Di pagi yang cerah, taman di dekat kampus itu dipenuhi dengan semilir angin yang lembut, membawa keharuman bunga-bunga musim semi yang baru mekar. Pepohonan yang rindang menambah nuansa teduh, sementara sinar matahari yang menembus celah-celah daun menciptakan pola cahaya yang bermain di jalur-jalur setapak.
Di kejauhan, beberapa mahasiswa terlihat duduk di bangku taman, ada yang sedang asyik membaca buku, sementara yang lain terlibat dalam pembicaraan serius atau sekadar menikmati suasana. Beberapa kelopak bunga yang gugur ditiup angin, berputar-putar di udara sebelum akhirnya mendarat di atas permukaan danau kecil yang ada di tengah taman. Air di danau itu tenang, memantulkan bayangan langit biru dan awan putih yang berarak lambat. Sesekali, suara gemericik air terdengar saat ikan-ikan kecil yang berenang dengan riang. Di sisi lain taman, jajaran bunga tulip dan mawar dalam berbagai warna menyuguhkan pemandangan yang memukau. Sementara itu, jalur setapak yang dibatasi dengan batu alam membimbing langkah para pengunjung untuk menikmati setiap sudut taman yang dirancang dengan teliti. Atmosfer taman yang indah dan damai ini menyediakan oasis kecil di tengah kesibukan kampus, memberikan ruang bagi setiap orang untuk beristirahat sejenak dari rutinitas mereka. Ckrek Zahra tersenyum ketika melihat hasil gambar yang baru saja dirinya ambil.. Hasilnya sangat cantik sekali, dengan view di belakangnya sebuah taman dengan banyak bunga. Zahra langsung mengunggahnya di media sosial miliknya. Hanya memberikan sebuah caption tanda hati berwarna merah. Tidak lama, postingannya sudah di banjiri oleh like, dan komentar. Berbagai macam komentar positif memenuhi postingan Zahra. Banyak dari mereka memuji kecantikan Zahra. Ya Zahra itu sangat cantik, wajahnya persis seperti almarhum ayahnya. Zahra tersenyum, lalu tanpa sadar terfokus pada satu komentar dari seseorang yang selama ini dekat dengannya. @Fatih_Maheswari. Kenapa cantik banget sih , calon ibu dari anak-anak saya @Fatih_Maheswari. Kapan-kapan kita foto bareng ya sayang, kalau sudah sah. @Tabita. Ciye, ciye, di notice sama calon imam tuh. @Salma. Jangan kasih kendur dong om Fatih, nanti Zahra-nya ke buru di ambil orang nanti. Soalnya banyak banget ni cowok di kampus deketin dia. @Fatih_Maheswari. @Salma. Kayak nya saya harus cepat ini. Kalau tidak saya bakalan jomblo seumur hidup. @Salma hahaha, @Fatih_Maheswari. Ya ampun om, masa segitunya sih hahaha. Zahra tersenyum tipis membaca komentar para sahabat dan om Fatih.. Entah lah merasa terhibur saja, dengan kegundahan di hatinya. Sudah 20 pria datang kepada Ayah dan Bundanya, untuk meminang Zahra namun dirinya menolak pinangan semua pria itu. Entahlah, rasanya Zahra sudah menutup hatinya untuk satu orang yang tidak akan pernah Zahra gapai sampai kapanpun. Zahra berharap kepada Allah, mempertemukan dirinya dengan pria yang mampu membuat nya move on dari seseorang.. • Beberapa menit yang sebelumnya... Saat itu ketiganya sedang ada di kantin kampus, seperti biasanya, setelah jam pelajaran pertama usai, Zahra ke kantin. "Eh dosen pembimbing lo ganteng banget ya Ra, gue baru lihat loh, di fakultas gue enggak ada tuh yang ngajar seganteng pak Abian, namanya pak Abian kan Ra?" ucap Salma, Salma sahabat Zahra, tapi tidak satu fakultas dengan dirinya.. Zahra fakultas manajemen bisnis, sedangkan Salma dan Tabita fakultas hukum. Zahra menganggukkan kepalanya, sambil tersenyum-senyum tidak jelas. "Ciye dianya senyum-senyum Bita." Ledek Salma. Tabita menoleh, menatap ke arah Zahra. "Lo suka sama pak Abian?" Tanya Tabita. Blush Wajah Zahra langsung merah merona mendengar perkataan Tabita. "Emmm, anuh" "Gue tetanggaan loh sama Pak Abian" ucap Tabita lagi, membuat Zahra semakin penasaran di buatnya. Sama dengan Salma yang tengah asik meminum jus melon yang baru di pesan olehnya tadi. "Pak Abian anaknya pak Landra yang pengusaha sukses itu bukan?" Sebab Zahra pernah beberapa kali melihat di sosial media wajah pria itu bersanding dengan ayahnya. Tabita menganggukkan kepalanya. "Iya, tapi dia enggak tinggal di rumah orang tuanya deh, dia punya rumah sendiri" sahut Tabita. "Biasanya kan gitu, apalagi pak Abian dia mandiri banget, pasti nggak mau tinggal sama orang tuanya." "Padahal pak Landra duda ya kan? Kok pak Abian tega banget sih" sambung Salma lagi sambil menyeruput esnya. "Terus?" Zahra semakin penasaran tentang sosok dosen yang di kaguminya selama ini. Dirinya hanya tau jika dosennya itu anak pak Landra, sang pengusaha sukses dan terkenal, soal yang lain Zahra tidak tau, karena memang kehidupan Abian itu sangat privasi. Tidak banyak orang yang tau. "Aciye ciye, ada yang kepo nih" celetuk Salma menggoda Zahra. "Apaan sih Salma" Zahra mencebikkan ujung bibir nya menatap Salma kesal, membuat Salma mengangkat tangannya, membentuk huruf v. "Sorry Ra" Zahra menatap kembali ke arah Tabita. "Lo beneran suka sama pak Abian?" Tanya Tabita lagi. Zahra menggigit bibir bawahnya kuat, lalu mengangguk singkat, membuat Salma terpekik lalu mengejek-ngejek Zahra. "Diem Salma, nanti orang-orang pada tau" Zahra sampai membekap mulut Salma, tidak taukah jika pengunjung kantin saat ini tengah menatap ke arah meja mereka. Sedangkan Tabita menghembuskan nafasnya berat. "Ra kayak nya lo harus lupain perasaan loh ke pak Abian deh." Ucap Tabita lagi, membuat Zahra dan Salma langsung menoleh dan menatap ke arahnya. "Lo suka juga sama pak Abian?" Tanya Salma memicingkan matanya. Tabita langsung membulatkan kedua bola matanya lalu menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak lah! Ya kali gue suka sama dosen killer kayak dia" "Terus, kenapa lo nyuruh Zahra buat lupain pak Abian?" Tanya Salma menuntut. Tabita menatap Zahra iba. "Ra, pak Abian itu, emm anu emmmm udah punya istri" ucap Tabita pelan dan langsung sukses membuat Zahra tertegun mendengarnya.... Sedangkan Salma langsung membekap mulutnya syok, satu Fakta yang membuat dirinya tak percaya. Jika dosen yang terkenal galak itu sudah menikah. "Tapi gue lihat pak Abian enggak pernah posting foto istrinya" ucap Salma. Tabita mengedikkan bahunya. "Gue juga enggak tau, tapi kalau lo pada penasaran, lo mampir ke rumah gue deh, kan biasanya gue selalu yang ke rumah lo pada. Kalian berdua mah enggak pernah" sindir Tabita mengerling tajam. Rumah Abian dan Tabita tetanggaan. "Gimana Ra?" Tanya Salma. Zahra langsung menggelengkan kepalanya "Enggak usah aja, lain kali aja ya Bit, gue hari ada acara...." Zahra lalu bangkit dari duduknya, "oiya aku duluan ya, ada perlu" ucap Zahra beranjak pergi meninggalkan teman-temannya.. "Yah patah hati tuh anak" cetus Salma. Tabita menganggukkan kepalanya lalu menghembuskan nafasnya kasar. "Kalau gue enggak bilang langsung, nanti perasaan Zahra malah makin dalem lagi. Gue takut Zahra lebih sakit dari pada sekarang" ucap Tabita menatap punggung Zahra yang menghilang di balik pintu kantin. Salma menganggukkan kepalanya. Setuju dengan Tabita."Saya tidak mau tau, harus selesai dalam waktu setengah jam!" Tegas dosen bernama Abian itu sambil berkacak pinggang menatap Zahra dengan sengit. Zahra menghembuskan nafasnya panjang, entah lah dirinya sangat ingin tidak berurusan dengan dosen yang ada di hadapannya saat sekarang ini, namun kenyataannya dirinya sudah di haruskan untuk berurusan dengan dosen ini. Karena mau mengelak juga, kenyataannya bahwa Abian Kaliandra adalah dosen pembimbingnya.. "Kamu tidak dengar apa yang saya bilang?" Seru Abian dingin lagi sambil meletakkan kertas-kertas skripsi yang baru saja dirinya lihat tadi dengan kasar di atas meja sana. "Skripsi kamu salah semua. Kamu niat sekolah enggak sih?" Timpalnya lagi dengan emosi yang membuncah. "Ubah skripsi kamu! Dan jangan lupa tugas yang saya berikan tadi. Harus selesai dalam waktu setengah jam. Saya tunggu kamu di ruangan saya setengah jam lagi. Kalau kamu tidak siap, kamu tidak akan lulus" ucap Abian dengan nada tegas dan tidak mau di bantah. "Ka
"Zahra kenapa kok makanannya enggak habis hm?" Tanya Fatih sambil meletakkan sepotong pizza lagi ke piring Zahra. Fatih memang sudah pulang dari luar negeri, dan dirinya langsung bertandang ke rumah Bani. "Makan lagi sayang, nih tambah lagi" ucap Fatih. Zahra hanya menggelengkan kepalanya. "Zahra udah kenyang om" tolak Zahra lembut. Zahra lalu menatap ke arah bunda yang tengah menyuapi adiknya. "Bun, aku pamit masuk dulu ya" ucapnya kepada sang bunda, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Fatih, Ana dan juga Athar yang menatap punggung Zahra dengan tatapan yang sulit di artikan. Tidak lama Bani yang dari toilet menghampiri dan langsung bergabung bersama dengan mereka. "Zahra-nya kemana? Belum pulang dari kampus?" Tanya Bani. "Zahra di kamarnya. Baru juga pulang dari kampus, entah kenapa, makan juga enggak habis" sahut Ana sedikit risau dengan tingkah Zahra yang tiba-tiba aneh. "Pasti ini gara-gara kamu kan Fatih, his kamu sih buat anak gadis
"To--tolong" Zahra berteriak ketika tidak sanggup menahan berat badan wanita itu, Zahra terduduk lemas, sambil melirik ke sana kemari, mencari keberadaan seseorang. Namun hasilnya nihil, jalanan ini sangat sepi. Zahra merutuki dirinya, mengapa pula dirinya harus lewat jalanan sepi ini. Padahal ayahnya selalu melarangnya jika Zahra melewati jalanan ini. Takut jika sesuatu hal yang buruk terjadi. Dan benar, saat ini Zahra merasakannya sendiri. Zahra menatap mobil milik wanita itu yang sudah hangus terbakar. Zahra menghembuskan nafasnya panjang, lalu menatap wanita yang ada di pangkuanya. Hujan sudah mulai reda, Tidak lama, sebuah motor metik lewat berlawanan arah, Zahra yang mendengar deru suara mesin sepeda motor itu langsung tersenyum. "Pak tolong!!" Teriak Zahra sambil melambaikan sebelah tangannya, Sang bapak juga langsung menghentikan laju motornya. Pria paruh baya itu menatap terkejut melihat sebuah mobil yang sudah hangus terbakar oleh api di jalanan basah itu, dan mel
Tap tap tap Abian melangkah lebar menyusuri lorong rumah sakit, tujuannya adalah ruangan operasi. Tempat di mana sang istri saat ini tengah mempertaruhkan nyawanya. Abian berulang kali menghembuskan nafasnya kasar, di dalam hati selalu memanjatkan doa, berharap istrinya baik-baik saja. 1 jam lamanya Abian berdiri di depan ruangan tersebut, Landra tadi sudah di telpon, dan katanya sudah di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Cklek Seorang dokter keluar dari ruangan tersebut, membuat Abian langsung mendongak, menatap wajah sang dokter. "Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" Tanya Abian tho the point. Rasa khawatir sungguh menyeruak di dalam dirinya. Dirinya bahkan langsung bertanya tanpa menunggu ucapan dari dokter itu. Dokter itu tersenyum. "Anda Abian Kaliandra, suami ibu Dona?" "Iya" Sang dokter mengangguk-anggukan kepalanya, tau betul siapa yang ada di hadapannya saat sekarang ini, anak dari pengusaha terkenal di kota itu. Bahkan fotonya ada di sepanjang jala
Jika boleh aku meminta, aku tidak mau Allah menakdirkan hatiku jatuh kepadamu. Dan jika boleh, aku ingin sekali pergi menjauh dari kamu. Dan melupakan semua perasaanku. Walaupun sulit, tapi aku harus mencobanya. Tapi ternyata Takdir Allah tidak di sangka-sangka. Nyatanya Allah semakin membuat aku dekat dengan kamu.. __Putri Az-Zahra __ Semua takdir sudah di garis kan oleh Allah SWT... Kita sebagai hambanya hanya mampu menerima dan berdoa, berharap kita mendapatkan takdir yang baik... __istri kedua sang Dosen__ Setelah operasi di kaki Dona berhasil, dan Dona di nyatakan baik-baik saja, Bani langsung mendatangi korban kecelakaan yang di tabrak oleh Zahra, Bani akan meminta maaf dan menanggung semua pengobatan korbannya itu... Namun siapa sangka, jika orang yang di tabrak oleh Zahra adalah istri dari Abian, dosennya sendiri, dan sekaligus menantu dari Landra... "Tidak masalah pak Bani, jangan seperti itu, saya sudah memaafkan, tidak ada luka yang serius kita yang di derita ole
Keesokan harinya... Hari ini Zahra membawa makanan untuk Dona, setelah ke kampus, Zahra memutuskan untuk mengunjungi Dona terlebih dahulu. Karena ia juga tidak memiliki luka yang cukup serius, Zahra bisa pergi kemana pun, tapi tetap saja, Bani -ayahnya melarangnya membawa mobil sendiri. Sementara waktu, Zahra pergi kemanapun di antar oleh supir. Anggap saja ini sebagai permohonan maaf Zahra, semoga hubungannya dengan Dona baik kedepannya. Walaupun ia tau, jika wanita itu istri dari dosennya, pria yang di cintainya. Tapi, Zahra akan berusaha keras melupakan pria itu, biar bagaimanapun perasaan yang di miliki oleh Zahra sudah salah, karena ia mencintai suami orang lain. Awalnya Ana menyuruh Zahra untuk istirahat terlebih dulu, namun Zahra menolaknya, alasannya karena Zahra tidak ingin tugas kuliahnya menumpuk, gara-gara ia tak kuliah-kuliah. Apalagi Zahra ingin lulus dengan cepat, ia harus segera menyelesaikan skripsinya... Zahra melangkahkan kakinya secara perlahan menyusu
Jika boleh meminta kepada Allah, aku ingin tidak di takdir kan denganmu... Aku tidak ingin hadir dan mencintaimu... Aku sungguh sangat sakit, ketika aku menjadi istrimu, tapi kamu sama sekali tidak mengharapkan aku. Kamu tidak pernah menganggap aku ada.. Aku hanya seperti bayangan di dalam hidupmu. __Putri Az-Zahra ___ "Mas, kamu mau kan?" Tanya Dona sambil memohon kepada Abian yang berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Suasana itu cukup tegang, bahkan Zahra sudah berharap ia akan terbebas dari sini. Sedangkan Dona, ia masih berharap Abian suaminya itu mau menikah dengan Zahra. "Mas, ini demi Papi. Kamu harus mengerti bagaimana perasaan Papi.. aku tidak mampu memberikan kamu keturunan mas. Aku mohon" Ucap Dona dengan tatapan sendunya. Dona lalu menatap ke arah Zahra yang sedari tadi terdiam. "Zahra wanita yang baik mas. Aku yakin, Zahra bisa memberikan kamu keturunan, mas. Aku dan dia bisa menjadi istri kamu mas" ucap Dona. Abian menghela nafasnya kasar. Zahra itu adalah m
Apakah aku mampu? Apakah aku bisa melakukannya. Saat hatiku hanya untuk seseorang. Nyatanya ini yang kedua kalinya aku harus melakukannya. -Abian Kaliandra - Di tengah sore yang berangin, cahaya matahari yang biasanya lembut dan hangat terasa sangat kencang, seolah-olah menembus tiap celah dan sudut yang ada. Daun-daun pada pepohonan bergoyang keras, berbisik satu sama lain dalam irama yang cepat. Cahaya itu menciptakan bayangan tajam yang jatuh memanjang di tanah, bergerak cepat mengikuti gerakan matahari yang tergesa-gesa menuju ufuk barat. Di tengah kekuatan angin yang membawa cahaya tersebut, debu dan partikel kecil terbawa, membuat langit terlihat sedikit kabur namun penuh dengan dinamika sore yang tidak terduga. Abian duduk di sebuah kursi taman, pandangannya terarah ke depan sana. Orang-orang sibuk berlalu lalang di depannya, namun ia tidak memperhatikan mereka. Fokusnya hanya pada pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Matanya yang datar tidak berkedip, seolah ia mencari
Ceklek "Mas Abian." Senyuman di bibir Dona yang sedari tadi muncul, kini harus luntur, ketika mengetahui jika yang masuk ke dalam ruangannya bukan lah Abian, melainkan Landra..Dona padahal sudah sangat berharap sekali jika yang masuk ke dalam ruangannya dan menjenguknya adalah Abian – mantan suaminya itu. Landra tersenyum tipis, lalu menghampiri mantan menantunya itu. Ya, Abian sudah lama menceritakan kejadian tersebut, tentang Dona yang berselingkuh, dan Abian yang menjatuhkan talak pada Dona, Landra cukup terkejut mendengar hal itu, namun ia mendukung sepenuhnya keputusan anaknya. Ia juga sudah salah karena telah menikah kan Abian dengan Dona. Mestinya Landra, tidak terburu-buru mengambil sebuah keputusan yang pada akhirnya membuatnya rugi. Ya, walaupun dia anak sahabat Landra, namun Landra paling benci dengan sikap seperti demikian. Dan rasa kesal pada Dona cukup memenuhi hatinya. Landra bahkan ingin sekali membuat wanita itu merasakan apa yang lebih di rasakan oleh anaknya
Abian dan Zahra kini sudah sampai di tempat penjualan bakso yang ada di sebuah gang di dekat perumahan Zahra. Kata Zahra bakso yang di sana sangatlah enak, Zahra bahkan pernah beberapa kali membelinya. Dan sekali ini ia sangat ingin makan bakso dengan suaminya itu. Entahlah permintaan yang sangat aneh, tapi Zahra sangat menginginkannya. Beruntung ia dan Abian sudah tidak bertengkar lagi, kalau saja hubungannya belum membaik dengan Abian, mungkin Zahra akan menangis menahan rasa inginnya itu. "Gimana enak?" Tanya Abian lembut, ketika melihat Zahra sangat menikmati semangkuk bakso yang ada di hadapannya, bahkan bibir Zahra belepotan, membuat Abian mengambil tisu dan mengelap bibir Zahra. Zahra menganggukkan kepalanya cepat, sambil tersipu malu dengan tindakan Abian ini, rasanya Zahra ingin menghilang saja dari belahan bumi ini, karena tidak sanggup di perhatikan seperti ini. Abian memang benar-benar berubah. Bahkan sedari tadi pria itu terus mengulas senyumnya. Abi
Setelah mengambil obat, Zahra dan Abian memutuskan untuk kembali pulang. Pulang ke rumah Zahra yang ada di kota Bandung. Karena Zahra masih mau di sana, Abian tadi sudah membujuk Zahra untuk kembali ke Jakarta mereka berdua, namun Zahra masih ingin tinggal di sana, terlebih Zahra juga masih kuliah di sana. "Padahal nggak masalah kalau kamu mau kembali lagi ke kampus yang dulu. Lagian punya saya juga kampusnya" cetus Abian, ia tak bisa berpisah lama dari istrinya itu. Sungguh ia ingin lagi tinggal bersama dengan Zahra. Zahra tersenyum kecil. "Saya masih mau tinggal di sini, pak. Nggak apa-apa kan? Lagian sebentar lagi saya juga bakalan selesai kuliahnya kok. Ini juga saya lagi susun skripsinya." Kata Zahra, tapi tetap saja membuat Abian cemberut. "Lama, saya nggak bisa kalau tidak ketemu sama kamu."Zahra terkekeh kecil, agak terkejut melihat tingkah lucu pria yang berstatus suaminya itu, pasalnya Abian tidak pernah menunjukkan sikap seperti ini. "Sabar dong, bapak kan masih bisa
Dona hari ini berencana pergi ke sebuah cafe, karena bosan, pacarnya hari ini di hubungi susah banget, jadi Dona yang kesal memilih keluar untuk menenangkan pikirannya.Dan di sini lah Luna, duduk sambil melihat para orang yang datang dengan pasangannya masuk ke dalam caf tersebut.Dona menatap iri pengunjung cafe yang datang dengan pasangannya.Kekasih Dona itu sekarang sudah jarang sekali mengunjungi Dona, bahkan jika Dona mengajaknya jalan, alasannya banyak sekali. Dona sampai di buat kesal bukan main. Apa lagi hari ini, pria yang berstatus pacarnya itu sama sekali tidak bisa di hubungi.Dona tidak ingin mengingat hal tersebut yang semakin membuat suasana hatinya keruh, sialan sekali. Deg Saat Dona sedang duduk santai di sebuah cafe, Dona di buat terkejut, tiba-tiba tubuh Dona menegang hebat, ketika matanya menatap sosok seorang pria dengan wanita yang baru saja memasuki cafe itu, dengan bergandengan tangan sangat mesra.Dona bangkit dari duduknya, dan langsung menghampiri k
"I-ini..." Bahkan lidahnya terasa sangat kelu, Abian memandangi kertas itu dengan mata yang berkaca-kaca. Zahra melengos, ia sungguh sangat geram sekali, kenapa pula kertas itu harus bisa jatuh pula? Sialan, jadilah pria itu tau tentang hal ini, hal yang akan Zahra sembunyikan. "Kamu hamil?" Tanya Abian lagi, matanya menatap ke arah Zahra yang sedari tadi diam. "Ra, kamu beneran hamil?" Ulang Abian lagi. Zahra mendengus, tangannya terulur merampas kertas yang di pegang oleh Abian. Ia langsung menyimpannya di dalam saku bajunya lagi. "Saya pulang. Nanti akan ada supir saya yang datang kemari, anda bisa pulang dengan supir saya." Ucap Zahra dengan ketus. Abian menghembuskan nafasnya kasar. Saat Zahra akan pergi, Abian menarik tangannya. "Ra, kita perlu berbicara, jangan seperti ini. Saya tidak mau masalah ini semakin panjang, terlebih kamu sedang hamil anak saya." Kata Abian, bahkan Abian tidak memperdulikan keberadaan suster yang sudah melongo menatapi mereka berdua. Zahra menep
Zahra masih membekap mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan hasil pemeriksaan yang harus saja ia lakukan barusan. Sungguh ia dilema, harus bagaimana, ia tidak mungkin memberitahu Abian tentang semua ini. Ia tidak mau membuat pria itu bahagia, dan Zahra harus kembali lagi dengan pria itu. Ia tidak mau, jangan sampai, sudah cukup ia hidup dengan Abian. Pria yang tidak memiliki perasaan dan hati nurani sedikitpun. Dan Zahra tidak akan mau mengulanginya lagi. Zahra langsung menyimpan kertas itu tadi di dalam saku bajunya, ia bahkan menghapus air matanya yang menetes. Ia tidak boleh nampak sedih di depan Abian. Zahra juga sudah mengambil obat untuk pria itu. Sesuai yang sudah di resepkan oleh dokter Galu tadi. Abian juga sudah boleh pulang, dan Zahra akan menyuruh pria itu segera kembali ke Jakarta. Zahra melangkahkan kakinya menyusuri setiap lorong-lorong rumah sakit yang ramai oleh beberapa orang yang lewat itu, langkahnya semakin terasa sesak, ia berjalan sambil membayangkan kehid
Pagi ini Zahra sudah bersiap-siap akan pergi ke kampus. Namun dirinya di kejutkan dengan seseorang yang mengetuk pintu rumah yang di tempati olehnya. Zahra langsung membukanya. Dan Zahra terkejut ketika melihat keberadaan Abian di depan rumahnya yang ada di kota Bandung ini. Ya, pria itu memang sering datang menemuinya, namun ia tau jadwal Abian kapan datang ke Bandung, karena pria itu tidaklah mungkin ke Bandung saat sedang sibuk bekerja. Mungkin weekend pria itu datang, dan saat itu Zahra akan pergi agar tidak bertemu dengan pria itu. dan bukan hal itu saja yang membuat Zahra terkejut, namun Zahra terkejut ketika melihat penampilan pria itu. Abian tampak sangat kacau. Bibirnya pucat, dengan matanya yang sayu menatap ke arah Zahra. Zahra sejenak tertegun melihatnya. Namun setelahnya Zahra mendengus kesal. Karena mengingat kejadian dulu. "Hai, Zahra" ucap Abian lemah. Sungguh kepala Abian sangat pusing, namun Abian tetap berusaha untuk terlihat baik-baik saja, dan
Ya Tuhan, takdir apa lagi ini. Ketika aku sudah siap untuk pergi darinya, tapi Engkau malah memberikan sebuah kejutan. --Putri Az-zahra Sudah aku katakan bukan , kamu tidak akan pernah lepas dariku... Tuhan selalu mempunyai rencana yang indah untuk hubungan kita. Kamu akan tetap menjadi istriku, Zahra... -Abian Kaliandra "What?!" Tabita dan Salma sampai membekap mulut syok saat mendengar apa yang baru saja di ceritakan oleh Zahra. Ya, Zahra menceritakan semuanya, bahkan ia memberitahu semuanya tentang kejadian yang terjadi dalam hidupnya beberapa waktu yang lalu. Dan Tabita serta Salma cukup syok. Keduanya tidak pernah menyangka jika Zahra menikah dengan dosen mereka, dan yang lebih mengejutkan lagi, temannya itu menjadi istri kedua sang dosen. "Gila! Gue pasti lagi mimpi kan?" Salma mencubit tangan Tabita, membuat Tabita menjerit. "Elo gila!" Sentak Tabita dengan mata yang melotot. Salma nyengir tanpa dosa. "Astaga!! Ternyata gue nggak lagi mimpi." Lalu gadis ber
Zahra menyeret langkah kakinya menyusuri jalanan ramai itu. Ia mengenakan masker dan juga topi untuk menutupi wajahnya dari beberapa orang. Matanya sembab, tidak mungkin Zahra memperlihatkan pada mereka semuanya. Ia ingin pulang ke rumahnya, dan semua baju-baju serta barang-barang yang di bawa kemarin saat ke rumah Abian di bawa semuanya. Tidak ada yang Zahra tinggal. Ia sudah mengambil keputusan yang mutlak ingin berpisah dari pria itu. Ia bahkan, tidak peduli konsekuensi yang akan ia hadapi nantinya. Biarkan saja Landra mengancamnya dengan beberapa tuntutan, karena nyatanya ia memang sudah benar-benar tidak tahan dengan Abian. "Aduh" Zahra memekik saat dengan tiba-tiba kakinya malah tersandung sebuah batu besar, karena saking tidak fokusnya berjalan. Zahra menghentikan langkahnya, ia berlutut sambil melihat ujung jari jempolnya yang sudah berdarah. "Aduh perih banget.... Mana jalanannya masih jauh banget lagi. Ck, hp juga mati." Gerutu Zahra. Ponselnya juga kehabi