“Siapa yang mau kamu temui?” tanya Calvin kening berlipat.Mobil melaju dan masuk ke dalam teras rumah. Sebelum mereka masuk ke dalam, sudah terdengar suara obrolan orang-orang di dalam ruang tamu. Suara tersebut terdengar sangat bahagia karena dipenuhi canda tawa.Cecilia tercenung sesaat dan melanjutkan langkahnya masuk ke rumah. Dia melihat ibunya yang duduk sambil bersandar di kursi. Di sampingnya ada sosok Sharon yang duduk di sana juga.Perempuan itu terdiam sesaat kemudian menyunggingkan seulas senyum dan berkata, “Ma, aku pulang. Sharon juga datang?”Sikapnya sangat alami dan tidak terlihat ada yang janggal. Ibunya mengangguk dan berkata, “Sharon sudah datang cukup lama. Dia menemani Mama ngobrol. Benar-benar anak yang baik! Kamu yang setiap hari sibukin sesuatu yang nggak jelas dan nggak ada waktu buat ngobrol sama Mama.”“Akhir-akhir ini di kantor ada banyak urusan. Mama tahu sendiri Om saja nyaris nggak bisa pegang semua pekerjaannya. Aku coba bantu sebisa aku,” ujar Cecili
“Cecilia, kenapa kamu bisa ada di sana?” tanya Sharon dengan tenang.“Oh, hari itu aku kebanyakan minum dan capek. Makanya aku putusin buat istirahat saja. Lagian aku juga sekalian jagain kamu. Aku hanya nggak menyangka kalau bisa benar-benar terlelap,” kata Cecilia sambil menggaruk kepalanya.“Maaf. Oh iya, sebenarnya apa yang terjadi?”Sharon tidak berkata apa pun dan hanya menatap Cecilia. Kedua bola mata itu seakan sedang mencari kebenaran di mata sahabatnya. Meski dilihat seperti itu oleh Sharon, ekspresi Cecilia tidak terlihat aneh. Bahkan perempuan itu terlihat seperti tidak berdosa dan kebingungan.“Awalnya aku mau tanya sama kamu kenapa wartawan yang seharusnya datang jam 10 bisa datang setengah jam lebih awal. Tapi sekarang aku rasa sudah nggak perlu tanya lagi,” kata Sharon.“Ha? Kenapa? Mereka datang setengah sepuluh? Kenapa cepat sekali?” tanya Cecilia dengan mata melebar.“Iya, kenapa cepat sekali?” Cecilia tersenyum tipis sambil menunduk dan berkata lagi, “Mungkin memang
“Nggak apa-apa, perasaannya sedang nggak baik,” jawab Cecilia sambil mengangkat kedua bahunya.“Ma, katanya mau masak sop?” tanya Cecilia sambil tersenyum.“Kenapa kamu hobi sekali makan? Kemarin kamu bilang sudah ada pasangan, sebenarnya siapa? Kenapa nggak lihat kamu bawa dia pulang?”“Sudah putus,” jawab Cecilia dengan santai.Tania terdiam dan berkata lagi, “Putus? Kenapa tiba-tiba putus? Bukannya kamu bilang mau bawa pulang ….”“Ma, anak muda yang pacaran pasti cocok-cocokan. Kalau cocok lanjut, kalau nggak berarti putus. Bukannya ini normal?” sahut Cecilia sambil mengibaskan tangannya. Dengan acuh dia berkata, “Ma, jangan khawatir. Aku pasti akan bawa calon menantu yang terbaik untuk Mama!”Melihat sikap tidak peduli putrinya membuat Tania menghela napas dan berkata, “Nggak mungkin nggak khawatir, besok perempuan itu sudah mau papa kamu-“Dia menghentikan ucapannya karena setiap mengucapkan kalimat itu pasti akan membuat hatinya sakit. Gerakan Cecilia ketika makan sesuatu juga te
Sebelum Tania menjawab, tiba-tiba Cecilia tertawa dan berkata, “Aku hanya berharap saja. Bagus kalau bisa seperti itu. Iya, kan?”“Iya,” jawab Tania sambil memandang putrinya.Meski dia berpikir seperti itu, Tania tidak pernah berpikir untuk membunuh seseorang. Dia masih tidak berani melakukannya. Akan tetapi, apakah Cecilia berkata seperti itu atas dasar dilakukan tanpa sengaja atau ….Tania menatap ke arah Cecilia lagi karena merasa tidak tenang. Melihat putrinya yang lanjut makan dan memasang raut wajah polos membuat Tania merasa dia yang terlalu banyak berpikir.Kota Kanita.Meski Asosiasi Peracik Aroma tidak begitu terkenal di publik, mereka cukup terkenal di dalam industrinya sendiri. Bisa memiliki pekerjaan dengan posisi sebagai peracik aroma biasanya pasti memiliki beberapa penghargaan yang baik. Tentu saja usia mereka semua sudah tidak muda lagi.Oleh karena itu Yuna merasa cukup terkejut bisa mendapatkan surat undangan. Dia terbilang cukup muda dalam bidang ini dan tidak bany
Dari bentuk tulisannya tidak bisa terlihat ada tanda-tanda apa pun. Akan tetapi kenapa baru awal saja sudah memberikan Yuna ujian?Yuna tertawa dan meletakkan surat itu kembali ke atas meja. Dia mengambil beberapa botol kecil dan melihatnya. Botol itu merupakan botol biasa tempat menyimpan parfum. Di surat tadi menuliskan dia harus membuat minimal dua aroma yang berbeda, tetapi botol yang disiapkan ada enam buah.Orang itu seakan sudah menebak dia akan menerima ujian ini. Apakah orang dulu yang diundang juga melewati ujian yang sama?Waktu yang diberikan selama satu minggu, Yuna memutuskan untuk mengelilingi halaman depan terlebih dahulu agar dapat mengenali tempat tersebut. Tanaman yang ada di depan sana memang seperti yang tertulis di dalam surat. Ada banyak sekali bahan alami untuk membuat aroma, tetapi semuanya biasa saja. Tanaman itu sering digunakan secara umum.Di halaman belakang terdapat sebuah rumah seperti laboratorium. Tidak begitu luas, tetapi ada peralatan yang dibutuhkan
Malam hari di Kota Kanita terkenal karena keramaiannya. Di sana terdapat berbagai jenis kelab yang tentu saja terdapat berbagai jenis orang. Akan tetapi, tidak banyak orang yang tahu kalau sekitar satu kilometer dari pusat kota terdapat sebuah jalan kecil yang sepi. Di dalam sana terdapat beberapa kelab yang tidak begitu ramai dan hanya diketahui sekelompok orang saja.Di sini bisa ditemukan berbagai toko kecil yang sesuai dengan hobi setiap orang. Kemungkinan juga bisa menemukan orang yang memiliki hobi sejenis. Tidak banyak orang di sana, dan hanya beberapa lampu yang hidup dan toko yang sedang buka.Satu sosok bayangan kurus datang menghampiri sebuah toko. Dia melihat nama yang tergantung di atas pintu masuk dan membacanya, “Night Fragrance, ini dia tempatnya!”Sebelum datang dia sudah mencari tahu kalau tempat ini mungkin tidak terkenal bagi orang pada umumnya. Akan tetapi bagi kalangan peracik aroma, tempat ini merupakan tempat yang menarik. Karena di sana terdapat orang-orang yan
Keadaan toko itu cukup sunyi. Sedikit saja keributan di toko itu akan mudah menarik perhatian orang lain.“Kalah! Kalah! Kali ini kamu pasti kalah!”“Jangan ngomong begitu dulu, masih belum tentu!”“Kita sudah pernah cobain punya dia, aku nggak percaya kamu jauh lebih baik dibandingkan dia.”Yuna menoleh ke arah itu dan berkebetulan dengan karyawan yang membawa beberapa gelas air. Karyawan itu meletakkannya di hadapan Yuna dan buru-buru dia bertanya, “Apa yang sedang mereka lakukan?”Bar atau kelab biasa, kemungkinan mereka tengah adu minum alkohol. Akan tetapi tempat ini bukan tempat seperti itu. Karyawan tadi menoleh ke arah yang ditunjuk Yuna dan tertawa sambil berkata, “Karena kamu baru pertama kali datang, jadi masih nggak begitu mengerti. Tapi kamu kemungkinan juga peracik aroma, bukan? Kenapa bisa nggak tahu ‘Dupa Surgawi’?”“Dupa Surgawi? Bukannya itu salah satu dupa yang dibuat dengan khusus?”“Yang aku maksud adalah sebuah permainan,” sahut orang itu. Dia mengambil selembar k
Terdorong rasa penasaran, Yuna beranjak dari meja bar dan berjalan mendekati kerumunan itu. Setelah mendekati mereka, Yuna melihat di tengah meja terdapat sebuah rumput yang kelihatannya tak lebih dari sekadar rumput biasa.“Kalian semua nggak ngerti. Kalau nggak percaya, coba saja cium ini!”Gadis itu masih berkukuh menganggap rumput yang dia bawa adalah barang berharga. Akan tetapi, kegigihannya ini tentu saja mengundang tawa orang-orang yang mendengar perkataannya.“Sudahlah, mau dicium berapa kali pun tetap saja itu cuma rumput biasa. Paling-paling bau rumput biasa. Memangnya kamu bisa cium bau apa dari rumput itu? Ayam goreng? Hahaha ….”Diawali dengan satu ledekan, yang lainnya pun satu per satu ikut meledek, “Sudahlah, mending ngaku kalah saja, nggak usah malu. Tapi kamu berani bawa rumput beginian ke tempat ini, sih ….”Mungkin karena merasa sudah jelas siapa yang menang dan tidak menarik lagi, mereka pun satu per satu bubar hingga tak ada lagi satu orang pun yang peduli dengan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi