Tuk' Buah itu jatuh dari mulut Kina, terkejut sangat melihat sosok pria yang menggendong putrinya. Kina tak bisa berkata-kata dan tubuhnya membeku–dengan jantung yang berdebar kencang dan panas dingin yang telah menyelimuti diri. Zayyan juga terdiam, reflek menurunkan Zana dari gendongannya. Dia tetap diam, terpana oleh penampilan Kina yang sedang memakai kebaya merah maroon. Sangat cantik! "Neng, sudah selesai." Kina terkejut lalu buru-buru membayar rujaknya. Setelah itu dia tetap berdiri kikuk di depan pria yang sangat ia rindukan ini. Padahal selama ini, Kina selalu menghayal jika semisal suaminya pulang dia akan langsung berhambur ke pelukan Zayyan. Atau … melakukan adegan romantis seperti di film India yang pernah Kina tonton, berlari-lari di taman bunga bersama suaminya. Fakta dan kenyataannya … bahkan untuk bergerak mendekati suaminya pun--saat ini-- Kina tak berani. Dia gugup, kikuk dan benar-benar grogi. "Mommy kenapa diam? Daddy juga," celetuk Zana, menatap
"Aku mencintaimu," ucap Kina dengan cepat, mengepalkan tangan untuk melawan ketakutan di dirinya. Kina takut, karena semua berawal dari rasa cinta. Kehancurannya-- semua kejahatan Sheila dan penderitaan Kina terjadi karena cinta. Kina takut oleh hal itu, dia berusaha menghindari hal-hal seperti itu. Setiap kali Zayyan mengatakan cinta padanya, sejujurnya Kina takut. Dan setiap kali Zayyan menuntutnya untuk membalas perasaan pria ini, Kina jauh lebih takut. Namun, Kina mengabaikan semua rasa itu panik berlebihan itu. Kenyataannya … kehilangan dan berpisah dengan Zayyan dua bulan ini, jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Kina tak peduli lagi! Perpisahan dua bulan ini membuat Kina berubah pemahaman tentang cinta. Sebelumnya dia takut mengutarakan isi hatinya karena masalah yang menimpanya. Tetapi sekarang, selagi suaminya di sisinya Kina akan terus mengatakan cinta pada Zayyan. Zayyan menaikkan kedua alis, sangat kaget saat Kina mengatakan cinta padanya. Jantung Zayyan berdebar ken
"Ini kopinya buat siapa yah?" gumam Kina yang sedang mengaduk secangkir kopi. Tadi dia kabur dari kamar karena salah tingkah, di mana dia spontan mengatakan akan membuatkan kopi untuk Zayyan. Tetapi sekarang setelah kopi ia buat, Kina bingung akan memberinya pada siapa. Zayyan? Jelas Kina sadar suaminya tak meminta kopi. "Mommy …." Kina tergelonjak kaget lalu reflek menoleh ke arah sebelah, di mana putrinya yang masih mengenakan pakaian adat berdiri dengan senyum lebar pada Kina. "Hais, kenapa bajunya tak diganti, Nana?" Kina setengah mengomel pada putrinya. "Nana kan sudah bilang kalau Nana suka baju ini dan Nana akan memakainya sampai besok." Kina memijit pangkalan hidung, menatap lelah ke arah putrinya yang nakal dan keras kepala. Rasanya Kina ingin berteriak 'kamu ini anak siapa sih?' tetapi Kina tahu betul kalau ini anaknya dan kelakuan Zana sama persis dengannya. "Yaudalah, semerdeka kamu saja, Na," ucap Kina, memilih kembali mengaduk kopi. "Jangan minum kopi, Mommy Saya
"Nyonya tak apa-apa?" tanya Samantha, di mana saat ini Kina dan dirinya sedang mengobrol berdua di teras halaman belakang rumah. Semua orang mungkin sedang istirahat, lelah dari perjalanan panjang. Kina sendiri, setelah membuat kopi untuk Zayyan--tadi, dia memilih duduk di sini. Lalu tak lama Samantha datang. "Aku baik-baik saja, Kak," jawab Kina dengan nada lembut, tak lupa senyuman tipis supaya Samantha yakin dirinya baik-baik saja. "Selama di Italia, aku selalu memikirkan Nyonya. Aku sangat mengkhawatirkan Nyonya. Dan ternyata Nyonya baik-baik saja, kekhawatiran ku tak berlandas," ucap Samantha, menatap Kina begitu teduh dan lembut. Dia sangat tulus menyayangi nyonya-nya, dia memiliki kenakan buruk tentang seorang adik. Lalu Kina hadir menyembuhkan rindunya. Baginya Kina bukan hanya sekedar pasien, tetapi lebih dari itu. "Selain rindu, aku tidak diganggu oleh apapun, Kak. Aku malah merasa sangat sehat selama di sini. Nenek menjagaku dengan baik, orang-orang di sini menghar
"Kina benar." Satiya mendukung menantunya. Jabier mengangguk pelan. Ada kesempatan jadi dia sikat saja. Lumayan! "Kapan kau ada waktu, Samantha?" Samantha menatap sangat gugup pada Jabier. Dalam perjanjian hubungan palsu mereka, lamaran tak termasuk. Lalu dia harus bagaimana? Jika dia menolak lamaran, siapa tahu ini bagian dari hubungan palsu mereka. Tetapi jika dia mengiyakan, bagiamana jika Jabier tak serius dengan semua ini lalu sebenarnya berharap Samantha menolak? Samantha sudah mencoba membaca pikiran pria ini, akan tetapi raut muka Jabier yang terlalu datar membuat Samantha tak bisa menebak apapun. Argkk! Ini yang Samantha benci dari pria-pria Azam, sangat sulit diprediksi. "Aku siap kapanpun, Tuan," jawab Samantha pada akhirnya. Persetan jika sebenarnya Jabier juga terjebak dengan tagihan lamaran dari auntynya. Dia terlalu lempeng, Samantha tak bisa menebak jalan pikirannya. Jadi jangan s
"Berjanji!" "Iya, aku berjanji," ucap Kina dengan nada pelan. "Pak Rain, kamu juga harus ber-berjanji. Jangan kriminal," ucap Kina pada Rain, mengurangi rasa gugupnya karena ditatap tajam oleh Zayyan. "Ah, saya tidak ikut-ikutan, Nyonya," ucap Raka, tersenyum kaku pada Kina tetapi buru-buru menarik senyuman–mengunci bibir dengan cara melakukan gerakan menarik resleting di bibir, saat Zayyan menatapnya. Setelah itu, Rain buru-buru melanjutkan pekerjaannya. "Aku menyuruhmu, bukan Rain. Cepat, Kina Anggita Azam." Zayyan meletakkan kuat pulpen yang ia pegang. "Iya, Mas Zayyan. Aku berjanji untuk tidak menggambar lawan jenis lagi karena hal tersebut termasuk perbuatan kriminal yang punya tingkat bahaya sangat tinggi. Bakatku hanya akan ku gunakan untuk hal-hal mulia, seperti Spiderman menyelamatkan dunia dari keganasan Venom." "Bisa serius, Kitten?" Suara berat Zayyan memperingati, mengalun rendah dan lembut t
Besoknya, Kina dan Zayyan ke rumah Nathalia. Sebenarnya cukup takut untuk mendatangi rumah duka keluarga Nathalia. Dia takut kejahatan Zayyan pada Natahlia tertuduh, lalu suaminya diadili di depannya. Tetapi Kina memilih ikut supaya Zayyan tidak curiga padanya–curiga jika Kina mengetahui berkas rahasia dalam Handphone suaminya. Ah, kedepannya Kina lebih baik untuk pura-pura tak tahu. Rasanya horor setiap kali dia melihat berkas itu. Pasangan adalah cerminan diri. Dulu Kina tak percaya akan hal itu karena banyak yang meleset. Namun, sekarang dia percaya karena dia merasa itu terjadi padanya. Dia gila dan pasangannya juga gila, bahkan jauh lebih gila serta sebuah kegilaan yang membuat siapapun merasa merinding takut. "Aaaa … putriku!" jeritan kencang terdengar, menyambut Kina dan Zayyan yang baru tiba di sana. Rumah tak lagi ramai karena jenazah Nathalia sudah dikebumikan. Hanya keluarga serta kerabat yang tersisa. Sebenarnya Kina dan Zayyan sudah ada di sana sebelum jenazah Nat
Zayyan terkekeh geli melihat seorang pria yang dirantai dalam sebuah ruang tahanan. Pria dalam sel itu penuh luka dan terlihat mengenakan, membuat Zayyan semakin suka dan bahagia. "Za-Zayyan, to-tolong bebaskan aku. Jangan …-" "Diam." Zayyan menegur dengan nada rendah, duduk di sebuah kursi santai–menikmati pemandangan menyenangkan di depannya. Dia suka melihat musuhnya tak berdaya. "Chris-- salah satu orang yang berbahaya di dunia ini, tidak berani terang-terangan melawanku." Zayyan mengeluarkan rokok kemudian menyalakannya. Dia menghisap batang rokok dengan khidmat, santai dan tenang, "lalu bagaimana bisa Loser sepertimu terang-terangan dihadapanku, Heh?" "A-aku tidak paham, Za-Zayyan. Aku tidak paham," ucap Frans, sudah merinding takut dengan Zayyan. "A-apa karena aku orang yang dijodohkan dengan Nathalia, ka-kau marah?" "Cih." Zayyan berdecis sinis. "Aku paling tidak suka seorang pengkhianat dari kel