Raka sendiri tidak tahu siapa nama pria itu.Meksi sebenarnya mudah saja untuk mencari tahu tentangnya, tapi Raka tidak berminat. "Tuan, saya tidak mengerti. Sebenarnya untuk apa saya tetap disini?" tanya Salsa bingung.Raka juga bingung harus menjawab apa, tapi rasanya tak rela untuk membiarkan Salsa pergi begitu saja. Hingga tiba-tiba saja tangan Raka pun melingkarkan di pinggangnya. Tentu saja, istri keduanya itu semakin merasa tidak nyaman. Akan tetapi, tidak ada keberanian untuk melepaskan tangan Raka."Bagaimana keadaan adikmu?" Raka mendadak bertanya tentang Dara. Padahal bukan itu yang hendak dia ucapkan, tapi ini adalah alasan untuk membuat Salsa tetap bersama dengan dirinya di sini."Besok sudah diperbolehkan pulang, Tuan," jawab Salsa."Baguslah." "Tuan, kira-kira berapa biaya yang sudah anda keluarkan untuk pengobatan adik saya? Apakah nantinya saya harus menggantinya?" tanya Salsa penasaran."Seratus juta," jawab Raka sambil mematikan rokoknya pada asbak.Ia tamp
Di sisi lain, Salsa semakin ketakutan.Dia masih ingat dengan jelas seperti apa kasarnya Raka saat sebelumnya.Dengan sisa kesadaran yang ada, Salsa pun kini berusaha untuk melepaskan dirinya.Hingga akhirnya dia pun berhasil."Tuan, saya--" Salsa pun segera keluar dari ruangan tersebut tanpa menyelesaikan kalimatnya.Lagi-lagi bayangan saat malam mengerikan itu kembali menghantuinya.Tak menyadari, Raka yang penuh kekecewaan.Pria itu menatap pintu kembali tertutup rapat. Diacak rambutnya frustasi karena tak mendapatkan pelepasan.Hanya saja, tatapan matanya tak sengaja jatuh pada secangkir kopi buatan Salsa.Raka lantas mulai menyeruputnya. Terasa sudah dingin, tapi cukup membuatnya menjadi lebih baik.Lebih baik?Entahlah...."Kenapa aku mendadak penasaran padanya?" gumam Raka.Bibir Salsa saja cukup membuatnya menjadi panas dingin.Percikan gairah yang kian panas tiba-tiba mengalir di tubuhnya.Ctas!Raka memantik rokoknya, kemudian meneguk bir untuk membuat kepalanya sedikit le
"Selamat, pagi!" seru Oma Mala.Pagi-pagi sekali, nenek dari Raka itu sudah mendatangi rumah cucu laki-lakinya.Mala ingin tahu apakah Indri sudah pulang ke rumah atau belum.Ia menginginkan Indri menjadi istri yang baik, cukup di rumah saja melayani Raka.Tidak perlu ikut mencari uang, karena menurutnya mencukupi kebutuhan Indri adalah tugas Raka."Oma?" Raka yang sedang menuruni anak tangga pun terkejut melihat kehadiran sang Oma yang tidak biasanya pagi-pagi seperti ini.Tentu saja, sebab biasanya kegiatan Oma dipagi hari adalah olahraga, katanya untuk membuat tuduh tetap segar dan awet muda.Padahal tetap saja sudah tua."Indri di mana? Apa dia sudah kembali? Oma ingin bicara," cerocos Oma Mala.Raka menggeleng.Dia pun memilih untuk segera menuju meja makan untuk sarapan pagi.Sarapan pagi atau juga karena ingin melihat Salsa?Entahlah.....Tapi, setelah tadi malam Raka semakin merasa candu akan Salsa ada dalam kungkungannya.Gairah panas seakan kembali meluap saat mengingat sepe
"Kalau makan, hati-hati!" Raka pun kembali menetralkan dirinya setelah sempat dibuat terkejut dengan ucapan Oma Mala."Urus itu istri kamu! Kamu laki-laki punya harga diri! Kalau bukan karena Oma sayang pada Mamamu, Oma tidak akan pernah mau menerima Indri jadi istri kamu!" gerutu Mala sambil menunggu jus buatan Salsa tiba."Sudahlah, Oma. Apa tidak bosan ini saja yang menjadi pembahasan?" jawab Raka dengan frustasi.Otaknya juga ingin pecah jika terus didesak untuk memiliki anak.Baiklah. Salsa harus segera memberikan anak agar dia tidak lagi pusing karena masalah yang sama terus-menerus."Bagaimana tidak membahasnya terus menerus?! Kamu itu satu-satunya cucu laki-laki Oma, Papa mu seorang dokter. Kalau bukan kamu harapkan Oma, siapa lagi?!" Oma Mala pun menaikkan nada bicaranya karena sudah sangat kesal."Em," jawab Raka dengan malas."Oma, ini jusnya, saya permisi," cepat-cepat Salsa pun meletakkan pada meja makan.Kemudian segera pergi tanpa berani melihat wajah Raka.Mala pun s
"Dek, ponsel Kak Salsa ketinggalan di rumah majikan Kakak. Kakak juga nggak pamitan waktu jemput kamu dari rumah sakit. Jadi, kakak balik ke sana dulu. Kamu ditemenin sama Mita dulu ya," panik Salsa menyadari ponselnya tertinggal.Pantas saja, dia merasa tenang seharian ini. Untungnya, Dara setuju, sehingga Salsa pun langsung pulang ke rumah sang majikan dengan tenang.Ya, Dokter mengatakan bahwa keadaan adiknya sudah sangat baik.Ditambah lagi ada tetangga yang berusia seumuran dengan sang adik yang mau menemani Dara di rumah. Bahkan keduanya juga bersekolah di tempat yang sama.Hanya saja, ketenangan itu lenyap kala menemukan ponselnya yang tertinggal telah dipenuhi begitu banyak panggilan dan pesan dari Raka. Bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka menampakan Raka di sana. "Tu-Tuan?" Salsa terlihat gugup saat Raka memeluknya erat. Rasa malunya saja belum selesai kini sudah dibuat malu lagi melihat wajah Raka. "Kamu dari mana?" tanya Raka sambil terus mempererat pelukann
"Hey, kenapa kamu terkejut? Atau kamu sudah tahu pembantu baru di rumah Raka?!" tebak Oma Mala.Gio pun membuat senyuman meskipun terlihat kaku tapi paling tidak Oma Mala tak tahu jika dirinya sedang syok berat."Kalau kamu menikahi dengan Salsa, Oma akan menjadi donatur. Pernikahan kalian akan Oma buat megah," ujar Oma Mala makin semangat.Gio pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal setelah mendengar ucapan Mala yang semakin menjadi-jadi."Bagaimana kalau dia sudah punya suami?" ungkap Gio tiba-tiba sambil melihat wajah Raka.Mata Raka pun melebar sempurna mendengar ucapan Gio. Tapi, hanya keduanya yang tahu dari apa yang dikatakan oleh Gio."Tidak, Oma sudah bertanya waktu kami senam. Dia masih single, santai aja. Terus dia juga belum punya pacar, kalau pun punya pacar, masih pacaran, sebelum janur kuning melengkung masih ada kesepakatan untuk menikung," Oma Mala pun cekikikan karena ucapannya sendiri.Sedangkan Raka dan Gio hanya bisa diam dalam pikiran mereka masing-masing."Gari
"I--iya," jawab Salsa singkat meski bingung.Pernikahan mereka bukan sungguhan, kan?Mereka hanya menjalin kerja sama meski Salsa tahu dirinya mulai nyaman dengan pelukan hangat Raka.Hanya saja dia harus bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tidak berarti apa-apa untuk Raka.Di sisi lain, rahang Raka mengetat.Sial.Mendadak Raka merasa panas jika sudah bersama dengan istri keduanya ini.Dengan cepat, dia pun mulai melumat bibir merah merekah milik Salsa.Hingga akhirnya Salsa pun mendesah. Sentuhan Raka tak lagi membuatnya trauma.Justru membuatnya menjadi nyaman. Gilanya lagi Salsa sangat menyukainya!Hanya saja, kenapa Raka menghentikannya?Mengusap bibir Salsa yang basah akibat sisa saliva, pria itu menatapnya tajam.Debaran jantung Salsa menggila.Hanya saja, mengapa dia dapat mendengar debaran jantung Raka juga?"Kamu sudah makan?" tanya Raka untuk membuat suasana tak canggung lagi."Belum.""Saya ingin makan, tapi masakan kamu," pinta Raka."Baik."Raka sudah meminta sepasang
"Tuan, saya lapar." Mendengar ucapan, Raka sontak tersadar.Segera, pria itu melepaskan Salsa dari pelukannya. Bisa-bisanya dia lupa bahwa keduanya belum makan. Salsa bahkan masih memasak! Untungnya, istri keduanya itu tak banyak proses dan melanjutkan kembali proses memasaknya.Sementara itu, Raka memilih duduk di kursi meja makan sambil mengamati gerak-gerik Salsa yang jelas menyadarinya.Bagaimana tidak? Tatapan pria itu intens sekali, sampai Salsa sedikit tidak nyaman.Salsa berusaha tenang dan mulai menghidangkan makanan sederhana.Ya, dia sudah lapar dan tak ingin lebih lama menjadi pusat perhatian Raka!Hanya saja, kala Salsa hendak duduk di kursi yang saling berhadapan, tiba-tiba saja Raka berbicara, "Duduk di sini!"Pria itu memintanya untuk duduk saling bersebelahan! "Saya di sini saja, Tuan." "Salsa." Jantung Salsa berdegup kencang.Baiklah.Salsa tak ingin mendapatkan amukan pria ini dan memilih untuk menurut. Keduanya pun duduk saling bersebelahan.Salsa mula
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa