“Aku bukan orang luar. Aku cucu menantunya Pak Gideon, dan aku juga bisa dibilang salah satu anggota keluarga Tanoto. Hari ini aku datang untuk berbelasungkawa atas kepergiannya Pak Gideon,” kata Brandon dan kemudian hendak menyusul Yuna.Akan tetapi, tongkat yang dipegang Gordon masih tidak bergerak. Gordon masih bersikeras tidak mengizinkan Brandon untuk masuk ke dalam.“Aku sudah dengar tentang pernikahan kalian, tapi sepertinya itu cuma sebatas janji lisan, dan kalian nggak pernah mengurus pernikahan kalian secara resmi. Tanpa itu, aku nggak bisa menganggap kamu sebagai satu keluarga. Keluarga Tanoto punya peraturan sendiri, dan karena kamu ada di sini, kamu harus mematuhi peraturan yang berlaku.”“Aku ….”Sebelum Brandon selesai berbicara, Yuna melayangkan tatapan matanya ke arah Brandon dan berkata, “Kakek Gordon benar. Kamu tunggu di sini saja sebentar. Aku nggak lama, kok.”Walaupun Yuna tidak berkata apa-apa selain ucapan singkat itu, Brandon bisa menangkap maksud Yuna dengan
Wewangian?Jadi … masalahnya ada di wewangian yang Yuna berikan tempo hari?“Iya, itu aku yang bikin. Belakangan ini Kakek lagi susah tidur, jadi aku bikin aroma terapi yang punya efek menenangkan supaya Kakek bisa tidur lebih nyenyak. Kenapa memangnya?”“Kenapa? Kamu masih berani tanya kenapa?” seru Dylan, “Justru wewangian itu yang bikin kakek kamu tidur untuk selamanya!”“Jadi, kalian menganggap penyebab kematiannya gara-gara aroma terapi itu?”Daripada terus berputar-putar tanpa akhir yang jelas, lebih baik Yuna langsung berbicara ke intinya.“Seharusnya kamu sendiri yang paling tahu apa yang ada di dalam wewangian itu,” kata Dylan.Di antara para tetua yang duduk di samping, tidak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Sejujurnya Yuna pun tahu apa yang ada di pikiran mereka. Dengan diam, itu berarti entah mereka setuju dengan Dylan dan menganggap ada sesuatu yang tidak beres dengan wewangian tersebut, atau mereka lebih memilih untuk tetap netral dan melihat ke mana arahnya k
“Hahaha ….”Tiba-tiba saja Yuna malah melepaskan suara tawa aneh yang membuat semua orang di tempat merinding. Di tempat dengan suasana yang begitu serius seperti ruang duka, bisa-bisanya dia malah tertawa. Tindakan Yuna ini benar-benar dianggap kurang ajar dan tidak menghormati orang yang lebih tua darinya.Sebagai tetua yang paling senior di sana, Gordon jadi merasa tersinggung dan membalas ucapan Yuna, “Yuna! Jangan kurang ajar kamu di depan kakek kamu! Bisa-bisanya kamu ketawa di saat kayak begini, mau ditaruh di mana muka kamu!”“Kakek Gordon, gimana aku nggak ketawa ngelihat lawakan begini. Kakek yang sudah ada di surga juga pasti bakal ketawa. Baru saja Kakek meninggal, tapi sudah ada orang yang nggak sabar mau bikin rusuh.”“Siapa yang bikin rusuh?” tanya Dylan.“Siapa lagi? Kamu pasti tahu siapa yang aku maksud! Dylan, aku menghormati kamu sebagai orang yang lebih tua, makanya selama ini aku panggil Om, tapi kamu sudah keterlaluan kali ini! Semua yang ada di sini juga tahu su
“Oke, kalau ternyata kematian Kakek ada penyebab lain, aku juga pasti bakal menyelidiki faktanya! Jadi … ayo kita lapor polisi saja! Karena kita berdua punya pandangan yang berbeda, lebih baik biar polisi saja yang menangani, supaya penyelidikannya berjalan adil dan jelas,” kata Yuna.Sebelum Yuna mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba Gordon menarik tangannya dan berkata, “Jangan lapor polisi!”“Iya, jangan lapor polisi,” timpal yang lain.“Keluarga kita punya sejarah yang panjang dan dipandang tinggi sama masyarakat. Terlepas dari siapa pun pelakunya, kita pasti bakal jadi bahan omongan orang lain kalau sampai insiden ini ketahuan sama orang luar. Masalah ini harus kita selesaikan secara internal. Siapa pun pelakunya akan diadili sesuai peraturan yang berlaku di keluarga ini, yang jelas orang luar nggak boleh ikut campur!”“Kakek Gordon! Masalah ini sudah menyangkut nyawa orang lain! Kalau ternyata benar-benar ada orang yang membunuh Kakek, mana mungkin bisa kita adili cuma berdasarkan hu
Tanpa menghiraukan Dylan sedikit pun, Clinton menatap Gordon yang berdiri di sampingnya dan berkata, “Urusan bisnis dan keluarga kita bukan masalah yang bisa dipandang sepele. Ini jauh lebih rumit daripada sekadar mengurus sebuah perusahaan biasa. Demi masa depan keluarga Tanoto sendiri, aku rasa lebih baik untuk sementara waktu biar semuanya kita serahin ke Kakek Gordon. Aku yakin nggak ada yang keberatan, bukan?”“Clinton?!”Dylan begitu marah dan sangat tidak menyangka Clinton akan berkata seperti itu. Bahkan Gordon sendiri juga kaget dirinya yang diminta untuk mengapalai keluarganya untuk sementara waktu. Walau begitu, di wajah Gordon tampak adanya senyuman tipis yang terulas.Gordon segera menyembunyikan senyum mencurigakannya itu dan melegakan tenggorokannya, “Ehem … aku sudah tua. Rasanya terlalu berat bagiku untuk mengurus masalah beginian lagi.”“Betul! Kondisi kesehatan Om Gordon sudah kurang bagus. Atau jangan-jangan kamu sengaja mau melawan aku. Dasar kurang ajar kamu, Clin
“Penyebab kematian kakek kamu pasti bakal dicari tahu sejelas-jelasnya, jadi kamu nggak usah khawatir. Sebagai kepala keluarga Tanoto sekarang ini, Kakek janji bakal memberikan jawaban yang adil,” tutur Gordon menjawab pertanyaan Yuna.“Kalau itu siapa pun pasti mengerti, Kakek Gordon. Tapi tetap saja kita harus mengambil kesimpulan secepatnya. Prosesi pemakaman Kakek nggak bisa diundur terus, Kakek Gordon harus bisa nentuin kapan batas waktunya.”“Kenapa buru-buru begitu, atau jangan-jangan kamu takut?” tutur Gordon dengan nada sedikit kesal.“Nggak ada gunanya kita berdebat terus. Aku takut atau nggak itu nggak penting. Yang aku mau cuma hasilnya. Aku cuma berharap penyebab kematian Kakek nggak digantung begitu saja tanpa ada konklusi yang jelas. Semua tetua di keluarga Tanoto turut hadir hari ini, dan Kakek Gordon dipercaya sebagai pemimpin. Aku percaya Kakek Gordon bisa meyakinkan kita semua, jangan cuma ngomong doang. Gimana kalau kita kasih waktu tiga hari?”“Tiga ….”“Dalam wakt
“Hati orang nggak cuma dingin, ada juga yang hangat. Yuna yang aku kenal bukan orang yang pesimis.”“Dari awal kamu sudah tahu kalau ini cuma permainan untuk merebut kekuasaan, tapi kamu masih mau menemani aku di sini. Maaf, ya,” kata Yuna dengan nada penuh penyesalan.Tiba-tiba Brandon membungkukkan tubuhnya dan menggigit bibir Yuna dengan keras. Kali ini bukan ciuman yang lembut, melainkan gigitan kuat yang sontak membuat Yuna kesakitan.Setelah melepaskan gigitannya, Brandon menatap mata Yuna dan berkata dengan serius, “Ingat gigitanku ini. Kalau lain kali kamu masih ngomong begitu, aku bakal gigit lebih keras lagi.”“Tapi kita berdua jadi nggak bisa ke mana-mana gara-gara aku. Dan aku yakin mereka nggak bakal ngasih jawaban yang aku harapkan.”Saat berada di ruang duka tadi, Yuna sudah menyadari bahwa tuduhan yang ditujukan kepadanya itu sebenarnya tak lebih dari siasat Dylan untuk merebut kekuasaan dari tangan Clinton. Yuna juga menyadari kalau Clinton sudah tahu semua itu, tapi d
Yuna kaget ketika melihat ternyata pintu Clinton tidak tertutup rapat, seakan Clinton memang sedang menunggu kedatangannya. Namun meski pintu tidak tertutup, Yuna tetap mengetuk pintunya dan melirik ke dalam.“Masuk,” sahut Clinton.Di dalam kamar itu hanya ada satu lampu meja yang menyala, sehingga pencahayaan jadi sedikit gelap. Clinton sedang duduk di bangkut yang terletak dekat jendela. Di depannya ada segelas kopi yang aromanya begitu menggoda, tapi tampaknya Clinton masih belum menyentuh gelasnya.“Clinton,” sapa Yuna.“Duduklah.”Raut wajah Clinto masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tapi Yuna dapat merasakan tatapan matanya sudah jauh lebih baik dibandingkan saat berada di ruang duka tadi.“Clinton, kamu ….”Yuna sempat terdiam sebentar ketika ingin bertanya, dia tidak tahu harus dari mana memulai percakapan dengannya.“Bukannya sudah kubilang kamu nggak usah pulang? Tapi kamu masih saja ngotot mau pulang,” kata Clinton dengan mengeluh, tapi Yuna masih bisa merasakan adany