Saat ini Edgar masih tidak punya tenaga, bahkan untuk mengangkat kelopak matanya saja terasa sangat berat, tetapi dia masih bisa memberikan tatapan dingin kepada Fahrel yang membuatnya langsung tutup mulut.“Terima kasih sudah menjagaku selama aku lagi koma,” kata Edgar, dengan suara yang terasa sangat berat dan kelelahan.Fahrel merasa tersanjung mendapat pujian dari kakak iparnya, dan dia pun menanggapinya dengan tawa seraya berkata, “Nggak juga lah, aku cuma membantu sedikit saja! Sudah sewajarnya aku membantu sebagai satu keluarga! Kak Edgar sekarang gimana? Apa ada yang masih sakit? Kalau menurutku sebaiknya kita ke rumah sakit saja sekarang. Berhubung sekarang Kak Edgar sudah sadar, lebih baik kita langsung ke rumah sakit militer. Di sana fasilitasnya lebih bagus, jadi pengobatannya juga pasti lebih efektif dibanding rumah sakit lain. Paling tidak masih lebih baik daripada cuma bersembunyi di sini terus.”“Selama Papa tertidur, rumah kita kedatangan banyak orang, ya?” tanya Edgar
“Berangkat ke mana?! Sudah gila ya kamu?!” Seketika itu Edgar langsung mengamuk dan melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Fahrel.“Kak Edgar!”Fahrel menghindari lemparan bantalnya. Edgar baru saja bangun dan masih tidak punya tenaga sedikit pun. Bantal yang dia lempar juga sebenarnya hanya sampai ke tepi kasur. Bahkan tanpa perlu menghindar pun, bantal itu tidak akan mengenai Fahrel. Akan tetapi Edgar memang punya aura yang kuat, ditambah lagi perangai sangarnya yang sudah mendarah daging sehingga Fahrel belum apa-apa sudah takut padanya. Saat Edgar masih tertidur, Fahrel sempat memaki Bella, alhasil dia pun menjadi target amarah Edgar.“Dasar nggak berguna! Aku cuma tertidur beberapa hari saja sampai jadi kacau begini. Kamu sudah merasa hebat cuma dikasih kekuasaan selama beberapa hari saja, hah? Jangan pikir aku nggak tahu sama semua perbuatan kamu selama ini. Sekarang cepat kamu pergi dari rumahku, awas saja jangan sampai kamu muncul lagi di depan mukaku!”Dalam hati Fahrel
Sekarang di kamar hanya tersisa Edgar dan Brandon berdua saja. Atmosfer terasa jauh lebih santai sekarang, dan Brandon bisa menghadapi Edgar dengan sikap yang santai seolah mereka berdua adalah teman lama. Bahkan Brandon tak ragu untuk menarik kursi dan duduk di dekat Edgar.“Gimana badan kamu sekarang?” tanya Brandon.“Dadaku masih terasa sedikit sesak, kepala juga masih terasa berat, tapi … sudah lebih mending dibanding tadi,” jawab Edgar dengan satu tangan bersandar di dadanya sambil terbatuk kecil. Suara batuknya kali ini tidak seperti sebelumnya, tetapi lebih seperti tertahan. Suaranya juga tidak terlalu besar.“Wajar saja, karena kamu sudah tertidur selama berhari-hari. Jangankan untuk orang sakit, orang normal saja kalau tidur selama itu pasti bakal pusing kepalanya. Tapi … kamu pasti ada sedikit tahu apa saja yang terjadi selama ini, ‘kan?”“.…”“Aku yakin kamu paham apa yang aku maksud,” ujar Brandon menambahi.“Ya, sebelumnya badanku memang dikendalikan, tapi kesadaranku masi
Padahal, saat itu jelas-jelas Edgar sudah waspada dan bisa saja melawan Rainie terlebih dahulu, tetapi dia tidak menyangka Rainie akan menggunakan cara yang berada di luar dugaannya.“Aku nggak tahu. Racun yang Rainie pegang, atau lebih tepatnya sesuatu yang diteliti oleh organisasi itu adalah virus jenis baru. Dan juga seharusnya penelitian mereka itu sudah berjalan untuk waktu yang lama banget, makanya bisa langsung meledak seperti sekarang.”Sebenarnya Edgar juga sedikit banyak tahu tentang wabah yang sempat meledak di Asia Selatan dulu, dan sebagai orang yang memegang jabatan tinggi, dia tentu saja tahu beberapa informasi rahasia yang tidak disebarluaskan kepada orang lain. Edgar hanya tak habis pikir kalau ternyata Rainie ikut terlibat di dalamnya, dan malah menjadi salah satu korbannya.“Sekarang, proyek vaksin itu sudah jatuh ke tangan merea!” kata Edgar. Ketika Edgar melihat dirinya sendiri menarik kembali proyek itu dan memberikannya kepada Fahrel, dia tidak sabar ingin membua
Di saat itu pintu kamar diketuk dan mereka mendengar suara Bell dari luar, “Papa.”“Masuk,” jawab Edgar.Bella datang membawakan nampan yang berisi bubur dan beberapa makanan kecil lainnya yang disajikan dalam piring-piring kecil.“Pa, tadi aku minta mereka masak bubur dan beberapa makanan ringan. Ayo dimakan dulu,” kata Bella. “Papa masih baru bangun jadi jangan makan yang terlalu berminyak dulu.”“Oke,” jawab Edgar mengangguk. Dia sudah cukup lapar. Ketika melihat di meja kecilnya sudah tersaji beberapa lauk yang terlihat lezat, dia pun duduk tegak dan mulai menyantap buburnya dengan lahap. Sementara itu Brandon pergi ke luar kamar untuk menerima panggilan telepon.“Papa, sekarang gimana badannya?” tanya Bella dengan penuh perhatian.“Sudah jauh mendingan. Terima kasih, ya, untuk bantuan kamu selama Papa tertidur. Kamu pasti kerepotan banget, ya,” sahut Edgar tersenyum.“Nggak, kok, Pa.”Jawaban Bella berasal dari lubuk hatinya yang terdalam dan tidak dibuat-buat. Selama ini meski m
“Apa aku bakal mati?” tanya Edgar.“Nggak, bukan itu maksudnya. Bukan berarti nggak akan mati juga, tapi mungkin badanmu akan menunjukkan beberapa gejala seperti tenaga yang sudah nggak sebesar biasanya. Kemampuan fisik pasti akan berkurang, dan yang paling menakutkannya itu adalah kerusakan organ, sama … kerusakan otak.”Semua itu masih tidak bisa diprediksi dan membutuhkan waktu untuk terus diamati. Cara yang paling baik tentu saja adalah dengan meminta Yuna untuk menginap di sana untuk memantau kondisi Edgar setiap harinya, tetapi itu jelas tidak mungkin. Saat ini Yuna masih berada di pusat penelitian vaksin dan sedang tidak memungkinkan baginya untuk pergi.“Nggak apa-apa, yang penting untuk sekarang ini aku nggak akan mati,” ucap Edgar dengan tenang tanpa ada gejolak emosi sedikit pun. Dia sudah mengalami banyak cobaan hidup. Sewaktu mudanya dia pernah terlibat dengan baku tembak, jadi hanya bahaya kecil seperti ini tidak akan membuatnya takut. Apalagi, saat ini masih banyak hal y
Di siang hari yang panas terik, Yuna dengan pakaian pelindungnya yang tebal sibuk bekerja dengan cekatan di lab. Koridor di tempat penelitian itu sepi tidak ada orang yang lewat.Biasanya sebagian besar pekerja sibuk di siang hari dan baru akan sepi ketika malam tiba. Namun selama dua hari terakhir mengamati, Yuna mendapati situasi di lab tempat dia bekerja ini justru terbalik. Makin malam justru makin banyak orang yang bekerja, dan lab baru sepi ketika matahari sudah bersinar terang.Sebenarnya tempat ini sudah sepenuhnya menjadi daerah kekuasaan mereka dan bisa saja mereka bekerja seperti biasa tanpa harus sembunyi-sembunyi. Namun mungkin karena sudah terbiasa seperti itu, atau memang di malam hari baru eksperimennya efektif, yang jelas jam kerja di sini terbalik dengan jam kerja normal.Akan tetapi ini justru menguntungkan Yuna apabila dia ingin melakukan sesuatu. Dia tidak perlu bergadang dan harus melakukan persiapan yang terlalu banyak. Dia cukup bekerja seperti biasa saja. Di si
Secara spontan Yuna langsung menarik kembali tangannya. Sesaat yang lalu dia merasa seperti mendapat godaan iblis yang menyuruh dia untuk menyentuhnya. Yuna juga meneliti berbagai macam tanaman dan obat-obat, tidak mungkin dia tidak tahu tentang betapa bahayanya racun yang tanaman itu miliki. Terlebih lagi tanaman itu terlihat seperti sudah bermutasi, yang jelas lebih tidak boleh disentuh sembarangan.Saat tersadar, Yuna sontak menoleh ke arah asal suara itu yang rupanya berasal dari seorang pria dengan pakaian pelindung lengkap. Seharusnya semua orang yang bekerja di tempat ini tidak mengenali siapa Yuna, tetapi entah bagaimana caranya, pria itu memberikan impresi yang tidak asing. Meski pria itu mengenakan pakaian pelindung super tebal, Yuna merasa familier ketika melihat tatapan mata yang tampak melalui celah pakaian.“Siapa kamu?” tanya Yuna waspada.“Kamu nggak perlu tahu siapa aku. Tapi aku sarankan lebih baik kamu secepatnya pergi dari tempat ini,” ujar pria itu dan kemudian lan