Aruna tersenyum dengan senang. Kemudian merebahkan kepala pada pundak suaminya. Erland sendiri mengusap rambutnya dengan lembut."Mitha mengajak jalan bersama saat hari minggu, kamu juga libur kan nanti," ujarnya memberi tahu.Dahi Erland mengerut, karena tidak segera mendapat jawaban. Aruna pun menjauhkan diri hanya untuk menatap ekspresi suaminya yang nampak tak setuju."Sayang, kamu begitu dekat dengan Mitha?"Kepalanya mengangguk. "Iya, memangnya kenapa?"Erland berdehem. "Sonya bicara padaku, katanya tidak suka dengan Mitha karena dulu sangat jahat padamu. Bukankah lebih baik sedikit jauh darinya?"Melihat kecemasan di wajah suaminya, Aruna langsung meraih tangan Erland dan menggenggam erat. Mata suaminya memandang lekat jemarinya yang sedang mengusap."Jangan khawatir, suamiku. Mitha sudah tidak seperti dulu lagi.""Sayang, sifat manusia itu sulit diubah," komen Erland.Ya, meski memang benar sih. Karena Erland saja tidak berubah sekali pun sudah lupa ingatan. Namun, Aruna yakin
Mendengar nama yang disebut oleh suaminya. Aruna tak segera menjalankan mobil. Jantungnya berdetak dengan kencang, bagaimana bisa yang suaminya ingat justru sosok bernama Irene. "Aruna?"Kepalanya menoleh. "Nanti saja bicaranya, kalau di kantor."Aruna sedikit kecewa dengan Irene yang diingat oleh suaminya. Meski ia tahu, kalau Erland tidak akan menghilangkan sosok Irene dalam ingatan. Tapi, tetap saja rasanya menyakitkan.Erland sendiri memilih diam dengan pandangan terarah pada Aruna. Dia merasa tidak enak karena membahas wanita lain di hadapan sang istri. Namun, Erland sungguh penasaran.Begitu tiba di perusahaan. Erland terus saja mengikuti langkah Aruna berjalan. Semua karyawan yang melihat merasa kalau Erland begitu mencintai istri, sampai pandangan pun tertuju serius pada Aruna."Jadi, bisa cerita sekarang kan?" tanya Erland begitu Aruna memasuki ruang kerjanya.Pandangan Aruna begitu serius pada suaminya. "Sepertinya kamu sangat ingin tahu ya?"
Aruna duduk dengan mata yang mengantuk. Namun, saat orang tua murid memutar musik dan bernyanyi. Aruna jadi membuka matanya lebar, kemudian memandang sekitar.Aruna menemukan suaminya sedang memandang ke arahnya. "Nah kan, kalau naik mobil pribadi, kamu bisa tidur.""Bicara apa sih? Lebih enak juga satu bus, bisa nyanyi bareng."Erland menghela napas, kemudian memilih diam dan memperhatikan Fira yang bermain ponsel. "Nanti kita juga piknik sendiri ya, supaya lebih santai," ujar Erland.Fira mengangkat kepala dan mengangguk. "Boleh, kalau Papa tidak kerja."Erland tersenyum dan mengusap kepala sang putri. "Hari kerja pun, papa akan mengajak Fira piknik."Aruna menoleh. "Jangan aneh-aneh, sekali pun kamu atasan, tetap saja tidak boleh bolos kerja.""Kamu mengajari Fira yang tidak benar tahu tidak," Aruna terus mengomel.Erland dan Fira memandang ke arah Aruna, kemudian tersenyum. Sudah biasa dengan ocehan dari Aruna yang banyak. "Apa sih? Kenapa kalian kompak sekali," ocehnya kemudian
Setelah mendapatkan obat yang diresepkan. Aruna dan Erland berjalan beriringan melewati lorong rumah sakit dengan bergandengan tangan. Kemudian menuruni tangga di pelataran gedung dan menghampiri mobil yang parkir."Erland," sebut Aruna membuat suaminya yang sedang membuka pintu untuknya langsung menoleh."Ada apa Sayang?""Kamu ingin mengunjungi pemakaman Irene tidak?"Tangan Erland seketika terhenti dan perlahan menjauh dari gagang pintu. Dia memandang Aruna dengan lekat. Kenapa sang istri tiba-tiba malah membahas Irene sekaligus pemakamannya."Sayang."Aruna langsung tersenyum. "Tidak apa, aku juga kebetulan ingin mengunjungi Irene.""Kamu mau ikut?"Erland diam sejenak, nampak memikirkan ajakan dari sang istri. Karena sejujurnya Erland takut ada pertengkaran dengan Aruna."Baiklah, Sayang. Aku hanya mengikuti kamu ya, bukan aku yang mau."Aruna tersenyum dan mengangguk mendengar ucapan suaminya. Erland sepenuhnya membuka pintu mobil untuknya. Kemudian berjalan memutar dan masuk ju
"Kamu sanggup melahirkan berapa anak, Aruna?" Erland bertanya dengan tangan menutup pintu kamar putrinya sangat pelan. Aruna nampak berpikir, padahal hamil saja belum sudah ditanya berapa anak. Aruna tertegun saat Erland melintas ada Sonya yang berdiri diam dengan kepala menunduk hormat. Begitu Sonya mengangkat pandangan dan bertemu dengannya, Aruna langsung memukuli suaminya."Kenapa kamu tidak bilang ada Ibu Sonya? Aku kan jadi malu," keluhnya membuat wanita itu tersenyum.Apalagi ketika Aruna menyembunyikan wajah pada pundak suaminya. Sonya semakin tersenyum lebar, senang dengan hubungan manjikan yang membaik.Erland memasuki kamar dengan raut wajah ceria, tak lupa mengunci pintu. Mencegah Fira datang secara tiba-tiba dan memergoki orang tua sedang bikin anak."Aku malu tahu," keluhnya saat tubuh didudukan oleh Erland di atas ranjang."Kenapa? Sonya juga tidak akan mengolok kamu kok.""Ya biar begitu, tetap saja malu."Erland mencium bibir Aruna, hingga percakapan di antara merek
Sore harinya, ketika Aruna dan Erland pulang ke rumah. Mata langsung menemukan mobil milik Faisal yang terparkir. Aruna memang sudah diberi tahu, kalau ayahnya akan datang karena merasa rindu dengan Fira."Tepat waktu sekali ya," singgung Erland padanya.Aruna menoleh. "Ya namanya juga orang rindu ya bagaimana sih, inginnya kan ketemu terus."Erland segera melirik ke arahnya, kemudian tersenyum karena apa yang Aruna ucapkan sangatlah benar. Erland yang rindu pada Aruna, selalu ingin bertemu, jadi memaklumi bagaimana rasanya."Kalau begitu ayo kita masuk," ajak Erland.Erland pun memeluk pinggang Aruna dan berjalan beriringan memasuki rumah. Fira yang semula bermain dengan Faisal, langsung meninggalkan mainan dan berlari ke arahnya dengan ceria."Mama Papa!"Sebelum mencapai Aruna, tubuh Fira sudah lebih dahulu diangkat oleh suaminya. Hal itu membuat Aruna memukul, Faisal tersenyum karena akhirnya kembali melihat Erland dan Aruna bersama. Menjadi keluarga kecil yang harmonis."Ayah mer
Aruna tersenyum mendengar keluhan dari suaminya yang ingin mencium dirinya. Kemudian Aruna menoleh dan dengan sengaja memajukan bibirnya. Erland ikut tersenyum kemudian mengecupnya."Eh sudah?" tanya Aruna saat Erland menjauhkan kepala."Aku inginnya hal lain, jika kamu mau lanjut. Maka ayo kembali ke dalam," ajak Erland.Aruna langsung mendorong suaminya menjauh. "Program anak sih program, tapi tolong jaga kesehatan juga. Jangan bikin anak nonstop."Erland tersenyum melihatnya yang merajuk. Kemudian dia kembali memeluk Aruna dan menenggelamkan kepala ada pundaknya."Baiklah. Hari kita masih panjang ya Sayang."Kepalanya mengangguk. "Benar. Kalau sudah waktunya, pasti dikasih anak kok."Seperti biasa, Aruna dan Erland kembali bekerja setelah esok harinya tiba. Dan baru menjemput Fira di rumah Faisal saat jam pulang kerja."Mama!" seru Fira langsung berlari dan memeluk kakinya.Aruna tersenyum dan mengusap kepala putrinya. "Senang menginap di rumah kakek?"Kepala Fira mengangguk antusi
Erland telah selesai mandi dan makan malam bersama keluarga kecil. Aruna saat ini sedang merapikan pakaian suaminya."Kabari aku jika kamu sudah tiba," ujarnya membuat Erland tersenyum."Aku tidak pergi jauh Sayang, tapi baiklah aku akan tetap memberi kabar."Aruna mengangguk. "Bagus."Kemudian Aruna memandang suaminya yang selalu saja tampan. Padahal bertahun-tahun telah berlalu. Erland meraih pinggangnya dan ingin mencium bibirnya, membuat Aruna langsung mendorong wajah suaminya."Kamu kan sudah harus pergi," usirnya."Habisnya kamu terus saja menatap padaku, jadi aku kira kamu minta cium."Aruna berdecak, "aku sedang mengagumi suamiku yang tampan ini, bukan karena ingin cium."Dahi Erland mengerut. "Yakin tidak mau cium?"Aruna tersenyum dan mengalunkan tangan pada pundak suaminya, kemudian saling mencium meski hanya kecupan saja. Erland mengusap kepalanya."Aku akan segera pulang, masuklah dan jangan bergadang."Kepala Aruna mengangguk. Erland sempat mengecup dahinya dulu, kemudia