Share

Bab 7. Curiga

Salsa pun memilih untuk memeluk adiknya, itulah cara untuk membuat dirinya kuat menahan beban yang tersimpan dalam hatinya. "Kakak kerja."

"Tapi, Kakak nggak kerja jual diri kan?" tanya Dara sungguh-sungguh..

Deg!

Namun, pertanyaan Dara berikutnya seakan mengguncangkan dunia Salsa.

Untuk sejenak, dunia Salsa seakan berhenti berputar.

"Kak?" Dara pun mengguncang tubuh Salsa, karena mendadak mematung setelah pertanyaannya.

"Kamu ini bicara apa?!" Salsa pun menetralkan dirinya, bahkan raut wajahnya tampak marah akan pertanyaan adiknya.

"Maaf," Dara pun merasa menyesal atas pertanyaannya, "soalnya temen Dara ada yang kerja jual diri, malam-malam nggak pulang, pulangnya pagi, seperti, Kakak. Jadi, Dara curiga."

Ucapan Dara membuat Salsa merasa seperti tengah berada di tengah himpitan dinding.

Salsa menahan sesak di dada, 'Kakak bukan hanya sekedar menjual diri, tapi juga menjual rahim,' batin Salsa perih.

"Tapi nggak mungkin ya kan, Kak?" kini Dara pun tersenyum dan menepis pikirannya.

"Pertanyaan kamu nggak sopan!" geram Salsa yang kini duduk di kursi meja makan.

"Maaf, Kak," Dara mengucapkan maaf penuh penyesalan.

Salsa pun merasa lega karena adiknya tidak lagi membahas tentang pekerjaannya.

"Tapi, di leher, Kakak kok ada merah gitu?" tanya Dara lagi yang melihat benda asing pada tengkuk leher Salsa.

Salsa pun melihatnya melalui kamera ponselnya dan ternyata memang benar, seketika Salsa sadar bahwa itu adalah bekas dari yang terjadi semalam.

Kenapa Salsa tidak menyadarinya?

"Kak?" panggil Dara menyadarkan Salsa dari pikirannya.

"Nggak papa, ini-ini gigitan serangga, semalam Kakak lembur membersihkan gudang di rumah majikan, Kakak," bohong Salsa.

"Gigitan serangga?" Salsa semakin melebarkan matanya agar melihat semakin jelas.

"Hu'um," Salsa pun berharap adiknya percaya dengan ucapannya.

Namun, Salsa menatapnya penuh kecurigaan.

"Serangga apa?"

Membuat Salsa menegang, Salsa bingung harus melakukan apa agar perhatian adiknya teralihkan.

"Apa majikan, Kakak jahat?" tebak Salsa dengan isi pikirannya jika Salsa siksa.

"Nggak, mereka baik. Tapi, udahlah Kakak capek abis kerja kamu malah mikir macam-macam!" omel Salsa seakan begitu kesal karena tuduhan sang adik yang tak jelas.

Padahal kini dirinya sedang menahan perasaan was-was kalau saja adiknya tau bahwa dia memang bekerja menjual diri.

Entah seperti apa reaksi Dara jika saja tau apa yang terjadi padanya.

"Maaf, Kak. Dara cuman takut aja, Kakak disakiti, Dara cuman punya Kakak," ucap Dara dengan mata yang berkaca-kaca.

Membuat Salsa pun terharu dan kembali memeluk adiknya.

Sungguh Salsa pun sangat menyayangi adiknya dan rela melakukan apapun demi adiknya bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak.

"Kakak juga sayang sama kamu."

Tidak ada lagi tempat keduanya pulang, mereka harus berjuang sendiri untuk tetap melanjutkan hidup.

"Kalau gitu, Dara mau bikinin teh dulu. Kakak, duduk dulu."

Seakan ingin menghibur sang Kakak karena menyesal sempat berpikir tentang hal bodoh pada Kakaknya.

Dara pun gegas menuju dapur dan kembali dengan secangkir teh hangat.

Salsa pun tersenyum dan perlahan mulai menyeruput teh hangat buatan sang adik.

Mereka yang terbiasa dengan kerasnya hidup pastinya tidak akan kesulitan untuk membuat teh, meskipun adiknya baru berusia 12 tahun.

"Kamu pilih sekolah favorit kamu ya, nanti kita daftar," ujar Salsa mengingat sebentar lagi adiknya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.

"Iya, Kak," Vivian pun tersenyum penuh semangat karena masih tetap bersekolah.

"Kakak, istirahat dulu ya," Salsa pun segera beristirahat.

Sebenarnya Salsa bingung harus kembali ke rumah Raka lagi atau tidak.

Jujur, setelah apa yang terjadi semalam begitu meninggalkan rasa trauma di diri Salsa.

Tapi apa jadinya jika dirinya tidak kembali ke rumah suaminya?

Suami?

Ah, Salsa pun tersenyum getir sambil membayangkan wajah Raka yang menatapnya begitu dingin.

Bahkan, saat menyentuhnya malam itu.

Salsa sampai berdoa semoga saja dia bisa lekas hamil meskipun baru melakukan satu kali saja.

Sungguh tak terbayangkan jika saja apa yang terjadi dimalam tadi harus diulang lagi.

Bahkan malam-malam bercinta yang kata teman-temannya yang sudah menikah begitu indah, tapi terasa mengerikan untuk Salsa.

Salsa ... trauma.

Sayangnya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Salsa selain pasrah pada keadaan ini.

'Kapan penderitaan ini akan segera berakhir?' batinnya, pedih.

Salsa menghela napas panjang.

Meski terpaksa, gadis itu menguatkan diri kembali ke rumah Raka dan Indri.

Hanya saja, entah mengapa, langkah kakinya sedikit gemetaran saat melangkah masuk ke dalam rumah.

Seolah alam bawah sadarnya, takut bertemu dengan Raka.

Sayangnya, itu sangat mustahil.

Mereka tinggal satu atap.

Belum lagi, status sebagai suami istri meski disembunyikan.

Deg!

Langkah kaki Salsa terhenti saat melihat wajah yang paling dia takuti.

Raka tampak menuruni anak tangga.

Padahal, Salsa hendak melintas menuju dapur yang letaknya berdekatan dengan kamarnya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status