Wewangian?Jadi … masalahnya ada di wewangian yang Yuna berikan tempo hari?“Iya, itu aku yang bikin. Belakangan ini Kakek lagi susah tidur, jadi aku bikin aroma terapi yang punya efek menenangkan supaya Kakek bisa tidur lebih nyenyak. Kenapa memangnya?”“Kenapa? Kamu masih berani tanya kenapa?” seru Dylan, “Justru wewangian itu yang bikin kakek kamu tidur untuk selamanya!”“Jadi, kalian menganggap penyebab kematiannya gara-gara aroma terapi itu?”Daripada terus berputar-putar tanpa akhir yang jelas, lebih baik Yuna langsung berbicara ke intinya.“Seharusnya kamu sendiri yang paling tahu apa yang ada di dalam wewangian itu,” kata Dylan.Di antara para tetua yang duduk di samping, tidak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Sejujurnya Yuna pun tahu apa yang ada di pikiran mereka. Dengan diam, itu berarti entah mereka setuju dengan Dylan dan menganggap ada sesuatu yang tidak beres dengan wewangian tersebut, atau mereka lebih memilih untuk tetap netral dan melihat ke mana arahnya k
“Hahaha ….”Tiba-tiba saja Yuna malah melepaskan suara tawa aneh yang membuat semua orang di tempat merinding. Di tempat dengan suasana yang begitu serius seperti ruang duka, bisa-bisanya dia malah tertawa. Tindakan Yuna ini benar-benar dianggap kurang ajar dan tidak menghormati orang yang lebih tua darinya.Sebagai tetua yang paling senior di sana, Gordon jadi merasa tersinggung dan membalas ucapan Yuna, “Yuna! Jangan kurang ajar kamu di depan kakek kamu! Bisa-bisanya kamu ketawa di saat kayak begini, mau ditaruh di mana muka kamu!”“Kakek Gordon, gimana aku nggak ketawa ngelihat lawakan begini. Kakek yang sudah ada di surga juga pasti bakal ketawa. Baru saja Kakek meninggal, tapi sudah ada orang yang nggak sabar mau bikin rusuh.”“Siapa yang bikin rusuh?” tanya Dylan.“Siapa lagi? Kamu pasti tahu siapa yang aku maksud! Dylan, aku menghormati kamu sebagai orang yang lebih tua, makanya selama ini aku panggil Om, tapi kamu sudah keterlaluan kali ini! Semua yang ada di sini juga tahu su
“Oke, kalau ternyata kematian Kakek ada penyebab lain, aku juga pasti bakal menyelidiki faktanya! Jadi … ayo kita lapor polisi saja! Karena kita berdua punya pandangan yang berbeda, lebih baik biar polisi saja yang menangani, supaya penyelidikannya berjalan adil dan jelas,” kata Yuna.Sebelum Yuna mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba Gordon menarik tangannya dan berkata, “Jangan lapor polisi!”“Iya, jangan lapor polisi,” timpal yang lain.“Keluarga kita punya sejarah yang panjang dan dipandang tinggi sama masyarakat. Terlepas dari siapa pun pelakunya, kita pasti bakal jadi bahan omongan orang lain kalau sampai insiden ini ketahuan sama orang luar. Masalah ini harus kita selesaikan secara internal. Siapa pun pelakunya akan diadili sesuai peraturan yang berlaku di keluarga ini, yang jelas orang luar nggak boleh ikut campur!”“Kakek Gordon! Masalah ini sudah menyangkut nyawa orang lain! Kalau ternyata benar-benar ada orang yang membunuh Kakek, mana mungkin bisa kita adili cuma berdasarkan hu
Tanpa menghiraukan Dylan sedikit pun, Clinton menatap Gordon yang berdiri di sampingnya dan berkata, “Urusan bisnis dan keluarga kita bukan masalah yang bisa dipandang sepele. Ini jauh lebih rumit daripada sekadar mengurus sebuah perusahaan biasa. Demi masa depan keluarga Tanoto sendiri, aku rasa lebih baik untuk sementara waktu biar semuanya kita serahin ke Kakek Gordon. Aku yakin nggak ada yang keberatan, bukan?”“Clinton?!”Dylan begitu marah dan sangat tidak menyangka Clinton akan berkata seperti itu. Bahkan Gordon sendiri juga kaget dirinya yang diminta untuk mengapalai keluarganya untuk sementara waktu. Walau begitu, di wajah Gordon tampak adanya senyuman tipis yang terulas.Gordon segera menyembunyikan senyum mencurigakannya itu dan melegakan tenggorokannya, “Ehem … aku sudah tua. Rasanya terlalu berat bagiku untuk mengurus masalah beginian lagi.”“Betul! Kondisi kesehatan Om Gordon sudah kurang bagus. Atau jangan-jangan kamu sengaja mau melawan aku. Dasar kurang ajar kamu, Clin
“Penyebab kematian kakek kamu pasti bakal dicari tahu sejelas-jelasnya, jadi kamu nggak usah khawatir. Sebagai kepala keluarga Tanoto sekarang ini, Kakek janji bakal memberikan jawaban yang adil,” tutur Gordon menjawab pertanyaan Yuna.“Kalau itu siapa pun pasti mengerti, Kakek Gordon. Tapi tetap saja kita harus mengambil kesimpulan secepatnya. Prosesi pemakaman Kakek nggak bisa diundur terus, Kakek Gordon harus bisa nentuin kapan batas waktunya.”“Kenapa buru-buru begitu, atau jangan-jangan kamu takut?” tutur Gordon dengan nada sedikit kesal.“Nggak ada gunanya kita berdebat terus. Aku takut atau nggak itu nggak penting. Yang aku mau cuma hasilnya. Aku cuma berharap penyebab kematian Kakek nggak digantung begitu saja tanpa ada konklusi yang jelas. Semua tetua di keluarga Tanoto turut hadir hari ini, dan Kakek Gordon dipercaya sebagai pemimpin. Aku percaya Kakek Gordon bisa meyakinkan kita semua, jangan cuma ngomong doang. Gimana kalau kita kasih waktu tiga hari?”“Tiga ….”“Dalam wakt
“Hati orang nggak cuma dingin, ada juga yang hangat. Yuna yang aku kenal bukan orang yang pesimis.”“Dari awal kamu sudah tahu kalau ini cuma permainan untuk merebut kekuasaan, tapi kamu masih mau menemani aku di sini. Maaf, ya,” kata Yuna dengan nada penuh penyesalan.Tiba-tiba Brandon membungkukkan tubuhnya dan menggigit bibir Yuna dengan keras. Kali ini bukan ciuman yang lembut, melainkan gigitan kuat yang sontak membuat Yuna kesakitan.Setelah melepaskan gigitannya, Brandon menatap mata Yuna dan berkata dengan serius, “Ingat gigitanku ini. Kalau lain kali kamu masih ngomong begitu, aku bakal gigit lebih keras lagi.”“Tapi kita berdua jadi nggak bisa ke mana-mana gara-gara aku. Dan aku yakin mereka nggak bakal ngasih jawaban yang aku harapkan.”Saat berada di ruang duka tadi, Yuna sudah menyadari bahwa tuduhan yang ditujukan kepadanya itu sebenarnya tak lebih dari siasat Dylan untuk merebut kekuasaan dari tangan Clinton. Yuna juga menyadari kalau Clinton sudah tahu semua itu, tapi d
Yuna kaget ketika melihat ternyata pintu Clinton tidak tertutup rapat, seakan Clinton memang sedang menunggu kedatangannya. Namun meski pintu tidak tertutup, Yuna tetap mengetuk pintunya dan melirik ke dalam.“Masuk,” sahut Clinton.Di dalam kamar itu hanya ada satu lampu meja yang menyala, sehingga pencahayaan jadi sedikit gelap. Clinton sedang duduk di bangkut yang terletak dekat jendela. Di depannya ada segelas kopi yang aromanya begitu menggoda, tapi tampaknya Clinton masih belum menyentuh gelasnya.“Clinton,” sapa Yuna.“Duduklah.”Raut wajah Clinto masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tapi Yuna dapat merasakan tatapan matanya sudah jauh lebih baik dibandingkan saat berada di ruang duka tadi.“Clinton, kamu ….”Yuna sempat terdiam sebentar ketika ingin bertanya, dia tidak tahu harus dari mana memulai percakapan dengannya.“Bukannya sudah kubilang kamu nggak usah pulang? Tapi kamu masih saja ngotot mau pulang,” kata Clinton dengan mengeluh, tapi Yuna masih bisa merasakan adany
Yuna memberikan aroma terapi itu langsung kepada Clinton, dan dia yakin tidak ada kesalahan sejauh ini.“Sehabis kamu ambil aroma terapinya, kamu sendiri yang tetesin untuk Kakek? Atau orang lain?”Clinton menatap lekat kedua mata Yuna seolah bisa menebak pikirannya. Tak lama Clinton pun mulai menggerakkan bibirnya mengucapkan nama seseorang yang juga sangat dekat dengan Gideon.“Pak Roji.”Tidak ada yang perlu dijelaskan terlalu banyak soal Pak Roji ini. Dia sudah bertahun-tahun bekerja sebagai pelayan pribadi Gideon yang sangat setia. Di satu rumah ini, tidak ada seorang pun yang meragukan kesetiaan Roji kepada Gideon.Namun dalam kasus ini, semua kecurigaan dan tuduhan jatuh kepada mereka bertiga karena Yuna dan Clinton juga tidak bisa membuktikan kalau mereka tidak bersalah. Oleh karena itu, ketiga orang ini pun menjadi sasaran empuk bagi Dylan dan juga Gordon. Ya, untuk sekarang memang belum ada bukti kuat yang menyatakan bahwa pembunuhnya adalah salah satu dari ketiga orang ini,
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S