Pertanyaan yang begitu sederhana, tapi bagi gadis itu terasa begitu sulit untuk dijawab.“Nggak ada, Dora cuma punya Mama ….”“Kamu jangan bilang begitu. Kan masih ada Kakak di sini, terus juga ada dokter dan perawat yang baik. Mereka semua suka dan sayang sama kamu.”Akhirnya Dora kembali tersenyum ketika mendengar itu.“Iya!” sahutnya.Akan tetapi ketika dia mengangguk, cairan merah mengalir dari hidungnya dan perlahan turun mengalir sampai ke bibir. Yuna kaget dan langsung mengambil tisu untuk mengelap, sedangkan Dora hanya diam saja melihat Yuna. Sepertinya Dora tidak merasakan sesuatu yang membuatnya tak nyaman.“Dora, kamu mimisan!” kata Yuna seraya mengelap darah di wajah Dora. Namun darahnya merembes ke tisu. Jadi Yuna mengambil tisu dan mengelapnya lagi berulang kali. Yuna juga menekan bel, dan tak lama kemudian para perawat pun datang. Mereka segera menyiapkan kapas, perban, dan peralatan lainnya untuk menangani Dora.Akhirnya darah yang terus mengalir dari hidung Dora berhas
Moses yang dari tadi diam saja akhirnya angkat bicara, “Tempat penelitian vaksinnya sudah lama dibangun, seharusnya sekarang sudah beroperasi. Kalau nggak salah dengar, beberapa waktu lalu baru saja tendernya selesai. Mungkin sebentar lagi akan ada peneliti spesialis yang diangkat untuk ditugaskan di sana. Setidaknya dalam hal pencegahan, vaksin bisa memberi dampak yang pasti.”“Kalau begitu, vaksinnya sudah ada? Apa bisa diandalkan? Apa sudah lolos uji klinis, atau ada data tentang efek sampingnya ke manusia?” tanya Yuna.“Yang mengurus vaksin itu beda departemen dengan kita, jadi aku juga kurang tahu. Tapi kalau memang sudah beroperasi, pastinya sudah diuji klinis, jadi nggak perlu khawatir tentang itu. Aku kasih tahu ini semua untuk kasih tahu, kalau kita semua juga berjuang, bukan cuma kamu seorang saja,” tutur Liman. “Aku ngerti kekhawatiran kamu, tapi jangan sampai kamu jadi gegabah. Semuanya harus kita kerjakan satu per satu. Tujuan akhir kita adalah membasmi virus ini sampai tu
“Seharusnya bukan masalah besar,” jawab Liman.“Apanya yang bukan masalah besar? Tingkat pencegahan yang kita lakukan memang sudah bagus, tapi gimanapun juga belum banyak yang kita tahu tentang virus ini. Dan lagi tingkat mutasinya juga tinggi. Kalau nggak terkendali dengan baik, kemungkinan akan terus menyebar luas ….”“Kasus ini agak berbeda dari yang lain. Waktu ditemukan, sudah ada petugas profesional yang melakukan tindak preventif. Selain itu … seharusnya orang yang sempat kontak fisik dengan pasien juga sudah diamankan. Tapi untuk berjaga-jaga, kita tetap bawa mereka ke pusat untuk diawasi.”“Petugas profesional? Maksudnya di sana sudah ada dokter?”“Bisa dibilang begitu.”Seusai berkata demikian, Liman menyandarkan kepalanya ke belakang dan memejamkan mata. Yuna yang awalnya masih ingin bertanya lebih jauh langsung mengurungkan niat ketika melihat Liman yang sudah tampak kelelahan. Dalam hati Yuna masih tersimpan pertanyaan besar dan firasat yang buruk. Perasaan itu kian mengua
“Aku nggak mengerti. Kalau kamu mau bawa Brandon pergi, kenapa nggak bilang dari awal? Kenapa nggak langsung kasih tahu aku saja?”Yuna benar-benar marah karena keputusan yang Liman ambil. Kalau memang mereka menemukan Brandon sedang terinfeksi dan ingin membawanya pergi untuk diisolasi, Yuna bisa mengerti. Namun yang Yuna tidak bisa terima adalah Liman tidak mengatakan apa-apa meski mereka sudah menempuh jarak yang cukup jauh dari pusat penelitian.“Kamu nggak kasih tahu aku karena takut aku bakal menentang, dan sudah lebih dulu memindahkan Brandon ke tempat lain, ‘kan?”“Yuna, jangan berpikir yang tidak-tidak. Kamu juga sudah cukup lama berada di pusat penelitian, dan kamu paham betul betapa seriusnya wabah ini. Aku nggak ngomong dulu ke kamu untuk berjaga-jaga ….”“Berjaga-jaga apanya! Jelas-jelas memang kamu nggak percaya aku! Kalau memang kalian nggak percaya denganku, kenapa mau aku kerja untuk kalian? Kalau begitu, aku sudah nggak perlu kerja lagi. Ya, ‘kan?”“Bukannya nggak per
