Aruna tersenyum mendengar keluhan dari suaminya yang ingin mencium dirinya. Kemudian Aruna menoleh dan dengan sengaja memajukan bibirnya. Erland ikut tersenyum kemudian mengecupnya."Eh sudah?" tanya Aruna saat Erland menjauhkan kepala."Aku inginnya hal lain, jika kamu mau lanjut. Maka ayo kembali ke dalam," ajak Erland.Aruna langsung mendorong suaminya menjauh. "Program anak sih program, tapi tolong jaga kesehatan juga. Jangan bikin anak nonstop."Erland tersenyum melihatnya yang merajuk. Kemudian dia kembali memeluk Aruna dan menenggelamkan kepala ada pundaknya."Baiklah. Hari kita masih panjang ya Sayang."Kepalanya mengangguk. "Benar. Kalau sudah waktunya, pasti dikasih anak kok."Seperti biasa, Aruna dan Erland kembali bekerja setelah esok harinya tiba. Dan baru menjemput Fira di rumah Faisal saat jam pulang kerja."Mama!" seru Fira langsung berlari dan memeluk kakinya.Aruna tersenyum dan mengusap kepala putrinya. "Senang menginap di rumah kakek?"Kepala Fira mengangguk antusi
Erland telah selesai mandi dan makan malam bersama keluarga kecil. Aruna saat ini sedang merapikan pakaian suaminya."Kabari aku jika kamu sudah tiba," ujarnya membuat Erland tersenyum."Aku tidak pergi jauh Sayang, tapi baiklah aku akan tetap memberi kabar."Aruna mengangguk. "Bagus."Kemudian Aruna memandang suaminya yang selalu saja tampan. Padahal bertahun-tahun telah berlalu. Erland meraih pinggangnya dan ingin mencium bibirnya, membuat Aruna langsung mendorong wajah suaminya."Kamu kan sudah harus pergi," usirnya."Habisnya kamu terus saja menatap padaku, jadi aku kira kamu minta cium."Aruna berdecak, "aku sedang mengagumi suamiku yang tampan ini, bukan karena ingin cium."Dahi Erland mengerut. "Yakin tidak mau cium?"Aruna tersenyum dan mengalunkan tangan pada pundak suaminya, kemudian saling mencium meski hanya kecupan saja. Erland mengusap kepalanya."Aku akan segera pulang, masuklah dan jangan bergadang."Kepala Aruna mengangguk. Erland sempat mengecup dahinya dulu, kemudia
"Sialan!"Ibu tiri Erland berteriak kesal mendengar penuturan dari Erland. Apalagi saat tahu kalau Erland tidak keluar rumah sama sekali, malah berjalan menuju kamar lama milik Erland."Sedang apa kamu masih di sini!"Erland memandang pada pembantu yang berjaga di sekitar, kemudian mereka langsung mencegah wanita itu yang ingin menyusul. Erland segera menutup pintu kamar, bahkan menguncinya. Karena tidak ingin diganggu.Mata dia menatap sekeliling kamar yang sama sekali tidak berubah. Kebersihan dan peralatannya dijaga dengan baik. Erland merebahkan tubuh di atas ranjang dan memandang langit-langit kamar."Kenapa dia tetap menjaga kamar ini, padahal aku tidak akan pernah pulang."Tapi, hari tersebut Erland pulang setelah bertahun-tahun berlalu. Erland memandang jam di kamar yang bahkan masih berfungsi, kemudian dia mengambil ponsel di saku dan menghubungi Aruna.Aruna yang sedang menidurkan Fira, langsung turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Erland juga begitu sabar menanti Aruna
Aruna yang sedang memakaikan seragam sekolah pada putrinya, sesekali melirik jam. Karena suaminya tak kunjung pulang juga. Fira pun sampai bertanya karena melihat dirinya yang tak fokus."Mama menunggu papa ya?"Bibirnya langsung tersenyum. "Iya, Sayang. Mama nungguin papa, katanya pulang untuk ganti baju."Tepat saat itu, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah membuat mata Fira berbinar. Kemudian berlari darinya yang hendak memakaikan dasi. Aruna sendiri tersenyum dan mengikuti putrinya keluar.Namun, baru juga Aruna selesai menuruni anak tangga. Fira kembali berlari ke arahnya dengan raut ceria."Kata Papa hari ini tidak sekolah.""Eh? Kan bukan hari libur, mama juga tidak mendapat info apa pun dari sekolah." Aruna jelas bingung.Kemudian, Erland berjalan mendekat dan menyahut, "papa minta bertemu."Aruna memandang suaminya semakin tidak mengerti. "Dan kamu menyetujuinya?"Erland berjalan semakin dekat dan berhadapan dengannya. Kemudian meraih tangannya, karena Erland sangat
Aruna berkeliling di rumah ayah mertuanya. Tempat Erland dahulu dibesarkan. Kemudian dirinya bertemu dengan ibu tiri dari suaminya. Aruna ingin menghindar, namun tangannya dicekal."Kamu merasa bangga ya, bisa keluar masuk rumah ini."Aruna memandang lekat. "Bangga?""Kenapa harus berbangga diri, aku menantu di rumah ini," lanjutnya.Ibu tiri Erland menyeringai. "Kamu hanya menantu yang tidak diakui.""Aku juga tidak ingin diakui oleh Anda."Kemudian Aruna menarik paksa tangannya dari ibu mertuanya. Hendak wanita ini main tangan, namun mendadak terhenti setelah ada langkah terdengar di belakang tubuhnya. Aruna langsung berbalik dan menemukan Erland berjalan mendekat dengan mata melotot tajam. Fira berlari di belakang suaminya sembari tertawa senang. Namun saat melihat ibu tiri Erland, Fira mendadak bersembunyi di belakangnya."Ayo aku antar ke kamar untuk istirahat," ujar Erland langsung menggiring Aruna dan Fira.Wanita itu mengepalkan tangan dengan wajah menunjukkan raut emosi. Nam
Aruna menemui putrinya yang ada di rumah Faisal. Mungkin selama seminggu ini, akan tetap di sana sampai Aruna dan Erland pulang ke rumah. "Fira sedang tidur siang," ujar Faisal memberi tahunya.Aruna mengangguk. "Begitu ya sudah.""Kamu tidak akan pergi lagi kan?""Mungkin sore akan ke sana lagi dan malamnya ke sini untuk menemani Fira tidur, Yah."Faisal menghela napas. "Sewaktu masih hidup, saling bermusuhan. Giliran sudah mati, malah begitu betah di sana."Aruna memandang ayahnya. "Jangan bicara begitu, Yah. Bagaimana pun Erland kan anaknya, kalau bukan Erland siapa yang mengurusi."Mendengar ucapannya, Faisal langsung mengangguk. "Iya, iya. Ayah hanya kesal dengan Erland dan ayahnya yang sering bertengkar itu."Aruna duduk di sofa dan menarik napas. "Bagaimana pun, anak tetaplah anak. Ditinggal ayahnya tentu saja sedih.""Kamu juga begitu memangnya?"Dahi Aruna langsung mengerut. "Ayah mau menyusul? Semua keluarga ingin Ayah panjang umur kok."Faisal langsung tersenyum, kemudian
Erland benar-benar membawa Aruna ke rumah sakit pada siang harinya. Tentunya untuk memeriksakan kandungan sang istri. Tepat seperti yang dokter katakan, usia kandungannya memasuki 6 minggu. Aruna dan Erland diminta oleh dokter untuk jangan berhubungan dulu, sebelum melewati trimester pertama.Aruna yang memang sudah pernah hamil, tahu masalah larangan itu. Bahkan Erland pun terlihat mengerti, jadi tidak berkomentar apa pun."Jadi, apakah istri dan anakku ini ingin makan sesuatu?"Begitu keluar dari ruangan dokter kandungan, Erland menawarkan. Tangan saling bergandengan dengan Aruna. Erland sampai melirik karena menantikan jawaban dari istri."Aku mau waffle," ujarnya."Hm, biasanya beli di mana?""Aku tidak tahu. Tapi, harusnya ada cafe atau resto yang jual kan."Erland mengangguk. "Nanti aku cari infonya di ponsel ya."Mereka berdua tetap berjalan bersama dan memutuskan untuk menjemput Fira di sekolah. Kebetulan putrinya pasti sudah pulang. Sepanjang mengemudi, Aruna bergelayut man
Erland mengerutkan dahi. "Anak kembar?""Iya."Mendadak Erland tersenyum. "Gimana mau anak kembar, kamu sudah hamil begini. Harus lahir dulu Sayang, baru bikin anak kembar lagi."Mendengarnya, Aruna jadi membuka matanya lebih lebar dan memandang ke arah Erland. Suaminya masih tersenyum, kemudian mengusap wajahnya."Memangnya siap melahirkan lagi? Yang lagi di kandung saja belum lahir," ujar Erland.Aruna langsung menggeleng. "Iya, harus lahirin dulu yang lagi dikandung."Erland mengangguk dan mengusap kepalanya. "Nah iya, habis lahiran. Kita baru pikirkan lagi ya soal anak kembar."Aruna memainkan kancing baju suaminya. "Tapi kata ayahku, katanya anak kembar merepotkan."Erland menumpu kepala dengan tangan. Mata memandangnya sangat lekat, sampai Aruna membalas."Kenapa merepotkan? Kan anak sendiri. Aku malah senang banyak anak, rumah akan ramai dan aku juga bakal bantu merawat anak-anak.""Kalau disuruh jaga anak, paling nanti kamu tidur," ujarnya."Tidak akan, aku jamin."Aruna kemba