“Kenzi. Nurut, ya. Kan sudah kubilang jangan masuk ke kamar ini, ‘kan? Kakek lagi perlu istirahat, kamu main di kamar sendiri saja, ya,” kata Chermiko.Kenzi pun menurutinya dan tidak lagi masuk ke dalam, tetapi dia juga tidak mau pergi dan hanya berdiri di depan pintu saja dengan mata tertuju kepada Juan.“Kakek ….”“Sini!” sahut Juan sambil melambaikan tangan.“Kakek!” seru Chermiko, dia bermaksud Juan jangan sampai lengah hanya karena merasa iba dan malah jadi berbahaya untuk Kenzi.Namun di situ Juan berkata, “Kita bertiga tinggal di bawah atap yang sama. Kalau memang menular, pasti sudah dari kemarin-kemarin. Para pelayan di rumah ini jarang dekat-dekat sama aku, tapi mereka juga sakit. Berhubung dari awal Kenzi nggak diungsikan keluar, biar saja dia bebas di sini, biar dia menghadapi ini bareng kita semua.”Chermiko tadinya masih ingin membantah, tetapi setelah mendengar itu, dia mengurungkan niatnya. Benar juga, kalau memang menular, pasti sudah dari awal Kenzi juga tertular. To
Kenzi menoleh, wajahnya dia tempelkan ke tangan Juan dan dengan patuhnya diam di tempat. Juan tadinya ingin membiarkan Kenzi bermain di kamarnya agar dia bisa menjaganya.Chermiko juga merasa kasihan melihat Kenzi, tetapi kemudian dia menyadari ada yang aneh.Chermiko langsung maju, tapi Kenzi spontan mundur ke belakang menghindari Chermiko karena takut akan dibawa pergi. Ketika melihat Chermiko meraih Kenzi, Juan refleks ingin menghadangnya, tetapi setelah dilihat lagi. Dia terkejut dan tidak jadi menghadang Chermiko. Chermiko langsung memegang leher Kenzi dan berkata dengan halus, “Kenzi, jangan bergerak dulu. Coba kulihat.”Kemudian dia menyibak bagian belakang rambut Kenzi dan menarik kerah bajunya ke bawah, memperlihatkan leher Kenzi yang putih. Kenzi tidak melawan ataupun melarikan diri, karena dia tahu Chermiko bukan ingin mengusirnya, jadi dia patuh saja.Di leher Kenzi terdapat bercak berwarna merah yang sekilas terlihat seperti penyakit kulit, tapi bukan. Selain itu juga ada t
“Kamu juga coba lihat sini,” kata Juan.Chermiko dipenuhi dengan tanda tanya di kepalanya, tetapi dia juga meletakan jarinya di atas pergelangan tangan Kenzi untuk mengecek. Nadinya sekilas terlihat normal, sama seperti ketika sedang sehat, tetapi yang namanya anak kecil pasti akan lebih cepat sedikit.Chermiko tidak bisa merasakan ada yang berbeda, maka dia pun menatap Juan kebingungan mencari jawabannya. Akan tetapi Juan hanya tersenyum kepadanya seakan sedang menunggu Chermiko menemukan jawabannya.Maka Chermiko kembali fokus, tetapi dia masih tidak bisa menemukan kejanggalan yang dari tadi dia cari.“Kakek, Kenzi sehat-sehat saja.”“Ya, dia memang sehat,” balas Juan tersenyum tipis. Dia cukup puas dengan hasil ini. Seorang anak kecil bisa tetap sehat di situasi seperti ini tentu adalah hal yang tidak mudah. Baginya ini merupakan kabar yang sangat baik.“Tapi … dari nadi nggak terlihat ada yang beda, ‘kan?”Maksud Juan adalah jangan hanya melihat Kenzi sudah sehat saja, tetapi juga
“Kamu main di kamar sendiri dulu, ya. Kakek capek mau istirahat,” kata Juan sambil menepuk pantat Kenzi.Kenzi sangat pintar. Dia tidak begitu mengerti apa yang terjadi beberapa hari terakhir ini, tetapi dia cukup kooperatif. Belum lagi Brandon sempat berpesan sebelum dia pergi agar Kenzi menurut apa kata Juan dan Chermiko.“Oke, kalau Kakek kangen sama aku, panggil saja.”Kenzi pun berbalik dan menuruni kasur dengan kedua tangannya. Chermiko melihat itu berinisiatif untuk menggendongnya turun. Begitu sampai di depan pintu kamar, Chermiko menurunkannya dan berkata, “Kamu mau makan apa? Nanti aku minta beliin.”Mengira Kenzi akan kegirangan, tetapi nyatanya dia malah menggelengkan kepala dan berkata, “Nggak. Papa bilang aku nggak boleh ngerepotin orang lain. Sekarang Kakek lebih penting, jadi Om Chermiko jagain Kakek saja!”Suaranya yang begitu menggemaskan menyimpan sifat yang dewasa. Chermiko sungguh tidak bisa berkata-kata. Dulu dia selalu berpikir kalau anak kecil itu adalah makhluk
