Keesokan harinya... Hari ini Zahra membawa makanan untuk Dona, setelah ke kampus, Zahra memutuskan untuk mengunjungi Dona terlebih dahulu. Karena ia juga tidak memiliki luka yang cukup serius, Zahra bisa pergi kemana pun, tapi tetap saja, Bani -ayahnya melarangnya membawa mobil sendiri. Sementara waktu, Zahra pergi kemanapun di antar oleh supir. Anggap saja ini sebagai permohonan maaf Zahra, semoga hubungannya dengan Dona baik kedepannya. Walaupun ia tau, jika wanita itu istri dari dosennya, pria yang di cintainya. Tapi, Zahra akan berusaha keras melupakan pria itu, biar bagaimanapun perasaan yang di miliki oleh Zahra sudah salah, karena ia mencintai suami orang lain. Awalnya Ana menyuruh Zahra untuk istirahat terlebih dulu, namun Zahra menolaknya, alasannya karena Zahra tidak ingin tugas kuliahnya menumpuk, gara-gara ia tak kuliah-kuliah. Apalagi Zahra ingin lulus dengan cepat, ia harus segera menyelesaikan skripsinya... Zahra melangkahkan kakinya secara perlahan menyusu
Jika boleh meminta kepada Allah, aku ingin tidak di takdir kan denganmu... Aku tidak ingin hadir dan mencintaimu... Aku sungguh sangat sakit, ketika aku menjadi istrimu, tapi kamu sama sekali tidak mengharapkan aku. Kamu tidak pernah menganggap aku ada.. Aku hanya seperti bayangan di dalam hidupmu. __Putri Az-Zahra ___ "Mas, kamu mau kan?" Tanya Dona sambil memohon kepada Abian yang berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Suasana itu cukup tegang, bahkan Zahra sudah berharap ia akan terbebas dari sini. Sedangkan Dona, ia masih berharap Abian suaminya itu mau menikah dengan Zahra. "Mas, ini demi Papi. Kamu harus mengerti bagaimana perasaan Papi.. aku tidak mampu memberikan kamu keturunan mas. Aku mohon" Ucap Dona dengan tatapan sendunya. Dona lalu menatap ke arah Zahra yang sedari tadi terdiam. "Zahra wanita yang baik mas. Aku yakin, Zahra bisa memberikan kamu keturunan, mas. Aku dan dia bisa menjadi istri kamu mas" ucap Dona. Abian menghela nafasnya kasar. Zahra itu adalah m
Apakah aku mampu? Apakah aku bisa melakukannya. Saat hatiku hanya untuk seseorang. Nyatanya ini yang kedua kalinya aku harus melakukannya. -Abian Kaliandra - Di tengah sore yang berangin, cahaya matahari yang biasanya lembut dan hangat terasa sangat kencang, seolah-olah menembus tiap celah dan sudut yang ada. Daun-daun pada pepohonan bergoyang keras, berbisik satu sama lain dalam irama yang cepat. Cahaya itu menciptakan bayangan tajam yang jatuh memanjang di tanah, bergerak cepat mengikuti gerakan matahari yang tergesa-gesa menuju ufuk barat. Di tengah kekuatan angin yang membawa cahaya tersebut, debu dan partikel kecil terbawa, membuat langit terlihat sedikit kabur namun penuh dengan dinamika sore yang tidak terduga. Abian duduk di sebuah kursi taman, pandangannya terarah ke depan sana. Orang-orang sibuk berlalu lalang di depannya, namun ia tidak memperhatikan mereka. Fokusnya hanya pada pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Matanya yang datar tidak berkedip, seolah ia mencari
