olivia mengira dirinya sudah menang, orang itu menawar lagi, tetapi tetap hanya menawar dua miliar lebih tinggi. “Tujuh puluh dua miliar!”Sejujurnya, Olivia benar-benar ingin langsung menghampiri orang itu dan berkelahi dengannya. Apa dia sengaja? Namun, Olivia tidak mengenal orang itu. Apa orang itu sengaja mau berselisih dengannya?H
Itu hanya 100 miliar dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Grup Kusumo. Kelak, Olivia akan menjadi ibu dari direktur utama Grup Kusumo. Dia bisa meminta berapa banyak pun uang yang dia mau.Namun, ekspresi Daniel malah terlihat muram. Sebelum datang, dia jelas-jelas sudah memberi tahu Olivia bahwa anggaran mereka tidak melebihi 60 miliar. Namun, begitu sampai di tempat ini, Olivia sudah menjadi bagaikan orang lain. Dia langsung menawar 100 miliar untuk sebuah kalung yang nilainya tidak sepadan tanpa persetujuan Daniel.Daniel pun berdiri dengan marah dan hendak pergi. Namun, Olivia malah merangkulnya, lalu menghadap ke arah begitu banyak reporter sambil tersenyum.“Selamat! Pak Daniel sudah membeli kalung ini dengan harga 100 miliar. Apa kalung ini hadiah untuk wanita di sampingmu ini?” tanya seorang reporter.Sebelum Daniel sempat membuka mulutnya, Olivia sudah terlebih dahulu menjawab, “Tentu saja!”Dia tersenyum cerah dan bersikap bagaikan istri Daniel. Dia sudah lupa bahwa s
Setelah kembali ke rumah, Olivia langsung membanting semua barang, terutama foto-fotonya dengan Daniel. Dia mengeluarkan foto-foto itu dari bingkai dan merobeknya.Saat Daniel masuk ke rumah, seluruh ruangan sudah berantakan. Dia pun membentak Olivia, “Cukup!”Olivia berteriak histeris sambil melempar bantal ke arah Daniel, “Pergi! Pergi! Aku nggak mau melihatmu!”Daniel menendang sampah di lantai, lalu berjalan ke arah Olivia. Dia berhenti di depan Olivia dengan ekspresi suram dan berkata, “Aku tahu ucapanku di hadapan reporter sudah membuatmu malu. Tapi, apa kamu sadar kalau kamu juga sudah mempermalukanku?”“Apa yang sudah kulakukan? Mana ada aku mempermalukanmu? Memangnya aku sudah memakimu, membantahmu, atau menduakanmu di hadapan reporter? Apa kamu perlu mempermalukanku di hadapan begitu banyak orang?” tanya Olivia dengan marah hingga seluruh tubuhnya gemetar. Dia tidak menyangka Daniel akan berkata begitu di hadapan semua orang.“Benar, kamu memang nggak memakiku, tapi kamu suda
“Daniel, aku tahu aku yang salah hari ini. Aku cuma senang karena ini pertama kalinya aku keluar bareng kamu! Lagian, kamu juga nggak pernah bawa aku ke acara seperti ini sebelumnya. Biarpun salah, aku juga pantas dimaafkan, ‘kan?” Olivia pun menjadi cemberut. Dia mengayun-ayunkan lengan Daniel dan berkata dengan lembut, “Maafkan aku, ya.”Daniel melirik Olivia dengan marah. Meskipun sudah berusia lebih dari 40 tahun, dia masih terlihat sangat awet muda. Tampangnya yang kasihan pun membuat Daniel melunak. Dia mencubit wajah Olivia, lalu berkata, “Dasar kamu ini!”Begitu mendengar nada Daniel yang tidak berdaya, Olivia tahu bahwa dirinya sudah berhasil menaklukkan Daniel. Dia pun memeluk lengan Daniel sambil tersenyum, lalu menempelkan wajahnya ke tubuh Daniel dan berkata, “Kamu memang yang paling baik! Kita anggap masalah ini selesai, ya. Jangan salahkan aku lagi!”“Aku benar-benar nggak bisa menang dari kamu! Kelak, jangan begitu seenaknya lagi, ya. Kalau ikut aku keluar, kamu harus h
Tania duduk di rumah dan memegang sebuah kotak beludru yang indah. Di dalamnya terdapat kalung safir yang sudah menjadi pusat perhatian orang di acara lelang. Hanya saja, wajahnya sama sekali tidak terlihat gembira.Cecilia baru pulang dan melihat Tania yang duduk bengong sambil memandang kotak itu. Setelah membuka jaketnya, dia melirik isi kotak itu dan memuji, “Kalungnya cantik banget! Ibu, sini kubantu kamu memakainya!”“Buat apa?” Tania mendorong tangan Cecilia, lalu menghela napas dan berkata, “Dia cuma mau menyelamatkan reputasinya, makanya mau tak mau harus menghadiahkannya untukku, bukan benar-benar tulus.” Tania tentu saja tahu apa yang terjadi di acara lelang. Justru karena dia tahu, dia baru menjadi lebih tidak menyukai kalung ini dan merasa tertekan. Dari permukaan, memang terlihat bahwa Daniel masih bersikap baik terhadapnya dengan membelikan sebuah kalung yang harganya 100 miliar. Faktanya ....“Nggak peduli tulus atau nggak, setidaknya kalung ini milik Ibu sekarang.”
“Dia cuma seorang wanita dari keluarga biasa dan nggak punya pengalaman apa-apa. Dari barang-barang yang dia beli pakai kartu kredit ayahmu, kelihatan banget seleranya kayak orang kaya baru yang kampungan. Aku nggak yakin dia bakal suka sama kalung ini, tapi aku yakin dia bakal suka sama apa pun yang kupilih, baik itu kalung maupun cincin. Dia selalu iri sama barang-barang yang kumiliki!”Setelah mendengar penjelasan ibunya, Cecilia juga setuju. Semua perhiasan yang dimiliki Tania luar biasa indah. Kalung safir ini masih belum termasuk yang paling mencolok di antara koleksinya.“Sebenarnya ... aku juga nggak menduga kalau ayahmu bakal bawa dia ke acara lelang itu.” Tania berbalik kembali dan lanjut memangkas bonsai. Dia berkata dengan santai, “Awalnya, aku cuma mau sumbang barang buat amal. Selama ini, aku juga sering berbuat amal. Hanya saja, aku nggak menduga ada hari di mana aku bisa memanfaatkannya seperti ini.”Tania tertawa mengejek, lalu melanjutkan, “Kalau dia bersikeras mau pe
Cecilia memang memiliki niat ini, tetapi masih belum menemukan cara yang tepat untuk mendekati Louis. Bagaimanapun juga, menjalin hubungan dengan Keluarga Hermawan tidaklah gampang.“Cara sih ada, tapi masih butuh sedikit usaha.” Setelah berhenti sejenak, Tania menatap Cecilia dan berkata, “Gimana proyek baru perusahaan itu?”“Itu tanggung jawab anak haram itu, nggak ada hubungannya sama aku,” jawab Cecilia sambil mendengus.“Kok nggak ada hubungannya sih? Kalau dia yang bertanggung jawab, justru lebih berhubungan sama kamu dong. Nggak peduli apa performanya bagus atau nggak, hubungannya sangat besar denganmu.” Tania mengambil kalung safir itu dari tangan Cecilia, lalu berkata, “Ingat, semua yang memang milikmu akan tetap jadi milikmu biarpun harus melalui berbagai rintangan dulu.”Saat melihat kotak di tangan Tania, tatapan Cecilia terlihat mendalam....Konferensi pers Uniasia semalam sangat sukses. Setidaknya, masalah mengenai “racun dalam parfum” sudah hilang. Biarpun masih mungkin
“Apa?!” Edith dan Stella langsung tercengang dan saling memandang. Kemudian, mereka berkata dengan serempak, “Mana mungkin!”“Serius, lho!” Yuna menghela napas, lalu berkata dengan tidak berdaya, “Aku sudah pernah ujian dari awal mulai terjun ke dunia ini. Aku sudah dapatkan gelar peracik aroma, tapi aku memang nggak pernah ujian untuk lisensi kerja. Lagian, lisensi kerja cuma sertifikat yang dibuat Asosiasi Peracik Aroma sendiri dan nggak diperlukan secara internasional.”Edith merenung, lalu berkata, “Sertifikat itu memang nggak diperlukan secara internasional sih. Kayaknya memang orang dalam negeri yang baru menciptakannya dalam beberapa tahun terakhir. Tapi ... tapi nggak mungkin kamu nggak bisa mendapatkannya, ‘kan?” Edith mengejek, “Bahkan teknisi paling junior juga punya. Masa kamu nggak punya?”Tentu saja, tidak ada yang menyangka ternyata Yuna tidak memiliki sesuatu yang begitu mendasar.“Makanya! Bahkan aku juga punya!” ujar Stella dengan buru-buru.Yuna menatapnya dengan kes
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S