Rupanya dari tadi Juan terus menahan sakit dengan tekad bulat. Dia tidak ingin membuat Kenzi cemas dan melihat pemandangan yang mengerikan ini. Sedangkan Chermiko sebagai dokter malah sungguh mengira kakeknya sudah membaik.Betapa bodoh dan lugunya dia! Chermiko jadi sangat membenci dan menyalahkan diri sendiri yang tidak waspada. Lantas, dia pun membantu Juan berbaring di kasurnya dan meraba nadinya. Napasnya sangat tidak karuan, dan nadinya juga kadang cepat kadang lambat.“Kakek!”“Nggak apa-apa! Ambilkan handuk!”Chermiko bergegas mengambilkan dua handuk. Satu basah dan satu kering. Ketika melihat itu, Juan tersenyum dan berkata kepadanya, “Pintar kamu!”Dia ingin berkata sekarang Chermiko sudah cukup pintar. Tanpa perlu diingatkan dia sudah membawakan dua handuk, tetapi sayangnya dia tidak punya energi, bahkan untuk mengatakan dua kata sederhana itu saja sangat sulit.Chermiko mana bisa merasa berbangga diri mengetahui kakeknya sedang sekarat. Bisa untuk tidak menangis saja sudah
Setelah itu Juan kembali tertidur sama seperti dua hari yang lalu, hanya saja kali ini dia tertidur sangat lelap dan tak bisa dibangunkan. Chermiko mengamati, kelopak mata Juan tidak bergerak cepat lagi, yang mana berarti dia berada dalam kondisi tidur sangat nyenyak. Namun karena ada sedikit rasa cemas, Chermiko memeriksa naas dan nadinya. Walaupun masih sangat lemah, paling tidak Juan sudah tak berada dalam bahaya lagi. Bisa dibilang ini mukjizat baginya.Betapa galau dan bimbangnya Chermiko, di satu sisi dia tidak ingin membuang waktu di sini, tetapi di sisi lain dia tidak bisa melakukan itu karena situasinya saat ini.Di sini hanya ada dia yang bisa menjaga sisa penghuni rumah lainnya. Jika dia pergi, bagaimana dengan Juan, bagaimana dengan Kenzi, dan para pengawal rumahnya …?Setelah dipikir-pikir lagi, dia pun berdiri dan pergi ke balkon untuk melihat ke bawah. Dia menyaksikan pekarangan luas dengan hawa yang sangat mengenaskan. Bahkan tanaman yang biasanya tumbuh kuat di bawah s
Yuna sudah pernah coba merusak jendelanya. Suara keributannya cukup besar, tetapi tidak ada tanda-tanda retak sedikit pun. Orang yang berjaga di luar juga bahkan tidak mengecek, yang berarti mereka sangat percaya diri Yuna tidak akan bisa kabur.Setelah berusaha mencari jalan keluar hampir satu hari penuh, bukan hanya lelah saja yang Yuna rasakan, tetapi upayanya pun sia-sia. Untung saja di dalam kamar ini masih ada jam dinding. Semula Yuna masih biasa saja, berpikir kalau mereka cepat atau lambat akan datang. Akan tetapi tak disangka bahkan setelah tiga hari berlalu pun, mereka tidak datang. Di luar kedua anak Yuna yang makin hari makin tak bisa diam, setiap hari Yuna lewati tanpa ada perbedaan.Dia hanya bisa bergerak di dalam kamar. Lambat laun badannya mulai terasa berat hingga untuk berjalan pun rasanya lamban. Jika dia mengambil tindakan, kesempatannya untuk lolos pun sangat kecil.“Hey, aku mau ketemu pimpinan kalian!” kata Yuna kepada dua orang yang berjaga di depan. Namun sama
Namun yang datang ternyata bukanlah pimpinan mereka seperti apa yang Yuna nantikan, ataupun seseorang yang misterius. Yang datang justru adalah orang mengenakan jubah dokter berwarna putih dan memakai masker. Dua orang perawat yang mengikutinya juga membawa kotak peralatan, yang mana dengan melihat sekilas saja sudah bisa ditebak mereka pasti dokter.Yuna sungguh tidak menyangka mereka begitu cerdas. Bukannya menampakkan diri, malah mengirimkan dokter. Tadi Yuna sudah berbohong mengatakan sudah mau melahirkan. Jika memang begitu, maka dokter tentu bisa membantu. Jika bukan, mereka akan tahu Yuna telah berbohong.Dokter itu berjalan makin lama makin mendekat, dan tanpa basa basi langsung memulai pemeriksaan. Dua perawat juga turut melakukan perintah dokter setelah mereka menaruh kotak peralatan.Si dokter ingin mengambil stetoskop, ketika kotak peralatannya terbuka, Yuna mencermati alat-alat yang ada di dalam, dan secepat kilat mengambil sebuah jarum, memiting leher si dokter itu dan me