Mata Erland yang semula terpejam karena menikmati. Mulai terbuka lebar dengan tubuh langsung bangkit, karena lidah merasa digigit oleh Aruna yang sudah bangun."Kenapa digigit?"Aruna ikut bangkit. Takut Erland melancarkan aksi yang lain, jika Aruna pasang badan. Sorot mata Aruna menjadi tajam. Bukan masalah ia tidak suka dicium pria yang dirinya cintai. Tapi, status mereka sudah bukan suami istri lagi. Hal seperti itu tidaklah lumrah untuk dilakukan."Anda tanya kenapa saya bisa sampai menggigit? Padahal Anda tahu sendiri alasannya apa."Aruna mengeluhkan kelakuan Erland dengan mata melotot, namun suara bicaranya pelan. Karena takut membangunkan Fira dari tidur.Erland menatap bibirnya. "Aku cuma cium saja, Aruna. Tidak sampai pegang sana sini loh.""Lagi pula aku ini kan calon suami kamu."Aruna menghela napas. "Saya bahkan belum setuju, Anda main seenaknya mengklaim."Mata Erland memandang Aruna yang mulai turun dari ranjang. Kemudian menarik dia untuk keluar dari kamar. "Lagi pu
"Mewah?" tanya Aruna dengan mata mengerjap kaget."Iya. Memangnya kamu tidak ingin?" Dahi Erland sampai mengerut.Aruna teringat terakhir kali pria ini menikahi dirinya sewaktu koma. Kemudian, Aruna mengulas senyum. Setidaknya kali ini Aruna menyaksikan pernikahannya sendiri dengan Erland."Baiklah. Aku mau yang mewah dan megah."***Aruna sedikit menyesal menyetujui ajakan Erland yang memberinya pernikahan mewah. Karena, saat ini Aruna duduk di samping Erland yang sedang ijab kabul dengan penghulu.Mahar 329 juta, 5 mobil pajero, 1 set perhiasan berlian dan dua pabrik manufaktur. Telah menjadi pergunjingan seluruh tamu undangan. Memang boleh setidak ngotak mahar yang Erland berikan?"Sah!"Kata itu mengagetkan Aruna dan berhenti menghayal. Begitu matanya melirik, Erland langsung tersenyum lebar ke arahnya. Kemudian mendekatkan tangan padanya.Aruna segera salim, barulah Erland mencium dahinya. "Selamat datang di dunia Erland yang penuh adrenalin, istriku," bisik suaminya.Meski sedi
Pagi hari telah tiba. Semua orang telah terbangun karena kesibukan mereka. Namun, tetap menyempatkan sarapan. Kali pertama dalam hidup Erland, duduk di antara banyak orang. Padahal biasanya hanya sendirian, bahkan melupakan sarapan."Papa mau ini?"Pandangan Erland tertuju pada Fira yang menawarkan. Dia mengulas senyum, kemudian menyodorkan piring ke arah sang putri. Fira juga begitu senang dan mengambilkan, meski harus dibantu oleh Aruna juga."Terima kasih, putri papa yang cantik," ujar Erland dengan tangan mengusap kepala Fira.Putrinya ini tertawa senang, sampai membuat semua mata melirik. Aruna juga sedikit terkejut, karena Fira tidak pernah seceria ini. Lantas, tatapannya tertuju pada Erland. Mungkin keputusan Aruna untuk kembali bersama sangat tepat.Erland menyadari tatapannya dan berbisik, "kenapa Aruna? Yang semalam memangnya kurang."Aruna yang mendengarnya jadi sedikit malu dan kesal. Aruna memutuskan untuk tidak menjawab dan sibuk dengan sarapannya. Erland mengulas senyu
Aruna bergegas mengemudikan mobil milik suaminya untuk menjemput Fira. Selama perjalanan, Aruna kerap menilai mobil Erland yang canggih dan enak dipakai."Aku yang gaptek atau mobil Erland yang terlalu canggih," gerutunya karena sempat tidak mengerti menjalankan.Mobil baru Aruna berhentikan di depan sekolah TK putrinya. Namun, matanya langsung menatap tajam. Saat melihat ibu tiri Erland sedang berbincang dengan satpam. Terburu Aruna turun dari mobil. Dirinya sangat ingin tahu keberadaan wanita itu ada kepentingan pribadi, atau malah berusaha membawa anaknya pulang."Sedang apa Ibu mertua di sini?" tanya Aruna membuat wanita tersebut berbalik.Lantas bibir menyeringai. "Oh menantu yang tidak diinginkan sudah tiba."Aruna menatap ibu tiri Erland dengan kesal. Namun, wanita ini jauh lebih benci ketimbang dirinya. Karena Erland menikah lagi, tapi tidak memberi tahu dan mengundang kedua orang tua sama sekali."Ibu ini bertanya anak Ibu Aruna, dan beralasan sebagai neneknya," satpam membe
Erland mengecup kepala Aruna. "Aku sungguh tidak tega, bagaimana kalau aku tempatkan satu pengawal di sekitar sekolah Fira?"Aruna mengangguk pelan. "Boleh."Kalau masalah demi keselamatan sih, Aruna tidak keberatan sama sekali. Waktu dulu dirinya mengeluh, karena niatan Erland adalah mengawasi ke mana pun dirinya melangkah. Dan itu sangatlah tidak nyaman sama sekali."Kalau begitu, ayo masuk Sayang," ajak Erland."Ayo."Erland berdiri lebih dulu, kemudian mengulurkan tangan pada Aruna yang langsung menerima. Erland bukannya mengajaknya jalan, malah meraih pinggangnya hingga tubuh berhadapan dengan jarak lebih dekat."Kamu mau apa?" tanya Aruna dengan tangan menutup wajah suaminya.Erland tersenyum. "Memangnya kamu tidak mengerti, Aruna?""Justru karena mengerti, makanya tanya."Erland mengusap wajah Aruna dengan mata memandang lekat. "Kamu tahu? Aku bekerja dengan sangat giat, supaya pulang cepat dan melihat senyum di wajah istriku."Tapi, Aruna malah melamun. Ia juga menyadari kalau
Aruna terbangun dari tidur dengan kondisi mata mengantuk. Karena, Erland tetap menganggu ketika Aruna ingin tidur. Aruna sampai memukul dan memohon, barulah dirinya bisa tidur."Istriku sudah bangun?"Kepala Aruna menoleh dan mendapati Erland memasuki kamar dengan membawakan sarapan. Aruna membenarkan bajunya, kemudian kakinya turun dari ranjang."Kenapa sarapannya dibawa ke kamar?""Aku takut kamu tidak sanggup jalan," sahut Erland.Aruna menghela napas. "Makanya kalau minta jangan sekaligus, aku juga tidak pernah menolak melayani kan."Erland mendudukkan diri di sisinya, dengan sarapan diletakkan di pangkuan. Mata Erland memandang Aruna dengan lekat, sang istri yang kelihatan lelah. Jemari Erland mengusap kepala Aruna dengan lembut."Hari ini izin saja, tidak perlu masuk kerja," usul Erland.Aruna yang memang membutuhkan istirahat, langsung mengangguk. Kemudian menyenderkan kepalanya pada pundak Erland."Meski mengantuk, sarapan dulu. Supaya perut tidak sakit.""Tunggu sebentar lagi
Sepulang kerja suaminya. Aruna langsung mendekat, selain membantu melepas dasi. Aruna juga memberikan minuman untuk suaminya yang terlihat lelah."Gunanya punya sekretaris itu ya bisa mengatur dan membantu kerjaan, kamu malah menyuruh aku tidak masuk," keluhnya.Erland mengerutkan dahi, kemudian meraih pinggang Aruna. "Sayang. Apa kamu baru saja mengeluhkan perhatian yang aku tunjukkan padamu?"Mendengarnya Aruna langsung tersenyum. "Ya tidak juga sih. Tapi, lain kali jangan suruh aku tidak masuk kerja. Kamu kan kerja dua kali."Erland menuntunnya untuk duduk di sofa, kemudian tubuhnya berada di atas pangkuan suaminya. Erland memeluk Aruna dengan erat."Aku ingin memelukmu dan tertidur," ujar Erland dengan mata terpejam.Aruna terburu menoleh dan menepuk lengan suaminya. "Jangan tidur dulu.""Hm, kenapa memangnya?""Fira mengadu padaku, dia dihindari teman-temannya."Mata Erland pun langsung terbuka dan wajah terlihat tidak suka. "Siapa yang beran
Pagi harinya. Aruna yang masih dibiarkan tidak masuk kerja, sedang menyiram tanaman di taman. Mitha yang berkunjung semenjak tadi, duduk mengawasi Aruna di kursi kayu."Bukannya sekarang musim hujan, tidak perlu disiram," singgung Mitha.Aruna menoleh. "Hujannya kan bukan pagi, sementara tanaman wajib disiram saat pagi."Mitha menghela napas, melihat Aruna yang benar-benar suka dengan tanaman. Bahkan sewaktu di luar negeri dulu, rumah hampir dipenuhi bunga."Pesan yang kamu kirim semalam, aku sudah baca tapi tidak aku beri tahukan pada Erland," ujarnya.Mitha mengirim pesan kalau ibu tiri Erland mengajak bertemu, kemudian meminta wanita itu untuk menyakiti Aruna kembali. "Kenapa tidak kamu beri tahu? Erland kan suami kamu, dia wajib tahu."Aruna menoleh. "Ya, bagaimana ya. Aku bukannya orang baik, memang berharap wanita itu kena karma.""Tapi, kamu tahu sendiri seperti apa Erland. Dia sangat kejam pada siapa pun."Mendengar hal itu, Mitha langsung mengangguk. Namun, mata memandang Ar
Tubuh Erland langsung membeku di tengah anak tangga saat mendengar ucapan dari Fira. Jantung Erland juga berdetak sangat kencang, mata saling pandangan dengan sang putri."Siapa yang beri tahu Fira hal konyol itu?"Fira diam sejenak, membaca ekspresi wajah Erland yang kali ini nampak marah. Perlahan pandangan Fira turun dan hanya berani menatap pundak Erland. "Semua orang membicarakannya pelan-pelan di sekitar Fira. Tapi, Fira mengerti maksud mereka."Erland menghela napas. "Itu hanya omong kosong Sayang. Kenapa Fira percaya? Fira kan anak papa."Tangan Fira meremas pundak Erland. "Papa jangan berusaha berbohong, aku sudah tahu semuanya kok.""Tapi, Papa janji ya. Jangan bilang kalau Fira tahu pada mama. Nanti mama bakal sedih."Erland memilih mengangguk. Ternyata dia tidak bisa menyembunyikan fakta dari anak sekecil Fira. Anak ini mengerti apa yang orang lain katakan, namun malah diam dan memendam semuanya sendiri."Tapi Fira tahu kan, kalau papa sayangnya beneran sama Fira. Mengang
Aruna mengawasi Erland yang membersihkan sisa kotoran yang menempel pada putranya. Kemudian mengganti popok. "Kabar Mitha gimana, Mas? Kamu sudah dengar belum," singgungnya.Kabarnya Mitha juga melahirkan di hari yang sama. Namun, Aruna ingin tahu lahirnya anak kembar seperti apa."Kata Daffa sudah lahir, anak laki-laki semua.""Lahir normal?" tanyanya.Kepala Erland menggeleng. "Caesar katanya."Mendengar hal itu, Aruna langsung meringis sembari menyentuh perutnya. Erland yang melihatnya, menggenggam tangan Aruna."Mikirin apa sih? Kamu kan lahirannya normal.""Ya tapi ngeri gitu, Mas," sahutnya.Erland memandangnya lama. "Jarang yang bisa lahir normal saat mengandung kembar. Zaman sekarang lebih merekomendasikan caesar."Memikirkannya, Aruna langsung menjawab, "kalau begitu aku tidak mau punya anak kembar."Erland ingin mengusap kepalanya. Namun, langsung Aruna genggam lengan suaminya. Erland sempat menunjukkan raut terheran, setelah mengingat tangan ini yang digunakan membersihkan
Aruna tersenyum mendengar ucapan suaminya. "Benar, Fira pasti senang."Erland ikut tersenyum. "Iya Sayang."Aruna memandang Erland yang begitu betah memandang sang putra. Bibirnya tanpa sadar terus saja tersenyum karena pada akhirnya bisa melahirkan anak dari suami yang dirinya cintai.Bahkan ketika malamnya tiba. Aruna yang sibuk tidur, Erland tetap terjaga dan menjaga sang putra yang sangat lelap tidur di ranjang kecil. Bibir Erland tak pernah berhenti tersenyum, karena melihat fotokopi diri sendiri pada wajah sang putra."Tuan."Erland menoleh dan mendapati Sonya yang membawa tas, bersiap untuk pulang."Oh kamu sudah mau pulang," singgung Erland."Iya Tuan. Saya akan kembali pagi nanti."Erland berpikir sejenak, kemudian menyahut, "besok kamu di rumah saja, istirahat. Terima kasih karena sudah membantu menjaga Aruna."Meski Sonya sempat terkejut karena Erland baru saja mengucap terima kasih. Namun, Sonya langsung tersenyum dan mengangguk."Kembali kasih, Tuan."Erland kembali meman
Beberapa bulan telah berlalu. Kandungan Aruna sudah mencapai sembilan bulan dan sejak kemarin mulas, menunjukkan tanda melahirkan.Erland langsung membawa Aruna ke rumah sakit. Namun, sampai paginya lagi, Aruna tak kunjung pembukaan. Erland yang melihat Aruna kerap mengadu kesakitan karena kontraksi, membuat Erland bicara pada Sonya."Menurutmu, bukankah ini karmaku? Makanya Aruna kesulitan melahirkan begini," singgung Erland."Tuan, tidak boleh bicara seperti itu. Semua wanita yang melahirkan berbeda-beda, ada yang cepat ada juga yang lumayan lama," sahut Sonya."Sewaktu melahirkan nona Fira, Nyonya seperti ini juga."Erland yang semula memandang ke arah Aruna sedang tidur, langsung menoleh pada Sonya saat mendengar perkataan itu. Erland yang tidak memiliki ingatan soal itu langsung bertanya."Benarkah?"Sonya mengangguk. "Benar sekali Tuan. Makanya Nyonya sekarang nampak biasa saja, meski terkadang mengeluh sakit. Karena sebelumnya juga seperti ini."Erland langsung meraih tangan Ar
Erland mengerutkan dahi. "Anak kembar?""Iya."Mendadak Erland tersenyum. "Gimana mau anak kembar, kamu sudah hamil begini. Harus lahir dulu Sayang, baru bikin anak kembar lagi."Mendengarnya, Aruna jadi membuka matanya lebih lebar dan memandang ke arah Erland. Suaminya masih tersenyum, kemudian mengusap wajahnya."Memangnya siap melahirkan lagi? Yang lagi di kandung saja belum lahir," ujar Erland.Aruna langsung menggeleng. "Iya, harus lahirin dulu yang lagi dikandung."Erland mengangguk dan mengusap kepalanya. "Nah iya, habis lahiran. Kita baru pikirkan lagi ya soal anak kembar."Aruna memainkan kancing baju suaminya. "Tapi kata ayahku, katanya anak kembar merepotkan."Erland menumpu kepala dengan tangan. Mata memandangnya sangat lekat, sampai Aruna membalas."Kenapa merepotkan? Kan anak sendiri. Aku malah senang banyak anak, rumah akan ramai dan aku juga bakal bantu merawat anak-anak.""Kalau disuruh jaga anak, paling nanti kamu tidur," ujarnya."Tidak akan, aku jamin."Aruna kemba
Erland benar-benar membawa Aruna ke rumah sakit pada siang harinya. Tentunya untuk memeriksakan kandungan sang istri. Tepat seperti yang dokter katakan, usia kandungannya memasuki 6 minggu. Aruna dan Erland diminta oleh dokter untuk jangan berhubungan dulu, sebelum melewati trimester pertama.Aruna yang memang sudah pernah hamil, tahu masalah larangan itu. Bahkan Erland pun terlihat mengerti, jadi tidak berkomentar apa pun."Jadi, apakah istri dan anakku ini ingin makan sesuatu?"Begitu keluar dari ruangan dokter kandungan, Erland menawarkan. Tangan saling bergandengan dengan Aruna. Erland sampai melirik karena menantikan jawaban dari istri."Aku mau waffle," ujarnya."Hm, biasanya beli di mana?""Aku tidak tahu. Tapi, harusnya ada cafe atau resto yang jual kan."Erland mengangguk. "Nanti aku cari infonya di ponsel ya."Mereka berdua tetap berjalan bersama dan memutuskan untuk menjemput Fira di sekolah. Kebetulan putrinya pasti sudah pulang. Sepanjang mengemudi, Aruna bergelayut man
