Moses yang dari tadi diam saja akhirnya angkat bicara, “Tempat penelitian vaksinnya sudah lama dibangun, seharusnya sekarang sudah beroperasi. Kalau nggak salah dengar, beberapa waktu lalu baru saja tendernya selesai. Mungkin sebentar lagi akan ada peneliti spesialis yang diangkat untuk ditugaskan di sana. Setidaknya dalam hal pencegahan, vaksin bisa memberi dampak yang pasti.”“Kalau begitu, vaksinnya sudah ada? Apa bisa diandalkan? Apa sudah lolos uji klinis, atau ada data tentang efek sampingnya ke manusia?” tanya Yuna.“Yang mengurus vaksin itu beda departemen dengan kita, jadi aku juga kurang tahu. Tapi kalau memang sudah beroperasi, pastinya sudah diuji klinis, jadi nggak perlu khawatir tentang itu. Aku kasih tahu ini semua untuk kasih tahu, kalau kita semua juga berjuang, bukan cuma kamu seorang saja,” tutur Liman. “Aku ngerti kekhawatiran kamu, tapi jangan sampai kamu jadi gegabah. Semuanya harus kita kerjakan satu per satu. Tujuan akhir kita adalah membasmi virus ini sampai tu
“Seharusnya bukan masalah besar,” jawab Liman.“Apanya yang bukan masalah besar? Tingkat pencegahan yang kita lakukan memang sudah bagus, tapi gimanapun juga belum banyak yang kita tahu tentang virus ini. Dan lagi tingkat mutasinya juga tinggi. Kalau nggak terkendali dengan baik, kemungkinan akan terus menyebar luas ….”“Kasus ini agak berbeda dari yang lain. Waktu ditemukan, sudah ada petugas profesional yang melakukan tindak preventif. Selain itu … seharusnya orang yang sempat kontak fisik dengan pasien juga sudah diamankan. Tapi untuk berjaga-jaga, kita tetap bawa mereka ke pusat untuk diawasi.”“Petugas profesional? Maksudnya di sana sudah ada dokter?”“Bisa dibilang begitu.”Seusai berkata demikian, Liman menyandarkan kepalanya ke belakang dan memejamkan mata. Yuna yang awalnya masih ingin bertanya lebih jauh langsung mengurungkan niat ketika melihat Liman yang sudah tampak kelelahan. Dalam hati Yuna masih tersimpan pertanyaan besar dan firasat yang buruk. Perasaan itu kian mengua
“Aku nggak mengerti. Kalau kamu mau bawa Brandon pergi, kenapa nggak bilang dari awal? Kenapa nggak langsung kasih tahu aku saja?”Yuna benar-benar marah karena keputusan yang Liman ambil. Kalau memang mereka menemukan Brandon sedang terinfeksi dan ingin membawanya pergi untuk diisolasi, Yuna bisa mengerti. Namun yang Yuna tidak bisa terima adalah Liman tidak mengatakan apa-apa meski mereka sudah menempuh jarak yang cukup jauh dari pusat penelitian.“Kamu nggak kasih tahu aku karena takut aku bakal menentang, dan sudah lebih dulu memindahkan Brandon ke tempat lain, ‘kan?”“Yuna, jangan berpikir yang tidak-tidak. Kamu juga sudah cukup lama berada di pusat penelitian, dan kamu paham betul betapa seriusnya wabah ini. Aku nggak ngomong dulu ke kamu untuk berjaga-jaga ….”“Berjaga-jaga apanya! Jelas-jelas memang kamu nggak percaya aku! Kalau memang kalian nggak percaya denganku, kenapa mau aku kerja untuk kalian? Kalau begitu, aku sudah nggak perlu kerja lagi. Ya, ‘kan?”“Bukannya nggak per
“Demi kebaikan Brandon, dan demi kemajuan penelitian kita, serahkan Brandon ke kamu,” kata Liman.Yuna tidak bisa menjawab karena dia sendiri sedang bimbang. Di satu sisi dia tidak bisa menyerahkan Brandon karena hanya dengan di sinilah dia bisa mendapatkan perawatan yang terbaik. Namun di sisi lain, dia sadar bahwa tingkat infeksi virus ini sangat kuat, dan akan lebih baik bagi keamanan bersama Brandon diisolasi.Liman yang menyadari kebimbangan di hati Yuna pun melambaikan tangannya mengisyaratkan anak buahnya untuk membawa Brandon pergi. Namun di saat itu tiba-tiba mereka terdengar seseorang berbicara, “Nggak perlu repot-repot, aku akan pergi dengan kalian.”Yuna terkejut dan spontan menatap ke belakang. Dia melihat Brandon masih mengenakan baju pasien, masker, dan pelindung mata. Dia juga duduk di kursi roda yang didorong oleh Hanson. Dia terlihat jauh lebih kurus dan lemah. Bahkan kedua pipinya sampai terlihat seperti tenggelam ke dalam. Namun semua itu tidak penting. Yang terpent
“Iya, aku juga merasa jauh lebih enak,” angguk Brandon. “Terima kasih, ya, untuk perjuangan kamu selama ini.”Kata-kata yang sederhana, tapi mengandung ribuan kata-kata yang tersirat di dalamnya. Selama ini Brandon tidak bisa menjaga Yuna karena sedang sakit, dan malah menjadi beban baginya. Hal ini membuat Brandon dipenuhi dengan penyesalan, tapi di sisi lain dia jadi mengenal Yuna lebih dalam.Sebelumnya Brandon hanya menganggap Yuna sebagai pribadi yang kuat, mandiri, dan cerdas, dan percaya bahwa dirinya selalu bisa melindungi Yuna. Akan tetapi penyakit yang menimpanya ini membuat Brandon tersadar bahwa dirinya ternyata ada saat di mana dia juga bisa lemah, dan gantian Yuna yang melindunginya. Ini membuat Brandon sadar bahwa dia masih butuh orang lain untuk bersandar. Selama ini di antara mereka berdua tidak pernah ada satu pihak yang lebih lemah. Biasanya mereka sama kuat dan saling membantu satu sama lain.“Ngomong apa kamu ini!” tegur Yuna. Di saat gejolak emosinya sudah lebih s
Setelah apa yang terjadi, Yuna tidak banyak bicara lagi dan hanya menemani Brandon. ***Nasib Fahrel akhir-akhir ini sedang sangat mujur. Tender yang diadakan ulang hanyalah sebatas formalitas saja, karena sesungguhnya proyek itu sudah jatuh ke tangannya. Mereka yang dulu menjauhi, menagih utang, memutus kerja sama, kini satu per satu datang menjilat Fahrel. Bedanya kali ini Fahrel yang jual mahal ke mereka.“Waduh, bukannya nggak mau bantu, tapi aku lagi sibuk banget, nih. Kamu tahu sendiri proyek itu penting banget, aku benar-benar nggak ada waktu untuk yang lain! Iya, bukannya bermaksud memandang rendah … tapi waktu kamu nagih utang dariku, kamu nggak bilang begitu. Makanya sekarang aku lagi cari duit untuk bayar utangnya! Aku tahu bisnis kita semua lagi sama-sama susah. Ya, nggak?”Fahrel sengaja berbicara dengan sikap congkaknya dan mendengar mereka memohon-mohon kepadanya. Dia terus sesumbar dengan satu tangan berkacak pinggang. Bahkan Susan lama kelamaan mulai tidak tahan melih
“Nggak tahu! Ngapain tanya-tanya?!” balas Rainie dengan nada kesal.“Ma … Mama cuma iseng tanya saja!”Susan sudah banyak berkorban bahkan sampai harus keluar harta yang tidak sedikit jumlahnya untuk untuk meminta pertolongan Chermiko. Namun pada akhirnya ternyata Chermiko adalah dokter gadungan. Tentu saja Susan tidak rela dan ingin meminta balik semua yang telah dia keluarkan, tapi masalahnya Chermiko tidak bisa ditemukan.“Mama cuma mikir kalau dia ketemu, paling nggak kita bisa tagih balik yang yang keluar untuk bayar dia!” ujar Susan lirih karena takut akan membuat anaknya kesal. “Tapi bisa jadi dia ketahuan menipu sama orang lain dan Chermiko diculik.”Rainie yang sedang tidak fokus mendengar ucapan sang ibu hanya menjawab seadanya saja, “Iya, iya. Bisa jadi!”“Tapi yang kamu bilang tadi ada benarnya juga, peduli amat sama dia! Toh, keadaan keuangan keluarga kita bakal membaik. Oh iya, Rainie, rahasia yang kamu sama Om Edgar omongin itu apa, sih. Mama mau tahu, dong!”Susan sudah
Fahrel yang dari tadi sibuk menyombongkan dirinya di telepon juga menyadari kehadiran Edgar. Dia pun segera mengakhiri pembicaraannya dan berlari ke arah Edgar seraya berkata, “Kebetulan Kak Edgar datang! Semuanya sudah hampir selesai, dan kulihat peralatannya juga sudah lengkap. Kita bisa langsung ….”Namun sebelum Fahrel selesai berbicara, dia didorong oleh Edgar. Edgar menatap Rainie dan membuka mulutnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa dan kembali menutup mulut.“Kak Edgar ….”Fahrel tampak kebingungan mengapa dia malah didorong oleh Edgar, padahal dia sudah melaporkan perkembangan proyek sesuai yang diminta. Dulu setiap kali Edgar meminta Fahrel untuk memberikan laporan lengkap tentang kemajuan proyek dan lainnya, Edgar selalu berpesan jangan sampai ada kesalahan sedikit pun. Oleh karena itu kali ini Fahrel berinisiatif untuk mempersiapkan semuanya dengan baik, tapi mengapa Edgar kali ini malah mengabaikannya?“Pa, Ma … aku mau ngobrol berdua saja sama Om Edgar sebentar,” kata R
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi