Satu pesan diterima. [Kamu dimana?] Salsa sudah tahu bahwa yang mengirimkan pesan padanya adalah Raka. Tapi dia bingung antara membalas pesan atau tidak. [Salsa!] Pesan kembali masuk dan Salsa menebak Raka benar-benar menunggu balasan pesan darinya. Baiklah, Salsa pun akhirnya memutuskan untuk membalasnya. [Di rumah, Tuan] Salsa. Sesaat kemudian Salsa pun kembali menerima pesan balasan. [Saya bilang tunggu di persimpangan jalan!] Raka. [Saya minta maaf, Tuan] Salsa. [Jangan membuat saya menunggu lebih lama!] Raka. Gegas Salsa meraih tasnya kemudian segera berlari dengan sekuat tenaga untuk sampai di persimpangan jalan seperti yang dikatakan oleh Raka. Sesampainya di sana dia pun melihat ke sekitarnya untuk mencari keberadaan Raka. Hingga akhirnya Raka pun muncul, tanpa ba-bi-bu langsung menariknya masuk ke dalam mobil. Hingga akhirnya kini keduanya duduk saling bersebelahan. Napas Salsa tampak memburu dengan dada naik turun karena ngos-ngosan. "Minum," Raka pun membe
Tiba-tiba saja saat sedang bekerja Raka pun mengingat saat Salsa sedang bersama dengan temanya yang tampak begitu akrab. Tidak ada wajah ketakutan seperti saat bersama dengan dirinya. Raka pun mencoba untuk mengirimkan sebuah pesan. [Kamu dimana?] Raka. Salsa yang sudah berdiri di depan gerbang kampus pun mulai melihat ponselnya dan melihat pesan yang dikirimkan oleh Raka. [Saya mau pulang, Tuan] Salsa. Raka pun segera bangkit dari duduknya kemudian menyambar kunci mobilnya. Tapi sesampainya di pintu gerbang kampus Raka tidak melihat keberadaan Salsa. Raka berpikir mungkin Salsa masih berasa di dalam kelas. Dia pun segera mengirimkan pesan. [Saya ada di gerbang kampus] Raka. * * Salsa pun terkejut setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Raka. Dia tampak panik bercampur takut. Ia tak tau Raka akan menjemputnya, lagi pula sebelumnya tidak mengatakan apa-apa. Sedangkan dirinya kini sudah pulang bersama dengan Evan. "Kamu kerja dimana?" tanya Evan samb
Ingin marah tapi resikonya membuat Salsa semakin takut padanya, namun jika diam saja rasanya begitu menyakitkan. Terpaksa Raka pun menahan amarahnya, jika saja orang lain yang melakukannya mungkin Raka sudah melemparnya dari ketinggian ini. Akhirnya kini Salsa pun harus mengompres wajah Raka yang terasa sakit. "Kenapa kamu selalu ceroboh?" "Maaf, Tuan." "Selalu saja mengatakan maaf!" gerutu Raka. Akhirnya Salsa pun memutuskan terus mengompres wajah Raka tanpa berbicara lagi. Sampai akhirnya tatapan keduanya bertemu, tapi secepat mungkin Salsa memutuskan pandangan karena itu sangat tidak nyaman. Sedangkan Raka tampak biasa saja. "Bagaimana hari ini di kampus?" tanya Raka berbasa-basi. "Apanya?" tanya Salsa bingung. "Perasaan mu seperti apa saat di kampus?" Raka pun memperjelas pertanyaannya, "saya lihat kau tampak akrab dengan teman lelakimu, jaga batasan mu sampai akhirnya kontrak kita selesai!" tambah Raka diakhir kalimatnya. Salsa pun mulai mengerti dengan ar
Raka yang kini sedang menikmati makan malamnya sejenak melihat Salsa yang hanya berdiri saja. "Kenapa berdiri? Duduk!" Raka pun menunjuk kursi yang berada di depannya. Tapi saat itu bertepatan dengan suara Dara yang memanggilnya. "Kak Salsa!" seru Dara. Salsa pun gegas menuju kamar dan ternyata Dara haus. Setelah memberikan mineral Salsa pun kembali mengompresnya. Raka yang kini berdiri di depan pintu kamar pun menyaksikan sendiri Salsa begitu menyayangi adiknya. Bahkan dengan penuh keibuan menyayangi adiknya.Salsa layaknya seorang Ibu yang begitu menyayangi anaknya. "Apa tidak sebaiknya dibawa ke rumah sakit saja?" Salsa pun mulai menyadari kehadiran Raka yang ternyata ada di sana juga. "Nggak usah, besok juga sudah lebih baik, Tuan," jawab Salsa. Raka pun mengangguk kemudian segera pergi dari sana. Salsa mengira Raka telah pulang, dia pun segera keluar dari kamar untuk mengunci pintu. Ternyata tidak, karena Raka masih duduk di ruang tamu. "Anda, masih d
"Rumah ini akan dijual!" ucap sang tante dingin, "jadi, kamu dan adikmu harus segera pergi dari sini." Salsa sontak membulatkan mata tak percaya. Dia dan adiknya masih berduka setelah kematian sang nenek yang merawat keduanya sejak kecil. Tapi, sang tante yang 5 tahun ini tak pernah menjenguk ataupun hadir di pemakamannya, tiba-tiba datang dan mengusir keduanya dari rumah? "Ini sudah malam, Tante. Kami nggak tahu harus pergi ke man. Apakah–” "Aku gak peduli! Toh, rumah ini ‘kan hakku," potong sang tante, "sekarang, cepat bereskan barang-barang kalian dan angkat kaki dari sini!" "Tante, tolong jangan usir kami," mohon Salsa seketika. Dia berlutut dan memeluk kaki sang tante dengan erat--berharap belas kasihnya. Salsa dan sang adik tidak punya tujuan. Sejak bercerai, kedua orang tua mereka tidak mempedulikan Salsa dan Dara. Mereka sudah bahagia dengan keluarga baru masing-masing. Hanya sang nenek yang merawat mereka. "Tante, Dara mohon jangan usir kami
“Keluarga Januarta sangat berpengaruh di Ibu kota!”"Benar. Keluarga Januartha juga sangat menyayangi Nyonya Indri sebagai menantu perempuan satu-satunya di generasi ke-3. Entah apa yang akan terjadi jika mereka tahu dia terluka."Bak tertimpa tangga setelah terjatuh. Itulah yang dirasakan Salsa kala mendengar itu dari salah satu kru. Mengapa kemalangan terus-menerus menimpa dirinya? Kali ini, Salsa bahkan harus berurusan dengan keluarga yang memiliki uang dan kuasa. Pun kabur, Salsa tak bisa. Mana mungkin dia meninggalkan adiknya? Kriet! Pintu ruang rawat inap VVIP itu terbuka. Salsa pun masuk ke dalam sana dan disambut tatapan tajam wanita yang tadi pagi berteriak. "Kok, bisa-bisanya kamu tidur di sana?” omelnya seketika, “Gara-gara kamu, saya jadi kesandung, cidera, dan gagal pemotretan hari ini! Membuat saya terlihat tidak profesional." "Maaf, Nyonya--""Maaf saja tidak cukup," potong Indri seketika, "kamu harus mengganti rugi biaya rumah sakit dan kontra
'Aku benar-benar tidak bisa kabur, ya?’ Teringat tatapan tajam Raka, Salsa kini duduk dengan cemas di pinggir ranjang. Terlebih, semua pembantu sudah disuruh pulang dari apartemen.Membuat suasana semakin sepi.Nyonya Indri sepertinya mengatur demikian agar pernikahannya dan Raka, tidak diketahui banyak orang.Dan juga .... agar mereka fokus pada malam pertama ini.Memikirkan itu, seketika Salsa merinding.Haruskah Salsa melepas harta yang dijaganya ini untuk pria asing yang tiba-tiba menjadi suaminya?Tangannya saling meremas sembari memperhatikan pintu kamar–khawatir pria yang baru saja menikah dengannya tiba-tiba masuk. Namun semakin kita ketakutan, biasanya ketakutan itu justru semakin cepat saja terjadi. Kriet! Pintu kamar mendadak terbuka dan Raka pun masuk ke kamar! Syok, Salsa langsung menunduk. Dia bahkan sampai tak menyadari jika Raka sudah berdiri di hadapannya. "Tatap saya!" Suara berat dan penuh nada mendominasi itu terdengar begitu dekat–membuat j
"Itu ... tidak perlu khawatirkan. Yang jelas, sekarang, kita tinggal di sini."Salsa tampak tersenyum. Dia tak sanggup berbohong.Sayangnya, itu membuat Dara semakin bingung.Dia hendak menanyakan sesuatu.Namun, Salsa sudah pergi dengan menumpangi taksi–menuju mansion mewah yang alamatnya telah diberikan oleh Indri. Sesampainya di sana, Salsa disambut rumah besar dengan desain modern yang sangat mewah.Salsa yang terbiasa dengan kesederhanaan kini sedikit terkejut karena mendatangi rumah besar dan tampak sangat mewah di hadapannya. Salsa pun memencet bel. Namun belum sempat dipersilahkan masuk, ternyata Indri sudah muncul. "Ikut aku!" katanya sinis. Salsa pun mengangguk dan mengikuti langkah kaki Indri. Ternyata Indri menunjukkan sebuah kamar pembantu yang letaknya berdekatan dengan dapur. "Sesuai dengan apa yang telah aku katakan sebelumnya, kau harus bersikap layaknya pembantu di rumah ini!" tegas Indri. Diiringi dengan tatapan matanya yang tajam mengarah padanya."Iya, Nyo