Aruna menemui putrinya yang ada di rumah Faisal. Mungkin selama seminggu ini, akan tetap di sana sampai Aruna dan Erland pulang ke rumah. "Fira sedang tidur siang," ujar Faisal memberi tahunya.Aruna mengangguk. "Begitu ya sudah.""Kamu tidak akan pergi lagi kan?""Mungkin sore akan ke sana lagi dan malamnya ke sini untuk menemani Fira tidur, Yah."Faisal menghela napas. "Sewaktu masih hidup, saling bermusuhan. Giliran sudah mati, malah begitu betah di sana."Aruna memandang ayahnya. "Jangan bicara begitu, Yah. Bagaimana pun Erland kan anaknya, kalau bukan Erland siapa yang mengurusi."Mendengar ucapannya, Faisal langsung mengangguk. "Iya, iya. Ayah hanya kesal dengan Erland dan ayahnya yang sering bertengkar itu."Aruna duduk di sofa dan menarik napas. "Bagaimana pun, anak tetaplah anak. Ditinggal ayahnya tentu saja sedih.""Kamu juga begitu memangnya?"Dahi Aruna langsung mengerut. "Ayah mau menyusul? Semua keluarga ingin Ayah panjang umur kok."Faisal langsung tersenyum, kemudian
Aruna berkeliling di rumah ayah mertuanya. Tempat Erland dahulu dibesarkan. Kemudian dirinya bertemu dengan ibu tiri dari suaminya. Aruna ingin menghindar, namun tangannya dicekal."Kamu merasa bangga ya, bisa keluar masuk rumah ini."Aruna memandang lekat. "Bangga?""Kenapa harus berbangga diri, aku menantu di rumah ini," lanjutnya.Ibu tiri Erland menyeringai. "Kamu hanya menantu yang tidak diakui.""Aku juga tidak ingin diakui oleh Anda."Kemudian Aruna menarik paksa tangannya dari ibu mertuanya. Hendak wanita ini main tangan, namun mendadak terhenti setelah ada langkah terdengar di belakang tubuhnya. Aruna langsung berbalik dan menemukan Erland berjalan mendekat dengan mata melotot tajam. Fira berlari di belakang suaminya sembari tertawa senang. Namun saat melihat ibu tiri Erland, Fira mendadak bersembunyi di belakangnya."Ayo aku antar ke kamar untuk istirahat," ujar Erland langsung menggiring Aruna dan Fira.Wanita itu mengepalkan tangan dengan wajah menunjukkan raut emosi. Nam
Aruna yang sedang memakaikan seragam sekolah pada putrinya, sesekali melirik jam. Karena suaminya tak kunjung pulang juga. Fira pun sampai bertanya karena melihat dirinya yang tak fokus."Mama menunggu papa ya?"Bibirnya langsung tersenyum. "Iya, Sayang. Mama nungguin papa, katanya pulang untuk ganti baju."Tepat saat itu, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah membuat mata Fira berbinar. Kemudian berlari darinya yang hendak memakaikan dasi. Aruna sendiri tersenyum dan mengikuti putrinya keluar.Namun, baru juga Aruna selesai menuruni anak tangga. Fira kembali berlari ke arahnya dengan raut ceria."Kata Papa hari ini tidak sekolah.""Eh? Kan bukan hari libur, mama juga tidak mendapat info apa pun dari sekolah." Aruna jelas bingung.Kemudian, Erland berjalan mendekat dan menyahut, "papa minta bertemu."Aruna memandang suaminya semakin tidak mengerti. "Dan kamu menyetujuinya?"Erland berjalan semakin dekat dan berhadapan dengannya. Kemudian meraih tangannya, karena Erland sangat