Setelah berunding cukup lama, dan memakan waktu hingga dua hari lamanya. Zahra akhirnya di perbolehkan menikah dengan Abian oleh keluarganya. Ana dan Bani awalnya menolak keras pernikahan tersebut, namun karena Landra terus mendesak mereka, pada akhirnya keduanya terpaksa menerimanya.. Dan mereka berharap Zahra akan selalu bahagia, tidak akan pernah menderita setelah menikah dengan Abian. Mereka hanya bisa berdoa, tidak bisa berbuat apapun, Landra memiliki kekuasaan yang begitu besar, ia bahkan mengancam keduanya, membuat keduanya tak berdaya. Bani mengusap kepala anaknya dengan sayang. "Maafkan ayah, nak." Ucap Bani, sungguh ia menyesal karena tidak bisa melindungi anak gadisnya itu. Memberikan anak gadisnya itu pada mereka, sama saja menghantarkan pada sebuah neraka terbuka. Bani, tau seperti apa keluarga Kaliandra. Tapi, ia tak punya pilihan lain. Nyawa keluarganya terancam. "Ayah sudah menjadi ayah yang gagal untuk kamu" ucap Bani sesenggukan, rasanya ia benar-benar tak rela
"Saya memang bukan ayah kandungnya Zahra, tapi saya tetap merasakan apa yang Zahra rasakan" ucap Bani sambil menatap ke arah Abian dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. "Saya tau kamu tidak mencintai putri saya. Dan kamu terpaksa menikah dengannya karena paksaan dari pak Landra dan istri pertama kamu" Deg Abian menundukkan kepalanya, hanya diam dan mendengarkan apa yang di ucapkan oleh pria yang sudah menjadi mertuanya ini. Ia tak bisa berkata-kata, memang semua itu benar adanya. Ia lagi-lagi terpaksa melakukannya, semuanya tak ada yang berdasarkan dari hatinya. Ingin marah dan menentang, Abian tak punya kekuatan itu, hidupnya hanya bisa di kendalikan oleh papinya. Bani menghembuskan nafasnya kasar, saat ini keduanya sedang duduk berdua di sebuah kursi yang tak ada orang sama sekali. Bani memang sengaja mengajak pria itu untuk berbicara berdua. "Saya awalnya tidak merestui hubungan kamu dengan putri saya. Tapi karena rasa bersalah, dan tanggung jawab Zahra, saya dan is
Ketika baru pertama kalinya aku menatap kedua bola matamu dengan lekat, entah mengapa, ada sesuatu yang terasa tidak asing di dalam hatiku. -Abian Kaliandra- Kurang apa sih Fatih? Tampan iya? Kaya iya, pengusaha terkenal juga. Kalau akhlak nya jangan di tanya lagi, Fatih baik sekali. Cuman kurang beruntungnya itu loh, dia selalu gagal dalam mencari pasangan hidup. Mau move on sama anaknya mantan eh malah di tinggal nikah juga, kan tambah sesak. "Ya Tuhan, apa dosaku, kenapa hidupku selalu seperti ini. Pasti di tinggal nikah selalu." Monolog Fatih sambil mengemudi kan mobil miliknya, menyusuri jalanan yang sudah sepi... Ya Fatih baru pulang dini hari, ini pukul 12 malam, tadi setelah pergi ke acara pernikahan Zahra, Fatih harus memeriksa berkas-berkas yang ada di kantornya, mengingat besok ia akan terbang lagi ke Sydney.. untuk apa? Ya karena ingin menenangkan dirinya kembali. Fatih melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang, karena ini tengah malam, Fatih pikir sudah jarang ad
Jika kamu membenci aku, tolong setidaknya kamu hargai usahaku. __Putri Az-Zahra __ brugh "Arghhh" Zahra menggeram sakit saat punggungnya membentur lantai sana, saat Abian dengan tiba-tiba mendorong tubuhnya dengan kasar. Zahra meringis, memegangi punggungnya yang terasa sangat sakit. Sedangkan Abian, langsung bangkit dari duduknya, ia langsung melempar kursi yang di dudukinya tadi barusan. Sialan! bisa-bisanya saya terpesona sama perempuan itu! batin Abian, sungguh ia tak pernah menyangka bisa terpesona pada sosok Zahra, mahasiswinya yang sering terkena amarah olehnya itu. "Kamu–" Abian menunjuk ke arah Zahra dengan tangannya, rahangnya mengeras sempurna. "Sengaja melakukan hal ini! Kamu mau goda saya?!" Pekik Abian murka. Zahra dengan perlahan bangkit dari sana, ia langsung menundukkan kepalanya, karena takut melihat tatapan tajam dari Abian itu. "Maaf pak, saya tidak sengaja, ta-tadi saya benar-benar tidak tau kalau akan jatuh." Ucap Zahra. Abian mendengu
Zahra membayar ojek lalu masuk ke dalam gerbang kampus dengan langkah terburu-buru, lima menit lagi ia akan telat. Bahkan, Abian sama sekali tidak peduli Zahra berangkat ke kampus naik apa. Pria itu bahkan sama sekali tidak memberikan uang saku untuk Zahra. Namun, ia juga tidak terlalu mempermasalahkannya, sebab Zahra memiliki tabungan. Walaupun tidak banyak, tapi Zahra akan menghemat uang itu, sampai ia nanti memiliki pekerjaan dan bisa bekerja paruh waktu setelah pulang kuliah. Beberapa temannya juga bertanya kemarin, kenapa Zahra pergi naik ojek, namun Zahra mencari alasan, jika ia belum di perbolehkan naik mobil lagi akibat kecelakaan yang terjadi beberapa waktu lalu. Zahra juga beralasan jika naik ojek lebih enak, ia bisa menikmati keindahan pagi hari. Beruntung teman-temannya percaya saja, dan tidak bertanya hal-hal aneh lagi yang membuat Zahra jadi bingung. Zahra sambil memegang paperbag lalu langsung menuju ke kelas fakultasnya. Ia bahkan berlari agar cepat sampai.
Ceklek "Mas Abian." Senyuman di bibir Dona yang sedari tadi muncul, kini harus luntur, ketika mengetahui jika yang masuk ke dalam ruangannya bukan lah Abian, melainkan Landra..Dona padahal sudah sangat berharap sekali jika yang masuk ke dalam ruangannya dan menjenguknya adalah Abian – mantan suaminya itu. Landra tersenyum tipis, lalu menghampiri mantan menantunya itu. Ya, Abian sudah lama menceritakan kejadian tersebut, tentang Dona yang berselingkuh, dan Abian yang menjatuhkan talak pada Dona, Landra cukup terkejut mendengar hal itu, namun ia mendukung sepenuhnya keputusan anaknya. Ia juga sudah salah karena telah menikah kan Abian dengan Dona. Mestinya Landra, tidak terburu-buru mengambil sebuah keputusan yang pada akhirnya membuatnya rugi. Ya, walaupun dia anak sahabat Landra, namun Landra paling benci dengan sikap seperti demikian. Dan rasa kesal pada Dona cukup memenuhi hatinya. Landra bahkan ingin sekali membuat wanita itu merasakan apa yang lebih di rasakan oleh anaknya
Abian dan Zahra kini sudah sampai di tempat penjualan bakso yang ada di sebuah gang di dekat perumahan Zahra. Kata Zahra bakso yang di sana sangatlah enak, Zahra bahkan pernah beberapa kali membelinya. Dan sekali ini ia sangat ingin makan bakso dengan suaminya itu. Entahlah permintaan yang sangat aneh, tapi Zahra sangat menginginkannya. Beruntung ia dan Abian sudah tidak bertengkar lagi, kalau saja hubungannya belum membaik dengan Abian, mungkin Zahra akan menangis menahan rasa inginnya itu. "Gimana enak?" Tanya Abian lembut, ketika melihat Zahra sangat menikmati semangkuk bakso yang ada di hadapannya, bahkan bibir Zahra belepotan, membuat Abian mengambil tisu dan mengelap bibir Zahra. Zahra menganggukkan kepalanya cepat, sambil tersipu malu dengan tindakan Abian ini, rasanya Zahra ingin menghilang saja dari belahan bumi ini, karena tidak sanggup di perhatikan seperti ini. Abian memang benar-benar berubah. Bahkan sedari tadi pria itu terus mengulas senyumnya. Abi
Setelah mengambil obat, Zahra dan Abian memutuskan untuk kembali pulang. Pulang ke rumah Zahra yang ada di kota Bandung. Karena Zahra masih mau di sana, Abian tadi sudah membujuk Zahra untuk kembali ke Jakarta mereka berdua, namun Zahra masih ingin tinggal di sana, terlebih Zahra juga masih kuliah di sana. "Padahal nggak masalah kalau kamu mau kembali lagi ke kampus yang dulu. Lagian punya saya juga kampusnya" cetus Abian, ia tak bisa berpisah lama dari istrinya itu. Sungguh ia ingin lagi tinggal bersama dengan Zahra. Zahra tersenyum kecil. "Saya masih mau tinggal di sini, pak. Nggak apa-apa kan? Lagian sebentar lagi saya juga bakalan selesai kuliahnya kok. Ini juga saya lagi susun skripsinya." Kata Zahra, tapi tetap saja membuat Abian cemberut. "Lama, saya nggak bisa kalau tidak ketemu sama kamu."Zahra terkekeh kecil, agak terkejut melihat tingkah lucu pria yang berstatus suaminya itu, pasalnya Abian tidak pernah menunjukkan sikap seperti ini. "Sabar dong, bapak kan masih bisa
Dona hari ini berencana pergi ke sebuah cafe, karena bosan, pacarnya hari ini di hubungi susah banget, jadi Dona yang kesal memilih keluar untuk menenangkan pikirannya.Dan di sini lah Luna, duduk sambil melihat para orang yang datang dengan pasangannya masuk ke dalam caf tersebut.Dona menatap iri pengunjung cafe yang datang dengan pasangannya.Kekasih Dona itu sekarang sudah jarang sekali mengunjungi Dona, bahkan jika Dona mengajaknya jalan, alasannya banyak sekali. Dona sampai di buat kesal bukan main. Apa lagi hari ini, pria yang berstatus pacarnya itu sama sekali tidak bisa di hubungi.Dona tidak ingin mengingat hal tersebut yang semakin membuat suasana hatinya keruh, sialan sekali. Deg Saat Dona sedang duduk santai di sebuah cafe, Dona di buat terkejut, tiba-tiba tubuh Dona menegang hebat, ketika matanya menatap sosok seorang pria dengan wanita yang baru saja memasuki cafe itu, dengan bergandengan tangan sangat mesra.Dona bangkit dari duduknya, dan langsung menghampiri k
"I-ini..." Bahkan lidahnya terasa sangat kelu, Abian memandangi kertas itu dengan mata yang berkaca-kaca. Zahra melengos, ia sungguh sangat geram sekali, kenapa pula kertas itu harus bisa jatuh pula? Sialan, jadilah pria itu tau tentang hal ini, hal yang akan Zahra sembunyikan. "Kamu hamil?" Tanya Abian lagi, matanya menatap ke arah Zahra yang sedari tadi diam. "Ra, kamu beneran hamil?" Ulang Abian lagi. Zahra mendengus, tangannya terulur merampas kertas yang di pegang oleh Abian. Ia langsung menyimpannya di dalam saku bajunya lagi. "Saya pulang. Nanti akan ada supir saya yang datang kemari, anda bisa pulang dengan supir saya." Ucap Zahra dengan ketus. Abian menghembuskan nafasnya kasar. Saat Zahra akan pergi, Abian menarik tangannya. "Ra, kita perlu berbicara, jangan seperti ini. Saya tidak mau masalah ini semakin panjang, terlebih kamu sedang hamil anak saya." Kata Abian, bahkan Abian tidak memperdulikan keberadaan suster yang sudah melongo menatapi mereka berdua. Zahra menep
Zahra masih membekap mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan hasil pemeriksaan yang harus saja ia lakukan barusan. Sungguh ia dilema, harus bagaimana, ia tidak mungkin memberitahu Abian tentang semua ini. Ia tidak mau membuat pria itu bahagia, dan Zahra harus kembali lagi dengan pria itu. Ia tidak mau, jangan sampai, sudah cukup ia hidup dengan Abian. Pria yang tidak memiliki perasaan dan hati nurani sedikitpun. Dan Zahra tidak akan mau mengulanginya lagi. Zahra langsung menyimpan kertas itu tadi di dalam saku bajunya, ia bahkan menghapus air matanya yang menetes. Ia tidak boleh nampak sedih di depan Abian. Zahra juga sudah mengambil obat untuk pria itu. Sesuai yang sudah di resepkan oleh dokter Galu tadi. Abian juga sudah boleh pulang, dan Zahra akan menyuruh pria itu segera kembali ke Jakarta. Zahra melangkahkan kakinya menyusuri setiap lorong-lorong rumah sakit yang ramai oleh beberapa orang yang lewat itu, langkahnya semakin terasa sesak, ia berjalan sambil membayangkan kehid
Pagi ini Zahra sudah bersiap-siap akan pergi ke kampus. Namun dirinya di kejutkan dengan seseorang yang mengetuk pintu rumah yang di tempati olehnya. Zahra langsung membukanya. Dan Zahra terkejut ketika melihat keberadaan Abian di depan rumahnya yang ada di kota Bandung ini. Ya, pria itu memang sering datang menemuinya, namun ia tau jadwal Abian kapan datang ke Bandung, karena pria itu tidaklah mungkin ke Bandung saat sedang sibuk bekerja. Mungkin weekend pria itu datang, dan saat itu Zahra akan pergi agar tidak bertemu dengan pria itu. dan bukan hal itu saja yang membuat Zahra terkejut, namun Zahra terkejut ketika melihat penampilan pria itu. Abian tampak sangat kacau. Bibirnya pucat, dengan matanya yang sayu menatap ke arah Zahra. Zahra sejenak tertegun melihatnya. Namun setelahnya Zahra mendengus kesal. Karena mengingat kejadian dulu. "Hai, Zahra" ucap Abian lemah. Sungguh kepala Abian sangat pusing, namun Abian tetap berusaha untuk terlihat baik-baik saja, dan
Ya Tuhan, takdir apa lagi ini. Ketika aku sudah siap untuk pergi darinya, tapi Engkau malah memberikan sebuah kejutan. --Putri Az-zahra Sudah aku katakan bukan , kamu tidak akan pernah lepas dariku... Tuhan selalu mempunyai rencana yang indah untuk hubungan kita. Kamu akan tetap menjadi istriku, Zahra... -Abian Kaliandra "What?!" Tabita dan Salma sampai membekap mulut syok saat mendengar apa yang baru saja di ceritakan oleh Zahra. Ya, Zahra menceritakan semuanya, bahkan ia memberitahu semuanya tentang kejadian yang terjadi dalam hidupnya beberapa waktu yang lalu. Dan Tabita serta Salma cukup syok. Keduanya tidak pernah menyangka jika Zahra menikah dengan dosen mereka, dan yang lebih mengejutkan lagi, temannya itu menjadi istri kedua sang dosen. "Gila! Gue pasti lagi mimpi kan?" Salma mencubit tangan Tabita, membuat Tabita menjerit. "Elo gila!" Sentak Tabita dengan mata yang melotot. Salma nyengir tanpa dosa. "Astaga!! Ternyata gue nggak lagi mimpi." Lalu gadis ber
Zahra menyeret langkah kakinya menyusuri jalanan ramai itu. Ia mengenakan masker dan juga topi untuk menutupi wajahnya dari beberapa orang. Matanya sembab, tidak mungkin Zahra memperlihatkan pada mereka semuanya. Ia ingin pulang ke rumahnya, dan semua baju-baju serta barang-barang yang di bawa kemarin saat ke rumah Abian di bawa semuanya. Tidak ada yang Zahra tinggal. Ia sudah mengambil keputusan yang mutlak ingin berpisah dari pria itu. Ia bahkan, tidak peduli konsekuensi yang akan ia hadapi nantinya. Biarkan saja Landra mengancamnya dengan beberapa tuntutan, karena nyatanya ia memang sudah benar-benar tidak tahan dengan Abian. "Aduh" Zahra memekik saat dengan tiba-tiba kakinya malah tersandung sebuah batu besar, karena saking tidak fokusnya berjalan. Zahra menghentikan langkahnya, ia berlutut sambil melihat ujung jari jempolnya yang sudah berdarah. "Aduh perih banget.... Mana jalanannya masih jauh banget lagi. Ck, hp juga mati." Gerutu Zahra. Ponselnya juga kehabi