“Demi kebaikan Brandon, dan demi kemajuan penelitian kita, serahkan Brandon ke kamu,” kata Liman.Yuna tidak bisa menjawab karena dia sendiri sedang bimbang. Di satu sisi dia tidak bisa menyerahkan Brandon karena hanya dengan di sinilah dia bisa mendapatkan perawatan yang terbaik. Namun di sisi lain, dia sadar bahwa tingkat infeksi virus ini sangat kuat, dan akan lebih baik bagi keamanan bersama Brandon diisolasi.Liman yang menyadari kebimbangan di hati Yuna pun melambaikan tangannya mengisyaratkan anak buahnya untuk membawa Brandon pergi. Namun di saat itu tiba-tiba mereka terdengar seseorang berbicara, “Nggak perlu repot-repot, aku akan pergi dengan kalian.”Yuna terkejut dan spontan menatap ke belakang. Dia melihat Brandon masih mengenakan baju pasien, masker, dan pelindung mata. Dia juga duduk di kursi roda yang didorong oleh Hanson. Dia terlihat jauh lebih kurus dan lemah. Bahkan kedua pipinya sampai terlihat seperti tenggelam ke dalam. Namun semua itu tidak penting. Yang terpent
“Iya, aku juga merasa jauh lebih enak,” angguk Brandon. “Terima kasih, ya, untuk perjuangan kamu selama ini.”Kata-kata yang sederhana, tapi mengandung ribuan kata-kata yang tersirat di dalamnya. Selama ini Brandon tidak bisa menjaga Yuna karena sedang sakit, dan malah menjadi beban baginya. Hal ini membuat Brandon dipenuhi dengan penyesalan, tapi di sisi lain dia jadi mengenal Yuna lebih dalam.Sebelumnya Brandon hanya menganggap Yuna sebagai pribadi yang kuat, mandiri, dan cerdas, dan percaya bahwa dirinya selalu bisa melindungi Yuna. Akan tetapi penyakit yang menimpanya ini membuat Brandon tersadar bahwa dirinya ternyata ada saat di mana dia juga bisa lemah, dan gantian Yuna yang melindunginya. Ini membuat Brandon sadar bahwa dia masih butuh orang lain untuk bersandar. Selama ini di antara mereka berdua tidak pernah ada satu pihak yang lebih lemah. Biasanya mereka sama kuat dan saling membantu satu sama lain.“Ngomong apa kamu ini!” tegur Yuna. Di saat gejolak emosinya sudah lebih s
Setelah apa yang terjadi, Yuna tidak banyak bicara lagi dan hanya menemani Brandon. ***Nasib Fahrel akhir-akhir ini sedang sangat mujur. Tender yang diadakan ulang hanyalah sebatas formalitas saja, karena sesungguhnya proyek itu sudah jatuh ke tangannya. Mereka yang dulu menjauhi, menagih utang, memutus kerja sama, kini satu per satu datang menjilat Fahrel. Bedanya kali ini Fahrel yang jual mahal ke mereka.“Waduh, bukannya nggak mau bantu, tapi aku lagi sibuk banget, nih. Kamu tahu sendiri proyek itu penting banget, aku benar-benar nggak ada waktu untuk yang lain! Iya, bukannya bermaksud memandang rendah … tapi waktu kamu nagih utang dariku, kamu nggak bilang begitu. Makanya sekarang aku lagi cari duit untuk bayar utangnya! Aku tahu bisnis kita semua lagi sama-sama susah. Ya, nggak?”Fahrel sengaja berbicara dengan sikap congkaknya dan mendengar mereka memohon-mohon kepadanya. Dia terus sesumbar dengan satu tangan berkacak pinggang. Bahkan Susan lama kelamaan mulai tidak tahan melih
“Nggak tahu! Ngapain tanya-tanya?!” balas Rainie dengan nada kesal.“Ma … Mama cuma iseng tanya saja!”Susan sudah banyak berkorban bahkan sampai harus keluar harta yang tidak sedikit jumlahnya untuk untuk meminta pertolongan Chermiko. Namun pada akhirnya ternyata Chermiko adalah dokter gadungan. Tentu saja Susan tidak rela dan ingin meminta balik semua yang telah dia keluarkan, tapi masalahnya Chermiko tidak bisa ditemukan.“Mama cuma mikir kalau dia ketemu, paling nggak kita bisa tagih balik yang yang keluar untuk bayar dia!” ujar Susan lirih karena takut akan membuat anaknya kesal. “Tapi bisa jadi dia ketahuan menipu sama orang lain dan Chermiko diculik.”Rainie yang sedang tidak fokus mendengar ucapan sang ibu hanya menjawab seadanya saja, “Iya, iya. Bisa jadi!”“Tapi yang kamu bilang tadi ada benarnya juga, peduli amat sama dia! Toh, keadaan keuangan keluarga kita bakal membaik. Oh iya, Rainie, rahasia yang kamu sama Om Edgar omongin itu apa, sih. Mama mau tahu, dong!”Susan sudah
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta