"Dengan keluarga pasien?"Seorang dokter muncul menyadarkan kedua insan itu dari pikiran masing-masing. "Iya, Dok," jawab Salsa. "Maaf. Keadaan adik Anda memburuk. Kita harus melakukan operasi," tenang sang dokter. Deg! Jantung Salsa berdegup kencang seiring dengan rasa takut yang melanda. Awalnya dia berpikir bahwa keadaan adiknya akan membaik, tapi ternyata apa? "Ini nggak mungkin, Dok," Salsa pun menggelengkan kepalanya dengan frustasi. "Mohon bersabar. Saya akan kembali memeriksa keadaan pasien untuk hasil yang lebih maksimal," ucap sang dokter, "Sebab, tidak lama lagi operasi akan dilakukan. Saya permisi." Kini Salsa pun kembali menitihkan air matanya, dia takut kehilangan sang adik. "Semua akan baik-baik saja." Raka menguatkan Salsa. Salsa pun segera memeluk Raka dengan erat.Dia lupa sejenak untuk membuat batasan diantara mereka. Saat ini dia hanya membutuhkan sedikit pelukan untuk meringankan bebannya. Tangis Salsa yang sudah tak tertahankan lagi kembali
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Suara berat milik Raka cukup membuyarkan lamunan Salsa, ia pun kini mulai tersenyum kaku. "Maaf, Tuan tadi saya pikir Anda langsung pulang," balas Salsa merasa tidak enak hati "Kamu sepertinya tak ingin melihat saya, ya?" "Bukan, Tuan." Salsa pun mulai panik tak ingin Raka berpikir demikian."Silakan duduk dulu," ujarnya sembari menunjuk kursi, "saya akan ambilkan handuk dan air es untuk mengompres dahi Anda."Buru-buru, Salsa berjalan menuju dapur. Sementara itu, Raka segera melemparkan tubuhnya pada sofa, menunggu Salsa kembali. Sambil memegang dahinya yang sedikit membiru karena terbentur pintu dan itu karena ulah Salsa. Tak berselang lama, Salsa kembali dengan wadah dan handuk di tangannya. Duduk di samping Raka, kakak dari Dara itu meminta izin untuk mengompres dahinya. Setelah dipersilakan, barulah Salsa mulai mengompresnya. Tapi, tunggu dulu.... Kenapa Raka merasa seperti seorang pria yang benar-benar memiliki seorang istri?
Salsa sendiri kini berdiri di depan pintu kamar dengan tubuh yang lebih segar. Ya, gadis itu telah selesai mandi dan mengganti bajunya dengan piyama.Hanya saja, dia bingung kala menyadari Raka yang tidur di sofa.Apakah pria ini akan menginap di rumahnya?Bagaimana ini?Ingin membangunkan agar Raka pulang, bisa-bisa Salsa diomeli!Menghela napas, Salsa pun segera kembali masuk ke dalam kamar.Tetapi, sesaat kemudian, dia pun kembali dengan membawa selimut untuk suaminya itu.Yang tidak ia sangka, Raka ternyata terusik dan membuka matanya!"Maaf, Tuan saya tidak bermaksud mengganggu tidur anda. Saya hanya menyelimuti anda saja," jelas Salsa berharap Raka tak marah padanya karena sudah mengusik tidur nyenyak pria ini.Raka pun mengangguk pelan.Saat itu Salsa pun segera masuk ke dalam kamar, tidak lupa mengunci pintu kamarnya agar Raka tidak masuk!Gadis itu tak menyadari bahwa Raka kini tengah terduduk di sofa dengan jantung berdebar.Mengapa dia jadi ingin berlama-lama tinggal bersa
"Kenapa tidak memberitahu aku jika adikmu sakit?" Baru saja Raka berbalik badan setelah mengantarkan Salsa sampai di depan ruang rawat Dara, Raka dapat melihat seorang pria yang menghampiri istrinya itu.Tunggu, Raka mengingat pernah melihat pria ini saat di kampus!Sayangnya, Salsa dan Evan tak menyadari bahwa Raka melihat mereka berdua dan kembali melakukan percakapan."Iya, begitulah, Evan." Salsa tampak bingung harus menjawab apa."Lalu bagaimana dengan keadaan Dara sekarang?" "Sudah mulai membaik.""Baiklah, untuk kali ini aku maafkan. Tapi, jangan ulangi lagi, lain kali hubungi aku untuk bisa membantumu." Evan pun segera memegang tangan Salsa.Keduanya beriringan masuk ke ruang rawat inap Dara di kelas VIP."Mereka sedekat itu?" Raka pun mengangkat sebelah alisnya matanya setelah menyaksikan lagi kedekatan di antara Salsa dan teman prianya. Mengapa dia tak rela? ***Di ruang rawat Dara, Salsa kembali bertemu dengan dokter yang merawatnya.Untungnya, keadaan sang adik sudah
Di sisi lain, Raka tampak tidak fokus pada pekerjaannya.Bahkan sejak pagi tadi hanya memikirkan tentang Salsa saja.Entah apa yang terjadi padanya hingga bisa seperti ini.Dia yakin saat ini pun Salsa masih bersama dengan pria yang dia lihat tadi.Mendadak Raka merasa kesal karena pesan yang dikirimkan hanya dibaca tanpa dibalas.Akhirnya Raka pun kembali mengirimkan pesan.[Kalian berdua sedang tidak bisa diganggu?] Akhirnya pesan yang dikirimkan oleh Raka pun mendapatkan balasan. Dengan cepat, Raka pun membacanya. [Tuan, mohon maaf sebelumnya. Tapi, saya tidak mengerti dengan maksud pertanyaan anda,] Salsa. ....Raka memijat pelipisnya sambil menyandarkan tubuhnya.Saat itu ternyata ponselnya pun berbunyi. Cepat-cepat, Raka melihat siapa yang menghubunginya. [Indri]Bukan Salsa? Entah mengapa, Raka kecewa.Pria itu memilih mengabaikannya sebab masih terlalu kesal dengan ulah istri pertamanya itu.Tapi sesaat kemudian dia kembali mengirimkan pesan pada Salsa.[Jangan sampai ka
Jantung Raka berdegup.Bagaimana jika Omanya ini tahu bahwa Salsa adalah istrinya?"Oma, bicara apa? Sudahlah," ucapnya mengalihkan pembicaraan."Tapi, Oma kesal sama Indri. Ngapain kerja terus, bukannya kerja itu adalah kewajiban suami? Seharusnya dia di rumah saja, santai biar cepat hamil." Mala pun mulai mendesah frustasi.Raka adalah cucu laki-laki satu-satunya, sedangkan kedua adiknya adalah perempuan. Bagaimanapun, Raka sangat diharapkan untuk memberikan keturunan."Oma, jangan bahas ini, ya." Raka merasa tidak tertarik dengan pembahasan ini, sungguh sangat membosankan.Hingga akhirnya Raka pun segera bangkit dari duduknya setelah menyelesaikan makan malamnya.Sedangkan Mala juga mulai bangkit tapi saat itu tiba-tiba saja dia tersandung."Aduh!" Mala pun memegang pinggang yang terasa sakit.Bertepatan dengan itu, Salsa yang kembali ke ruang makan hendak membereskan meja makan."Nyonya?" Salsa pun berjongkok dan berusaha untuk membantu Mala duduk di kursi.Meskipun dengan susah
Raka sendiri tidak tahu siapa nama pria itu.Meksi sebenarnya mudah saja untuk mencari tahu tentangnya, tapi Raka tidak berminat. "Tuan, saya tidak mengerti. Sebenarnya untuk apa saya tetap disini?" tanya Salsa bingung.Raka juga bingung harus menjawab apa, tapi rasanya tak rela untuk membiarkan Salsa pergi begitu saja. Hingga tiba-tiba saja tangan Raka pun melingkarkan di pinggangnya. Tentu saja, istri keduanya itu semakin merasa tidak nyaman. Akan tetapi, tidak ada keberanian untuk melepaskan tangan Raka."Bagaimana keadaan adikmu?" Raka mendadak bertanya tentang Dara. Padahal bukan itu yang hendak dia ucapkan, tapi ini adalah alasan untuk membuat Salsa tetap bersama dengan dirinya di sini."Besok sudah diperbolehkan pulang, Tuan," jawab Salsa."Baguslah." "Tuan, kira-kira berapa biaya yang sudah anda keluarkan untuk pengobatan adik saya? Apakah nantinya saya harus menggantinya?" tanya Salsa penasaran."Seratus juta," jawab Raka sambil mematikan rokoknya pada asbak.Ia tamp
Di sisi lain, Salsa semakin ketakutan.Dia masih ingat dengan jelas seperti apa kasarnya Raka saat sebelumnya.Dengan sisa kesadaran yang ada, Salsa pun kini berusaha untuk melepaskan dirinya.Hingga akhirnya dia pun berhasil."Tuan, saya--" Salsa pun segera keluar dari ruangan tersebut tanpa menyelesaikan kalimatnya.Lagi-lagi bayangan saat malam mengerikan itu kembali menghantuinya.Tak menyadari, Raka yang penuh kekecewaan.Pria itu menatap pintu kembali tertutup rapat. Diacak rambutnya frustasi karena tak mendapatkan pelepasan.Hanya saja, tatapan matanya tak sengaja jatuh pada secangkir kopi buatan Salsa.Raka lantas mulai menyeruputnya. Terasa sudah dingin, tapi cukup membuatnya menjadi lebih baik.Lebih baik?Entahlah...."Kenapa aku mendadak penasaran padanya?" gumam Raka.Bibir Salsa saja cukup membuatnya menjadi panas dingin.Percikan gairah yang kian panas tiba-tiba mengalir di tubuhnya.Ctas!Raka memantik rokoknya, kemudian meneguk bir untuk membuat kepalanya sedikit le
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa