Batuk Edgar dengan segera kembali menyita perhatian mereka bertiga, khususnya Bella, yang langsung memegangi bahu ayahnya dan berkata, “Papa? Papa?!”Namun Edgar tidak berkata apa-apa untuk memberi respons terhadap panggilan Bella. Mungkin lebih tepatnya dia memang tidak bisa berbicara karena kondisinya yang sudah begitu lemah. Batuknya begitu hebat tetapi tidak menunjukkan gejala sesak napas. Setelah beberapa saat Edgar terus terbatuk tiada henti, tiba-tiba dia memuntahkan darah segar dalam jumlah yang cukup banyak.Darah itu sebagian tumpah ke lantai, dan sebagian lagi berceceran di seprai kasur. Situasinya terlihat cukup mengerikan sampai Fahrel pun tertegun dan seketika tidak tahu harus berkata apa lagi.“Papa … Papa kenapa?!” seru Bella panik dengan suara terisak. Sembari menjerit, dia melirik Brandon dan bertanya padanya, “Kak Brandon, papaku ….”“Ngapain kamu masih panggil dia! Apa kamu nggak lihat kondisi papa kamu sekarang? Kalau nggak segera dibawa ke rumah sakit sekarang, ki
“Bella, kamu jaga papamu. Jangan sampai ada seorang pun yang mengganggu. Aku mau ke bawah sebentar nunggu yang jemput papamu datang. Nanti papamu bakal langsung dibawa ke rumah sakit swasta. Tenang saja, nyawa papamu nyawaku juga! Biar aku yang tangani semuanya. Waktu mama kamu nggak ada, ada aku yang jagain kamu. Andaikan hari ini amit-amit terjadi sesuatu sama papa kamu, ada aku juga yang menemani!” Fahrel menepuk bahunya dengan bangga sebagai jaminan kalau dia siap menanggung semuanya. “Bella, kamu dengar, nggak? Sekarang situasinya sudah darurat begini, jangan sampai kamu salah mengambil tindakan!”Bella sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi melihat keadaan ayahnya yang begitu mengkhawatirkan, maka tanpa pikir panjang dia pun langsung menyetujui saja hasutan Fahrel, “Iya …”Walau masih merasa sedikit khawatir membiarkan Bella berdua dengan Brandon di kamar, Fahrel tetap harus turun ke bawah untuk melihat situasi. Dengan penuh keraguan di hati, Fahrel pun tetap turun ke bawah
Terserah apakah kata-kata Brandon tadihanya sekadar hiburan atau memang benar, yang jelas di saat itu Bella sudah merasa jauh lebih baik. Ya, sewaktu terakhir kali Yuna datang, dia bilang kalau Edgar terkena racun, dan waktu itu Yuna berhasil mengeluarkan jarum yang mengontrol perilaku Edgar. Sekarang giliran Brandon yang datang membawakan obatnya. Andaikan Edgar tidak terselamatkan, untuk apa Yuna dari awal harus repot-repot membuat obatnya. Berarti, batuk dan muntah tadi memang benar adalah reaksi akibat racun yang keluar. Dengan begitu, Bella tidak perlu khawatir lagi, bukan?Seketika terdengar suara yang cukup besar datang dari lantai bawah. Sebelum Fahrel membuka pintu dan masuk ke dalam amar, suaranya sudah masuk terlebih dahulu, “Kalian hati-hati sedikit, jangan sampai terbentur sana sini, atau kepala kalian sendiri yang jadi korban nanti. Dan juga jangan sampai orang lain tahu. Jaga mulut kalian, paham?!”“Siap!” jawab siapa pun itu yang berada di luar sana. Mereka ini adalah o
“Uhuk-uhuk ….”Batuk kali ini terdengar relatif ringan dibandingkan yang sebelumnya. Batuknya tergolong ringan seperti sedang masuk angin, tetapi suara itu membuat Fahrel berhenti berbicara dan langsung menoleh ke arah asal suara itu.“Papa?” sahut Bella.Saat itu dia dengan perasaan lega melihat sang ayah akhirnya membuka matanya. Akhirnya dia mulai sadar juga meski terlihat linglung dan masih terbatuk-batuk.“Papa?!” seru Bella memanggil ayahnya sekali lagi untuk memastikan. Dia ingin membuat ayahnya sadar, tetapi di satu sisi, dia juga takut ayahnya akan kembali seperti dulu, di mana dia masih dalam kendali Rainie, bersikap dingin kepadanya, dan hanya mendengar nasihat dari pamannya. Dia sungguh ragu, perasaan senang bercampur tegang membuatnya harus berhati-hati dalam bertindak.Edgar menarik napas dan menjawab dengan suara lirih, “Ya.” Jawabannya singkat, hanya satu kata pendek, tetapi satu patah kata itu memberikan energi yang tak terbatas bagi Bella.“Papa! Akhirnya Papa sadar j
Saat ini Edgar masih tidak punya tenaga, bahkan untuk mengangkat kelopak matanya saja terasa sangat berat, tetapi dia masih bisa memberikan tatapan dingin kepada Fahrel yang membuatnya langsung tutup mulut.“Terima kasih sudah menjagaku selama aku lagi koma,” kata Edgar, dengan suara yang terasa sangat berat dan kelelahan.Fahrel merasa tersanjung mendapat pujian dari kakak iparnya, dan dia pun menanggapinya dengan tawa seraya berkata, “Nggak juga lah, aku cuma membantu sedikit saja! Sudah sewajarnya aku membantu sebagai satu keluarga! Kak Edgar sekarang gimana? Apa ada yang masih sakit? Kalau menurutku sebaiknya kita ke rumah sakit saja sekarang. Berhubung sekarang Kak Edgar sudah sadar, lebih baik kita langsung ke rumah sakit militer. Di sana fasilitasnya lebih bagus, jadi pengobatannya juga pasti lebih efektif dibanding rumah sakit lain. Paling tidak masih lebih baik daripada cuma bersembunyi di sini terus.”“Selama Papa tertidur, rumah kita kedatangan banyak orang, ya?” tanya Edgar
“Berangkat ke mana?! Sudah gila ya kamu?!” Seketika itu Edgar langsung mengamuk dan melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Fahrel.“Kak Edgar!”Fahrel menghindari lemparan bantalnya. Edgar baru saja bangun dan masih tidak punya tenaga sedikit pun. Bantal yang dia lempar juga sebenarnya hanya sampai ke tepi kasur. Bahkan tanpa perlu menghindar pun, bantal itu tidak akan mengenai Fahrel. Akan tetapi Edgar memang punya aura yang kuat, ditambah lagi perangai sangarnya yang sudah mendarah daging sehingga Fahrel belum apa-apa sudah takut padanya. Saat Edgar masih tertidur, Fahrel sempat memaki Bella, alhasil dia pun menjadi target amarah Edgar.“Dasar nggak berguna! Aku cuma tertidur beberapa hari saja sampai jadi kacau begini. Kamu sudah merasa hebat cuma dikasih kekuasaan selama beberapa hari saja, hah? Jangan pikir aku nggak tahu sama semua perbuatan kamu selama ini. Sekarang cepat kamu pergi dari rumahku, awas saja jangan sampai kamu muncul lagi di depan mukaku!”Dalam hati Fahrel
Sekarang di kamar hanya tersisa Edgar dan Brandon berdua saja. Atmosfer terasa jauh lebih santai sekarang, dan Brandon bisa menghadapi Edgar dengan sikap yang santai seolah mereka berdua adalah teman lama. Bahkan Brandon tak ragu untuk menarik kursi dan duduk di dekat Edgar.“Gimana badan kamu sekarang?” tanya Brandon.“Dadaku masih terasa sedikit sesak, kepala juga masih terasa berat, tapi … sudah lebih mending dibanding tadi,” jawab Edgar dengan satu tangan bersandar di dadanya sambil terbatuk kecil. Suara batuknya kali ini tidak seperti sebelumnya, tetapi lebih seperti tertahan. Suaranya juga tidak terlalu besar.“Wajar saja, karena kamu sudah tertidur selama berhari-hari. Jangankan untuk orang sakit, orang normal saja kalau tidur selama itu pasti bakal pusing kepalanya. Tapi … kamu pasti ada sedikit tahu apa saja yang terjadi selama ini, ‘kan?”“.…”“Aku yakin kamu paham apa yang aku maksud,” ujar Brandon menambahi.“Ya, sebelumnya badanku memang dikendalikan, tapi kesadaranku masi
Padahal, saat itu jelas-jelas Edgar sudah waspada dan bisa saja melawan Rainie terlebih dahulu, tetapi dia tidak menyangka Rainie akan menggunakan cara yang berada di luar dugaannya.“Aku nggak tahu. Racun yang Rainie pegang, atau lebih tepatnya sesuatu yang diteliti oleh organisasi itu adalah virus jenis baru. Dan juga seharusnya penelitian mereka itu sudah berjalan untuk waktu yang lama banget, makanya bisa langsung meledak seperti sekarang.”Sebenarnya Edgar juga sedikit banyak tahu tentang wabah yang sempat meledak di Asia Selatan dulu, dan sebagai orang yang memegang jabatan tinggi, dia tentu saja tahu beberapa informasi rahasia yang tidak disebarluaskan kepada orang lain. Edgar hanya tak habis pikir kalau ternyata Rainie ikut terlibat di dalamnya, dan malah menjadi salah satu korbannya.“Sekarang, proyek vaksin itu sudah jatuh ke tangan merea!” kata Edgar. Ketika Edgar melihat dirinya sendiri menarik kembali proyek itu dan memberikannya kepada Fahrel, dia tidak sabar ingin membua
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta