"To--tolong" Zahra berteriak ketika tidak sanggup menahan berat badan wanita itu, Zahra terduduk lemas, sambil melirik ke sana kemari, mencari keberadaan seseorang. Namun hasilnya nihil, jalanan ini sangat sepi.
Zahra merutuki dirinya, mengapa pula dirinya harus lewat jalanan sepi ini. Padahal ayahnya selalu melarangnya jika Zahra melewati jalanan ini. Takut jika sesuatu hal yang buruk terjadi. Dan benar, saat ini Zahra merasakannya sendiri. Zahra menatap mobil milik wanita itu yang sudah hangus terbakar. Zahra menghembuskan nafasnya panjang, lalu menatap wanita yang ada di pangkuanya. Hujan sudah mulai reda, Tidak lama, sebuah motor metik lewat berlawanan arah, Zahra yang mendengar deru suara mesin sepeda motor itu langsung tersenyum. "Pak tolong!!" Teriak Zahra sambil melambaikan sebelah tangannya, Sang bapak juga langsung menghentikan laju motornya. Pria paruh baya itu menatap terkejut melihat sebuah mobil yang sudah hangus terbakar oleh api di jalanan basah itu, dan melirik ke samping dimana ada sebuah mobil lagi yang ringsek menabrak pohon, namun masih beruntung tidak terbakar. "Pak.. tolong" suara itu membuat bapak paruh baya itu menoleh ke sebuah pinggiran jalan sana matanya mendelik ketika melihat dua orang duduk bersimbah darah. Tidak ingin membuang-buang waktu, si bapak langsung menyetandarkan sepeda motor metik miliknya lalu mengambil ponsel miliknya. Mengetiknya sebentar dan menempelkannya di telinganya. Tidak lama panggilan pun terhubung. "Hallo rumah sakit, tolong, ada kecelakaan di jalan B" setelah mengatakan hal tersebut, sang bapak langsung berlari menghampiri Zahra dan seorang wanita yang ada di pangkuan Zahra. • • • "Zahra" Zahra mendongak, menatap seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruang rawatnya. Zahra tersenyum tipis, menatap wajah Bundanya yang kelihatan bener- bener khawatir banget. Sampai di depan Zahra, Ana langsung berhamburan memeluk tubuh mungil anaknya yang sudah gadis itu. Menangis, itu pasti, siapa sih yang enggak nangis, waktu dapat telpon jika anak gadisnya katanya kecelakaan. Sangking paniknya, bahkan Ana langsung pergi tanpa mengabari Bani dulu, sewaktu ingat di jalan, Ana langsung mengirimi suaminya yang baru berangkat kerja itu pesan, mungkin ketika Arsyad membuka pesannya, pria itu pasti baru mendudukkan dirinya di kursi ruangan kerjanya. "Hiks, kamu enggak apa-apa nak?" Ana mengurai pelukannya, lalu menangkup wajah cantik sang putri. Ana melihat ada beberapa goresan luka di wajah Zahra, Zahra menggelengkan kepalanya. Menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Enggak Bun, cuman pusing dikit, tapi ini udah lebih baik" sahut Zahra. Lydia menghembuskan nafasnya panjang. "Syukurlah sayang" Zahra menundukkan kepalanya. "Ta--tapi, Zahra takut terjadi sesuatu sama yang Zahra tabrak bunda..." Lirih Zahra sambil terisak. Ana membekap mulutnya. "Ya ampun sayang, kamu, emmm nabrak orang?" Tanya Ana yang belum tau ceritanya. Ana mengira, Zahra kecelakaan tunggal. Zahra menganggukkan kepalanya singkat. "Bunda. ." panggil Zahra kini mendongak menatap wajah sang bunda. "Zahra takut" Ana langsung menarik tubuh Zahra ke dalam pelukannya, lalu mengelus punggung Zahra dengan lembut. "Kita berdoa kepada saja, semoga orang yang kamu tabrak baik-baik saja" ucap Ana penuh harap • • • Tring Tring Tring Abian yang baru keluar dari ruang kelas yang di ajarnya tadi langsung menghentikan langkah kakinya. Abian menarik ponsel yang berada di dalam saku celananya lalu mengeryitkan sebelah alisnya ketika melihat nomor asing yang menelpon dirinya. Abian itu type orangnya yang cuek, enggak perduli sama sekali, apa lagi ini nomor asing. Yang sama sekali enggak dirinya simpan. Abian langsung mengabaikan panggilan tersebut. Secara ya dia ini dosen ganteng, walaupun galaknya pakai banget, tapi tidak sedikit pun mengurangi kadar nilai ketampanannya, pasti banyak yang naksir kan, Abian tebak ini pasti ulah salah satu fans terberatnya. Jadi Abian paling malas, jika meladeninya. Ekhm sedikit PD lah ya Abian. Abian terus melangkahkan kakinya menuju ke ruangan kelasnya, yang pastinya dengan raut wajah yang sangat sulit di artikan. Kesal dan pengen ngomelin seseorang. Abian membuka pintu ruangannya, lalu mendudukkan dirinya di kursi. Tangannya meraih ponsel miliknya. Dan membuka aplikasi berwarna hijau di sana, lalu membuka room chatnya bersama dengan seorang mahasiswinya. Tidak ada chat apapun di sana, selain Abian yang selalu mengatakan tentang tugas dan chat marah-marah dari Abian, walaupun Zahra hanya menimpali sedikit saja, dan dengan kata-kata yang lembut. [Kamu tidak hadir hari ini. Tidak ada ijin sama sekali lagi. Dan kamu saya nyatakan bolos! Jadi tugasnya saya beri 2 kali lipat] send Putri Az-zahra. Abian menghembuskan nafasnya kasar, lalu meletakkan ponselnya di atas meja setelah mengirimkan pesan kepada mahasiswi bimbingannya itu. Tidak perduli balasan dari Zahra nantinya, Abian langsung berkutat dengan laptop miliknya. Tring Tring Tring Lagi dan lagi ponsel miliknya berdering sangat nyaring, dan hal itu mengusik ketenangan Abian yang tengah memeriksa nilai mahasiswinya. Dan jangan lupakan, jika pak Landra tadi juga memberinya pekerjaan di perusahaan. Dan meminta Abian setelah pulang segera menuju ke perusahaan, karena ada rapat dengan para petinggi perusahaan. Abian melirik ponselnya, dan nomor tidak di kenal itu lagi-lagi menghubunginya. Karena kesal, Abian meraih ponselnya, lalu mengangkat panggilan tersebut.. "Hallo" ucap Abian. "Hallo, ini dengan bapak Abian? saya dari pihak rumah sakit, saya ingin mengabarkan jika istri anda bernama Dona mengalami kecelakaan. Maaf saya tadi mengambil nomor bapak dari ponsel istri anda yang ada di saku baju miliknya, dan saya melihat kartu identitasnya juga di balik dompet korban yang ada di saku gamisnya juga.." ucap seseorang yang ada di seberang sana, beruntung Dona, mengantongi hp dan dompetnya. Deg Jantung Abian berdetak kencang mendengar perkataan seseorang dari seberang telepon sana. "Di rumah sakit mana?" Tanya Abian sambil bangkit dari duduk nya dan meraih kunci mobil miliknya, bahkan Abian mengabaikan tatapan beberapa pasang mata yang di lalui olehnya. "Di rumah sakit pelita pak" "Oke" ucap Abian lalu langsung memutuskan panggilan telepon tersebut tanpa menunggu jawaban dari sana. Abian langsung melangkahkan kaki nya menuju ke parkiran, dan masuk ke dalam mobil miliknya. "Ya Tuhan, kalau sampai terjadi sesuatu kepada Dona, saya tidak tau harus bagaimana. Karena Papi pasti sangat kecewa dengan diri saya.." Ucap Abian di sela mengemudikan mobilnya. Mobil Abian melaju kencang membelah jalanan itu.. • • •Tap tap tap Abian melangkah lebar menyusuri lorong rumah sakit, tujuannya adalah ruangan operasi. Tempat di mana sang istri saat ini tengah mempertaruhkan nyawanya. Abian berulang kali menghembuskan nafasnya kasar, di dalam hati selalu memanjatkan doa, berharap istrinya baik-baik saja. 1 jam lamanya Abian berdiri di depan ruangan tersebut, Landra tadi sudah di telpon, dan katanya sudah di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Cklek Seorang dokter keluar dari ruangan tersebut, membuat Abian langsung mendongak, menatap wajah sang dokter. "Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" Tanya Abian tho the point. Rasa khawatir sungguh menyeruak di dalam dirinya. Dirinya bahkan langsung bertanya tanpa menunggu ucapan dari dokter itu. Dokter itu tersenyum. "Anda Abian Kaliandra, suami ibu Dona?" "Iya" Sang dokter mengangguk-anggukan kepalanya, tau betul siapa yang ada di hadapannya saat sekarang ini, anak dari pengusaha terkenal di kota itu. Bahkan fotonya ada di sepanjang jala
Jika boleh aku meminta, aku tidak mau Allah menakdirkan hatiku jatuh kepadamu. Dan jika boleh, aku ingin sekali pergi menjauh dari kamu. Dan melupakan semua perasaanku. Walaupun sulit, tapi aku harus mencobanya. Tapi ternyata Takdir Allah tidak di sangka-sangka. Nyatanya Allah semakin membuat aku dekat dengan kamu.. __Putri Az-Zahra __ Semua takdir sudah di garis kan oleh Allah SWT... Kita sebagai hambanya hanya mampu menerima dan berdoa, berharap kita mendapatkan takdir yang baik... __istri kedua sang Dosen__ Setelah operasi di kaki Dona berhasil, dan Dona di nyatakan baik-baik saja, Bani langsung mendatangi korban kecelakaan yang di tabrak oleh Zahra, Bani akan meminta maaf dan menanggung semua pengobatan korbannya itu... Namun siapa sangka, jika orang yang di tabrak oleh Zahra adalah istri dari Abian, dosennya sendiri, dan sekaligus menantu dari Landra... "Tidak masalah pak Bani, jangan seperti itu, saya sudah memaafkan, tidak ada luka yang serius kita yang di derita ole
Keesokan harinya... Hari ini Zahra membawa makanan untuk Dona, setelah ke kampus, Zahra memutuskan untuk mengunjungi Dona terlebih dahulu. Karena ia juga tidak memiliki luka yang cukup serius, Zahra bisa pergi kemana pun, tapi tetap saja, Bani -ayahnya melarangnya membawa mobil sendiri. Sementara waktu, Zahra pergi kemanapun di antar oleh supir. Anggap saja ini sebagai permohonan maaf Zahra, semoga hubungannya dengan Dona baik kedepannya. Walaupun ia tau, jika wanita itu istri dari dosennya, pria yang di cintainya. Tapi, Zahra akan berusaha keras melupakan pria itu, biar bagaimanapun perasaan yang di miliki oleh Zahra sudah salah, karena ia mencintai suami orang lain. Awalnya Ana menyuruh Zahra untuk istirahat terlebih dulu, namun Zahra menolaknya, alasannya karena Zahra tidak ingin tugas kuliahnya menumpuk, gara-gara ia tak kuliah-kuliah. Apalagi Zahra ingin lulus dengan cepat, ia harus segera menyelesaikan skripsinya... Zahra melangkahkan kakinya secara perlahan menyusu
Jika boleh meminta kepada Allah, aku ingin tidak di takdir kan denganmu... Aku tidak ingin hadir dan mencintaimu... Aku sungguh sangat sakit, ketika aku menjadi istrimu, tapi kamu sama sekali tidak mengharapkan aku. Kamu tidak pernah menganggap aku ada.. Aku hanya seperti bayangan di dalam hidupmu. __Putri Az-Zahra ___ "Mas, kamu mau kan?" Tanya Dona sambil memohon kepada Abian yang berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Suasana itu cukup tegang, bahkan Zahra sudah berharap ia akan terbebas dari sini. Sedangkan Dona, ia masih berharap Abian suaminya itu mau menikah dengan Zahra. "Mas, ini demi Papi. Kamu harus mengerti bagaimana perasaan Papi.. aku tidak mampu memberikan kamu keturunan mas. Aku mohon" Ucap Dona dengan tatapan sendunya. Dona lalu menatap ke arah Zahra yang sedari tadi terdiam. "Zahra wanita yang baik mas. Aku yakin, Zahra bisa memberikan kamu keturunan, mas. Aku dan dia bisa menjadi istri kamu mas" ucap Dona. Abian menghela nafasnya kasar. Zahra itu adalah m
Apakah aku mampu? Apakah aku bisa melakukannya. Saat hatiku hanya untuk seseorang. Nyatanya ini yang kedua kalinya aku harus melakukannya. -Abian Kaliandra - Di tengah sore yang berangin, cahaya matahari yang biasanya lembut dan hangat terasa sangat kencang, seolah-olah menembus tiap celah dan sudut yang ada. Daun-daun pada pepohonan bergoyang keras, berbisik satu sama lain dalam irama yang cepat. Cahaya itu menciptakan bayangan tajam yang jatuh memanjang di tanah, bergerak cepat mengikuti gerakan matahari yang tergesa-gesa menuju ufuk barat. Di tengah kekuatan angin yang membawa cahaya tersebut, debu dan partikel kecil terbawa, membuat langit terlihat sedikit kabur namun penuh dengan dinamika sore yang tidak terduga. Abian duduk di sebuah kursi taman, pandangannya terarah ke depan sana. Orang-orang sibuk berlalu lalang di depannya, namun ia tidak memperhatikan mereka. Fokusnya hanya pada pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Matanya yang datar tidak berkedip, seolah ia mencari
Setelah berunding cukup lama, dan memakan waktu hingga dua hari lamanya. Zahra akhirnya di perbolehkan menikah dengan Abian oleh keluarganya. Ana dan Bani awalnya menolak keras pernikahan tersebut, namun karena Landra terus mendesak mereka, pada akhirnya keduanya terpaksa menerimanya.. Dan mereka berharap Zahra akan selalu bahagia, tidak akan pernah menderita setelah menikah dengan Abian. Mereka hanya bisa berdoa, tidak bisa berbuat apapun, Landra memiliki kekuasaan yang begitu besar, ia bahkan mengancam keduanya, membuat keduanya tak berdaya. Bani mengusap kepala anaknya dengan sayang. "Maafkan ayah, nak." Ucap Bani, sungguh ia menyesal karena tidak bisa melindungi anak gadisnya itu. Memberikan anak gadisnya itu pada mereka, sama saja menghantarkan pada sebuah neraka terbuka. Bani, tau seperti apa keluarga Kaliandra. Tapi, ia tak punya pilihan lain. Nyawa keluarganya terancam. "Ayah sudah menjadi ayah yang gagal untuk kamu" ucap Bani sesenggukan, rasanya ia benar-benar tak rela
"Saya memang bukan ayah kandungnya Zahra, tapi saya tetap merasakan apa yang Zahra rasakan" ucap Bani sambil menatap ke arah Abian dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. "Saya tau kamu tidak mencintai putri saya. Dan kamu terpaksa menikah dengannya karena paksaan dari pak Landra dan istri pertama kamu" Deg Abian menundukkan kepalanya, hanya diam dan mendengarkan apa yang di ucapkan oleh pria yang sudah menjadi mertuanya ini. Ia tak bisa berkata-kata, memang semua itu benar adanya. Ia lagi-lagi terpaksa melakukannya, semuanya tak ada yang berdasarkan dari hatinya. Ingin marah dan menentang, Abian tak punya kekuatan itu, hidupnya hanya bisa di kendalikan oleh papinya. Bani menghembuskan nafasnya kasar, saat ini keduanya sedang duduk berdua di sebuah kursi yang tak ada orang sama sekali. Bani memang sengaja mengajak pria itu untuk berbicara berdua. "Saya awalnya tidak merestui hubungan kamu dengan putri saya. Tapi karena rasa bersalah, dan tanggung jawab Zahra, saya dan is
Ketika baru pertama kalinya aku menatap kedua bola matamu dengan lekat, entah mengapa, ada sesuatu yang terasa tidak asing di dalam hatiku. -Abian Kaliandra- Kurang apa sih Fatih? Tampan iya? Kaya iya, pengusaha terkenal juga. Kalau akhlak nya jangan di tanya lagi, Fatih baik sekali. Cuman kurang beruntungnya itu loh, dia selalu gagal dalam mencari pasangan hidup. Mau move on sama anaknya mantan eh malah di tinggal nikah juga, kan tambah sesak. "Ya Tuhan, apa dosaku, kenapa hidupku selalu seperti ini. Pasti di tinggal nikah selalu." Monolog Fatih sambil mengemudi kan mobil miliknya, menyusuri jalanan yang sudah sepi... Ya Fatih baru pulang dini hari, ini pukul 12 malam, tadi setelah pergi ke acara pernikahan Zahra, Fatih harus memeriksa berkas-berkas yang ada di kantornya, mengingat besok ia akan terbang lagi ke Sydney.. untuk apa? Ya karena ingin menenangkan dirinya kembali. Fatih melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang, karena ini tengah malam, Fatih pikir sudah jarang ad
Ceklek "Mas Abian." Senyuman di bibir Dona yang sedari tadi muncul, kini harus luntur, ketika mengetahui jika yang masuk ke dalam ruangannya bukan lah Abian, melainkan Landra..Dona padahal sudah sangat berharap sekali jika yang masuk ke dalam ruangannya dan menjenguknya adalah Abian – mantan suaminya itu. Landra tersenyum tipis, lalu menghampiri mantan menantunya itu. Ya, Abian sudah lama menceritakan kejadian tersebut, tentang Dona yang berselingkuh, dan Abian yang menjatuhkan talak pada Dona, Landra cukup terkejut mendengar hal itu, namun ia mendukung sepenuhnya keputusan anaknya. Ia juga sudah salah karena telah menikah kan Abian dengan Dona. Mestinya Landra, tidak terburu-buru mengambil sebuah keputusan yang pada akhirnya membuatnya rugi. Ya, walaupun dia anak sahabat Landra, namun Landra paling benci dengan sikap seperti demikian. Dan rasa kesal pada Dona cukup memenuhi hatinya. Landra bahkan ingin sekali membuat wanita itu merasakan apa yang lebih di rasakan oleh anaknya
Abian dan Zahra kini sudah sampai di tempat penjualan bakso yang ada di sebuah gang di dekat perumahan Zahra. Kata Zahra bakso yang di sana sangatlah enak, Zahra bahkan pernah beberapa kali membelinya. Dan sekali ini ia sangat ingin makan bakso dengan suaminya itu. Entahlah permintaan yang sangat aneh, tapi Zahra sangat menginginkannya. Beruntung ia dan Abian sudah tidak bertengkar lagi, kalau saja hubungannya belum membaik dengan Abian, mungkin Zahra akan menangis menahan rasa inginnya itu. "Gimana enak?" Tanya Abian lembut, ketika melihat Zahra sangat menikmati semangkuk bakso yang ada di hadapannya, bahkan bibir Zahra belepotan, membuat Abian mengambil tisu dan mengelap bibir Zahra. Zahra menganggukkan kepalanya cepat, sambil tersipu malu dengan tindakan Abian ini, rasanya Zahra ingin menghilang saja dari belahan bumi ini, karena tidak sanggup di perhatikan seperti ini. Abian memang benar-benar berubah. Bahkan sedari tadi pria itu terus mengulas senyumnya. Abi
Setelah mengambil obat, Zahra dan Abian memutuskan untuk kembali pulang. Pulang ke rumah Zahra yang ada di kota Bandung. Karena Zahra masih mau di sana, Abian tadi sudah membujuk Zahra untuk kembali ke Jakarta mereka berdua, namun Zahra masih ingin tinggal di sana, terlebih Zahra juga masih kuliah di sana. "Padahal nggak masalah kalau kamu mau kembali lagi ke kampus yang dulu. Lagian punya saya juga kampusnya" cetus Abian, ia tak bisa berpisah lama dari istrinya itu. Sungguh ia ingin lagi tinggal bersama dengan Zahra. Zahra tersenyum kecil. "Saya masih mau tinggal di sini, pak. Nggak apa-apa kan? Lagian sebentar lagi saya juga bakalan selesai kuliahnya kok. Ini juga saya lagi susun skripsinya." Kata Zahra, tapi tetap saja membuat Abian cemberut. "Lama, saya nggak bisa kalau tidak ketemu sama kamu."Zahra terkekeh kecil, agak terkejut melihat tingkah lucu pria yang berstatus suaminya itu, pasalnya Abian tidak pernah menunjukkan sikap seperti ini. "Sabar dong, bapak kan masih bisa
Dona hari ini berencana pergi ke sebuah cafe, karena bosan, pacarnya hari ini di hubungi susah banget, jadi Dona yang kesal memilih keluar untuk menenangkan pikirannya.Dan di sini lah Luna, duduk sambil melihat para orang yang datang dengan pasangannya masuk ke dalam caf tersebut.Dona menatap iri pengunjung cafe yang datang dengan pasangannya.Kekasih Dona itu sekarang sudah jarang sekali mengunjungi Dona, bahkan jika Dona mengajaknya jalan, alasannya banyak sekali. Dona sampai di buat kesal bukan main. Apa lagi hari ini, pria yang berstatus pacarnya itu sama sekali tidak bisa di hubungi.Dona tidak ingin mengingat hal tersebut yang semakin membuat suasana hatinya keruh, sialan sekali. Deg Saat Dona sedang duduk santai di sebuah cafe, Dona di buat terkejut, tiba-tiba tubuh Dona menegang hebat, ketika matanya menatap sosok seorang pria dengan wanita yang baru saja memasuki cafe itu, dengan bergandengan tangan sangat mesra.Dona bangkit dari duduknya, dan langsung menghampiri k
"I-ini..." Bahkan lidahnya terasa sangat kelu, Abian memandangi kertas itu dengan mata yang berkaca-kaca. Zahra melengos, ia sungguh sangat geram sekali, kenapa pula kertas itu harus bisa jatuh pula? Sialan, jadilah pria itu tau tentang hal ini, hal yang akan Zahra sembunyikan. "Kamu hamil?" Tanya Abian lagi, matanya menatap ke arah Zahra yang sedari tadi diam. "Ra, kamu beneran hamil?" Ulang Abian lagi. Zahra mendengus, tangannya terulur merampas kertas yang di pegang oleh Abian. Ia langsung menyimpannya di dalam saku bajunya lagi. "Saya pulang. Nanti akan ada supir saya yang datang kemari, anda bisa pulang dengan supir saya." Ucap Zahra dengan ketus. Abian menghembuskan nafasnya kasar. Saat Zahra akan pergi, Abian menarik tangannya. "Ra, kita perlu berbicara, jangan seperti ini. Saya tidak mau masalah ini semakin panjang, terlebih kamu sedang hamil anak saya." Kata Abian, bahkan Abian tidak memperdulikan keberadaan suster yang sudah melongo menatapi mereka berdua. Zahra menep
Zahra masih membekap mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan hasil pemeriksaan yang harus saja ia lakukan barusan. Sungguh ia dilema, harus bagaimana, ia tidak mungkin memberitahu Abian tentang semua ini. Ia tidak mau membuat pria itu bahagia, dan Zahra harus kembali lagi dengan pria itu. Ia tidak mau, jangan sampai, sudah cukup ia hidup dengan Abian. Pria yang tidak memiliki perasaan dan hati nurani sedikitpun. Dan Zahra tidak akan mau mengulanginya lagi. Zahra langsung menyimpan kertas itu tadi di dalam saku bajunya, ia bahkan menghapus air matanya yang menetes. Ia tidak boleh nampak sedih di depan Abian. Zahra juga sudah mengambil obat untuk pria itu. Sesuai yang sudah di resepkan oleh dokter Galu tadi. Abian juga sudah boleh pulang, dan Zahra akan menyuruh pria itu segera kembali ke Jakarta. Zahra melangkahkan kakinya menyusuri setiap lorong-lorong rumah sakit yang ramai oleh beberapa orang yang lewat itu, langkahnya semakin terasa sesak, ia berjalan sambil membayangkan kehid
Pagi ini Zahra sudah bersiap-siap akan pergi ke kampus. Namun dirinya di kejutkan dengan seseorang yang mengetuk pintu rumah yang di tempati olehnya. Zahra langsung membukanya. Dan Zahra terkejut ketika melihat keberadaan Abian di depan rumahnya yang ada di kota Bandung ini. Ya, pria itu memang sering datang menemuinya, namun ia tau jadwal Abian kapan datang ke Bandung, karena pria itu tidaklah mungkin ke Bandung saat sedang sibuk bekerja. Mungkin weekend pria itu datang, dan saat itu Zahra akan pergi agar tidak bertemu dengan pria itu. dan bukan hal itu saja yang membuat Zahra terkejut, namun Zahra terkejut ketika melihat penampilan pria itu. Abian tampak sangat kacau. Bibirnya pucat, dengan matanya yang sayu menatap ke arah Zahra. Zahra sejenak tertegun melihatnya. Namun setelahnya Zahra mendengus kesal. Karena mengingat kejadian dulu. "Hai, Zahra" ucap Abian lemah. Sungguh kepala Abian sangat pusing, namun Abian tetap berusaha untuk terlihat baik-baik saja, dan
Ya Tuhan, takdir apa lagi ini. Ketika aku sudah siap untuk pergi darinya, tapi Engkau malah memberikan sebuah kejutan. --Putri Az-zahra Sudah aku katakan bukan , kamu tidak akan pernah lepas dariku... Tuhan selalu mempunyai rencana yang indah untuk hubungan kita. Kamu akan tetap menjadi istriku, Zahra... -Abian Kaliandra "What?!" Tabita dan Salma sampai membekap mulut syok saat mendengar apa yang baru saja di ceritakan oleh Zahra. Ya, Zahra menceritakan semuanya, bahkan ia memberitahu semuanya tentang kejadian yang terjadi dalam hidupnya beberapa waktu yang lalu. Dan Tabita serta Salma cukup syok. Keduanya tidak pernah menyangka jika Zahra menikah dengan dosen mereka, dan yang lebih mengejutkan lagi, temannya itu menjadi istri kedua sang dosen. "Gila! Gue pasti lagi mimpi kan?" Salma mencubit tangan Tabita, membuat Tabita menjerit. "Elo gila!" Sentak Tabita dengan mata yang melotot. Salma nyengir tanpa dosa. "Astaga!! Ternyata gue nggak lagi mimpi." Lalu gadis ber
Zahra menyeret langkah kakinya menyusuri jalanan ramai itu. Ia mengenakan masker dan juga topi untuk menutupi wajahnya dari beberapa orang. Matanya sembab, tidak mungkin Zahra memperlihatkan pada mereka semuanya. Ia ingin pulang ke rumahnya, dan semua baju-baju serta barang-barang yang di bawa kemarin saat ke rumah Abian di bawa semuanya. Tidak ada yang Zahra tinggal. Ia sudah mengambil keputusan yang mutlak ingin berpisah dari pria itu. Ia bahkan, tidak peduli konsekuensi yang akan ia hadapi nantinya. Biarkan saja Landra mengancamnya dengan beberapa tuntutan, karena nyatanya ia memang sudah benar-benar tidak tahan dengan Abian. "Aduh" Zahra memekik saat dengan tiba-tiba kakinya malah tersandung sebuah batu besar, karena saking tidak fokusnya berjalan. Zahra menghentikan langkahnya, ia berlutut sambil melihat ujung jari jempolnya yang sudah berdarah. "Aduh perih banget.... Mana jalanannya masih jauh banget lagi. Ck, hp juga mati." Gerutu Zahra. Ponselnya juga kehabi