Jantung Salsa berdegup kencang.
Napasnya seakan memburu dengan tubuhnya gemetar.
Tanpa sadar, Salsa melangkah lebih cepat, agar tidak terlalu lama melihat wajah Raka yang mengerikan itu.
Namun...Bruk!
Saking ketakutan, Salsa hilang fokus dan justru menabrak Indri yang berjalan dari arah berlawanan! "Ma-Maaf, Nyonya," ucap Salsa dengan gemetaran. Mata Indri menatap Salsa dengan begitu tajam, bahkan rasanya siap untuk mencekik leher madunya itu. Saat itu, Salsa pun berinisiatif untuk menolongnya dengan mengulurkan tangannya. Tentu saja, Indri tidak sudi menerima uluran tangan Salsa. Tangan Salsa baginya sangat menjijikkan. "Jijik banget, " gerutu Indri, kemudian melihat Raka yang kini berdiri tak jauh di belakang tubuh Salsa. Salsa memang masih ketakutan akan Raka, tapi dia tak tau jika saat ini Raka sudah selesai menuruni anak tangga. Tapi saat Indri memanggil Raka membuat Salsa pun segera pergi dari sana dengan berlari. "Raka, tolongin," pinta Indri dengan suara manjanya. Raka pun segera menolongnya, sedangkan Salsa sudah pergi dengan segera saat itu. "Dia itu agak aneh, ngeselin lagi!" Indri pun mengadu pada suaminya. Kesal rasanya saat terjatuh akibat kecerobohan Salsa. "Sudahlah," ucap Raka. Pria itu langsung pergi karena tak ingin memperpanjang masalah. "Sayang, tunggu, kamu mau ke mana?" tanya Indri dengan manja. Hingga akhirnya Indri melihat Raka duduk di ruang keluarga dengan televisi yang menyala. Indri juga ikut duduk di samping Raka. Sayangnya, wanita itu tak tahu bahwa pikiran Raka tertuju pada Salsa.Dirinya merasa bersalah atas apa yang terjadi semalam.
Dia tak menyangka Salsa masih perawan.Parahnya, Raka justru melakukannya secepat yang ia bisa dan membuat Salsa ketakutan padanya.
Lebih dari sebelumnya....
"Salsa!"Teriakan Indri membuat Raka sontak menoleh pada sang istri.
Dia bingung kenapa Indri berteriak?
Hingga akhirnya Salsa pun terpaksa muncul karena kembali mendengar namanya dipanggil. Gadis itu tampak menunduk dengan kedua tangannya yang saling meremas. Salsa menebak jika Indri akan menghukumnya karena kecerobohannya sebelumnya. Hanya saja, dia tak menyangka jika harus melihat wajah Raka kembali. "Kamu ya, bukannya minta maaf malah kabur gitu aja! Kamu pikir kamu siapa?!" geram Indri yang belum bisa memaafkan Salsa setelah apa yang terjadi barusan. "Ma-Maaf, Nyonya," kata Salsa lagi. "Maaf, maaf! Buatkan jus jeruk untuk aku dan suamiku!" titah Indri. Tidak ada yang boleh lepas begitu saja tanpa hukuman jika berbuat salah padanya, begitu pun juga dengan Salsa. "I-iya Nyonya," jawab Salsa. "Sekarang, bodoh!" "I-iya, Nyonya." Dengan cepat, Salsa pun menuju dapur kemudian membuatkan pesanan sang nyonya sekaligus Kakak madunya itu.Menegangkan!
Salsa pun perlahan meletakkan pada meja, sebisa mungkin tidak melihat wajah Raka yang terus menatapnya. "Heh, kamu nggak ngasih racun, kan?" tanya Indri. Cepat-cepat Salsa pun menggelengkan kepalanya karena tuduhan Indri yang mengejutkan. Salsa tidak mudah menaruh benci pada orang lain.Sangat tidak mungkin melakukan hal keji itu.
Indri tampak mengangguk. "Kalau gitu, pergi sana!" usirnya.Salsa mengangguk dan Indri mulai menikmati jusnya.
Hanya saja, saat dia hendak melihat Raka yang duduk di sampingnya, suaminya itu tidak ada. "Sayang, kamu ke mana?" Indri pun mencari di sekitarnya. Karena tak ada jawaban, Indri akhirnya mengendikan bahu.Dia pun memilih untuk bersantai sambil menikmati jus jeruk buatan Salsa tanpa menyadari Raka ternyata sudah menyusul madunya itu!
*** "Salsa."Salsa yang hendak meletakkan napan di tangannya pada wastafel dengan pelan pun gagal, justru napan itu terjatuh.
Dia pun mulai melihat jelas wajah Raka. "Tu-Tuan?" Raka bisa melihat sendiri seperti apa ketakutannya Salsa padanya. Tapi, sungguh Raka tak bermaksud untuk membuat Salsa ketakutan seperti ini. "Untuk yang semalam --" Baru saja Raka ingin berbicara, tetapi Salsa yang sudah terlanjur ketakutan pun segera memotong. "Maaf, Tuan saya sedang datang bulan, baru pagi tadi," kata Salsa dengan suara yang sangat cepat.Salsa takut jika saja Raka ingin mengulangi lagi
Hal itu membuat Raka pun terdiam karena bingung mendengar ucapan Salsa. Sedangkan Salsa yang mulai menyadari apa yang dia ucapkan mulai menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tunggu, datang bulan? Artinya Raka akan kembali mengulanginya jika saja dia selesai datang bulan? Ya ampun, Salsa! "Saya permisi, Tuan." Dengan cepat, Salsa pun pergi dari hadapan Raka.Takut, kelepasan berbicara lagi.
Jangan sampai, malam ini Raka malah mendatanginya lagi.Meskipun ... Salsa juga tak yakin setelah mendengar ucapan Raka yang sebenarnya sangat tidak ingin menyentuhnya.
Di sisi lain, Raka hanya diam sambil melihat punggung Salsa yang kini tampak semakin menjauh dari matanya.Dipijat keningnya, pelan.
Frustasi?
Entahlah, Raka tak tahu.
Yang jelas, ada perasaan tak nyaman melihat Salsa ketakutan padanya.
Raka tidak dapat terlelap, pikirannya masih tertuju pada Salsa. Istri keduanya itu ternyata bukan seperti yang dia duga. Raka awalnya menganggap Salsa pastilah berasal dari dunia malam, sehingga wanita itu rela menjual dirinya demi uang.Pewaris klan Januartha itu merasa jijik.Dia mencoba mengundur waktu menyentuh Salsa. Bahkan, Raka ingin mengakhiri malam itu dengan menanam benihnya secepatnya.Sampai dia sadar Salsa bahkan masih perawan saat malam pertama dia menyentuhnya.Isak tangis yang ditahannya malam itu, terdengar begitu menyedihkan.Seolah, Salsa benar-benar tidak dapat memilih untuk menolak menjadi istri keduanya.....Puncaknya, saat berpapasan dan Salsa tampak ketakutan.Mungkin juga trauma?Jika demikian, Raka jadi bertanya-tanya, apa yang membuat Salsa sampai rela menjadi seorang wanita yang mau melahirkan anak untuknya dan Indri?"Eunghhh..."Mendengar gumaman Indri, Raka sontak menoleh.Ternyata, istrinya itu hanya meracau sebentar, sebelum kembali tertidur begitu
Di ruangan CEO, Raka tampak fokus membaca biodata lengkap Salsa, istri keduanya yang disembunyikan. Sesuai dengan perintahnya, asistennya pun mendapatkan data lengkap tentang Salsa. Awalnya Raka tidak perduli dari mana Salsa berasal dan apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, pikiran yang awalnya sempat menebak jika Salsa adalah wanita yang rela menjual dirinya demi uang kini mulai terpatahkan. Sebab, semua itu ternyata tidak benar. Kenyataannya Salsa memiliki seorang adik yang harus dia besarkan, serta tuntutan Indri yang begitu menyudutkan Salsa. Raka menebak jika Salsa tidak bisa keluar dari tuntutan Indri, dan juga mempertimbangkan apa yang akan dia dapatkan jika menyetujui kerja sama mereka. Justru disini yang paling diuntungkan adalah dirinya dan Indri, karena Salsa harus melahirkan anak laki-laki untuknya kemudian pergi. Bagaimana mungkin seorang wanita bisa merelakan anaknya untuk wanita lain nantinya, tentunya ini bukan suatu keputusan yang mudah. Raka juga mulai
"Maksudnya, Sudah menerima sebagian bayarannya?" Raka pun memperjelas maksud Salsa. Dijawab anggukan kepala oleh Salsa, karena memang masih ada bayaran sampai akhirnya kontrak kerja sama mereka selesai. Lama Raka melihat wajah Salsa yang tampak begitu gelisah. Mungkin karena terlalu takut padanya. Raka sadar atas ucapannya sebelumnya, hingga dia pun merasa kasihan pada Salsa. "Apa kau tidak ingin menyelesaikan skripsi mu?" tanya Raka tiba-tiba. Salsa pun terkejut mendengar pertanyaan Raka, merasa tidak pernah bercerita tentang hal pribadi terutama kuliahnya. Bahkan, pada Indri sekalipun.Semua berjalan begitu cepat hingga akhirnya telah menjadi istri kedua dari pria di hadapannya ini. Lantas Raka tau dari mana? Sungguh menimbulkan pertanyaan besar dibenaknya. Namun, tanpa berani mengutarakan pertanyaannya. Padahal Raka bisa saja mengetahui apapun yang dia inginkan dengan kekuasaan yang dimiliki. Sayangnya Salsa tak tahu siapa sebenarnya pria yang kini dinikahinya
Saat Salsa sedang sibuk dengan pekerjaannya yaitu mencuci piring tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Salsa pun sejenak menghentikan aktivitasnya dan mengambil ponselnya yang tergeletak asal di atas meja. Dia menerima pesan tapi dari nomor yang tidak dikenal. Salsa pun segera membukanya dan membaca isi pesannya. [Tolong antarkan kopi] Salsa pun mencoba untuk melihat wajah yang ada di profil aplikasi hijau tersebut. Ternyata itu adalah wajah Raka yang begitu tampan. Membuat Salsa pun semakin melihat dengan jelas agar tak salah dalam melihat orang. Saat itu untuk sejenak Salsa terdiam mematung memandangi wajah tampa Raka, pria itu tampak mengenakan kemeja berwarna putih dengan alis tebal, hidung mancung dan rahang tegas. "Salsa," panggil Bik Iyem. Seketika membuat Salsa pun terkejut bukan main. "Ya ampun, kamu sampai kaget begitu, maaf," ujar Bik Iyem merasa bersalah. Sedangkan Salsa menelan ludah dengan susah payah karena barusan dikejutkan dengan pesan dari Raka
Mata Salsa terbelalak melihat pintu yang tertutup rapat. Dengan refleks dia pun melihat Raka. Tampan benar tampan, tapi juga sangat menyeramkan di mata Salsa. Membuat peluhnya pun mulai bercucuran menahan rasa takut yang terlintas di benaknya. Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Salsa bertanya-tanya dalam benaknya. "Apakah saya terlalu menakutkan?" tanya Raka tiba-tiba. Raka bertanya demikian karena ketakutan Salsa begitu berlebihan saat melihat wajahnya. Bukankah sudah bertemu siang tadi di rumah Salsa dan seharusnya tidak perlu lagi takut begini bukan? Membuat Raka penasaran dengan wajahnya seperti apa di mata Salsa. "Jawab!" kata Raka lagi dengan suara beratnya. Salsa meneguk saliva mendengar pertanyaan Raka. Dia bingung harus menjawab apa. Mengatakan iya atau tidak? Apa konsekuensinya nanti setelah menjawab? Apakah pria ini kasar? Suka main tangan? Salsa takut dengan segala pikirannya yang benar-benar sangat menyiksanya. "Hey, kenapa hanya diam
Satu pesan diterima. [Kamu dimana?] Salsa sudah tahu bahwa yang mengirimkan pesan padanya adalah Raka. Tapi dia bingung antara membalas pesan atau tidak. [Salsa!] Pesan kembali masuk dan Salsa menebak Raka benar-benar menunggu balasan pesan darinya. Baiklah, Salsa pun akhirnya memutuskan untuk membalasnya. [Di rumah, Tuan] Salsa. Sesaat kemudian Salsa pun kembali menerima pesan balasan. [Saya bilang tunggu di persimpangan jalan!] Raka. [Saya minta maaf, Tuan] Salsa. [Jangan membuat saya menunggu lebih lama!] Raka. Gegas Salsa meraih tasnya kemudian segera berlari dengan sekuat tenaga untuk sampai di persimpangan jalan seperti yang dikatakan oleh Raka. Sesampainya di sana dia pun melihat ke sekitarnya untuk mencari keberadaan Raka. Hingga akhirnya Raka pun muncul, tanpa ba-bi-bu langsung menariknya masuk ke dalam mobil. Hingga akhirnya kini keduanya duduk saling bersebelahan. Napas Salsa tampak memburu dengan dada naik turun karena ngos-ngosan. "Minum," Raka pun membe
"Rumah ini akan dijual!" ucap sang tante dingin, "jadi, kamu dan adikmu harus segera pergi dari sini." Salsa sontak membulatkan mata tak percaya. Dia dan adiknya masih berduka setelah kematian sang nenek yang merawat keduanya sejak kecil. Tapi, sang tante yang 5 tahun ini tak pernah menjenguk ataupun hadir di pemakamannya, tiba-tiba datang dan mengusir keduanya dari rumah? "Ini sudah malam, Tante. Kami nggak tahu harus pergi ke man. Apakah–” "Aku gak peduli! Toh, rumah ini ‘kan hakku," potong sang tante, "sekarang, cepat bereskan barang-barang kalian dan angkat kaki dari sini!" "Tante, tolong jangan usir kami," mohon Salsa seketika. Dia berlutut dan memeluk kaki sang tante dengan erat--berharap belas kasihnya. Salsa dan sang adik tidak punya tujuan. Sejak bercerai, kedua orang tua mereka tidak mempedulikan Salsa dan Dara. Mereka sudah bahagia dengan keluarga baru masing-masing. Hanya sang nenek yang merawat mereka. "Tante, Dara mohon jangan usir kami
“Keluarga Januarta sangat berpengaruh di Ibu kota!”"Benar. Keluarga Januartha juga sangat menyayangi Nyonya Indri sebagai menantu perempuan satu-satunya di generasi ke-3. Entah apa yang akan terjadi jika mereka tahu dia terluka."Bak tertimpa tangga setelah terjatuh. Itulah yang dirasakan Salsa kala mendengar itu dari salah satu kru. Mengapa kemalangan terus-menerus menimpa dirinya? Kali ini, Salsa bahkan harus berurusan dengan keluarga yang memiliki uang dan kuasa. Pun kabur, Salsa tak bisa. Mana mungkin dia meninggalkan adiknya? Kriet! Pintu ruang rawat inap VVIP itu terbuka. Salsa pun masuk ke dalam sana dan disambut tatapan tajam wanita yang tadi pagi berteriak. "Kok, bisa-bisanya kamu tidur di sana?” omelnya seketika, “Gara-gara kamu, saya jadi kesandung, cidera, dan gagal pemotretan hari ini! Membuat saya terlihat tidak profesional." "Maaf, Nyonya--""Maaf saja tidak cukup," potong Indri seketika, "kamu harus mengganti rugi biaya rumah sakit dan kontra