"Kina benar." Satiya mendukung menantunya. Jabier mengangguk pelan. Ada kesempatan jadi dia sikat saja. Lumayan! "Kapan kau ada waktu, Samantha?" Samantha menatap sangat gugup pada Jabier. Dalam perjanjian hubungan palsu mereka, lamaran tak termasuk. Lalu dia harus bagaimana? Jika dia menolak lamaran, siapa tahu ini bagian dari hubungan palsu mereka. Tetapi jika dia mengiyakan, bagiamana jika Jabier tak serius dengan semua ini lalu sebenarnya berharap Samantha menolak? Samantha sudah mencoba membaca pikiran pria ini, akan tetapi raut muka Jabier yang terlalu datar membuat Samantha tak bisa menebak apapun. Argkk! Ini yang Samantha benci dari pria-pria Azam, sangat sulit diprediksi. "Aku siap kapanpun, Tuan," jawab Samantha pada akhirnya. Persetan jika sebenarnya Jabier juga terjebak dengan tagihan lamaran dari auntynya. Dia terlalu lempeng, Samantha tak bisa menebak jalan pikirannya. Jadi jangan s
"Berjanji!" "Iya, aku berjanji," ucap Kina dengan nada pelan. "Pak Rain, kamu juga harus ber-berjanji. Jangan kriminal," ucap Kina pada Rain, mengurangi rasa gugupnya karena ditatap tajam oleh Zayyan. "Ah, saya tidak ikut-ikutan, Nyonya," ucap Raka, tersenyum kaku pada Kina tetapi buru-buru menarik senyuman–mengunci bibir dengan cara melakukan gerakan menarik resleting di bibir, saat Zayyan menatapnya. Setelah itu, Rain buru-buru melanjutkan pekerjaannya. "Aku menyuruhmu, bukan Rain. Cepat, Kina Anggita Azam." Zayyan meletakkan kuat pulpen yang ia pegang. "Iya, Mas Zayyan. Aku berjanji untuk tidak menggambar lawan jenis lagi karena hal tersebut termasuk perbuatan kriminal yang punya tingkat bahaya sangat tinggi. Bakatku hanya akan ku gunakan untuk hal-hal mulia, seperti Spiderman menyelamatkan dunia dari keganasan Venom." "Bisa serius, Kitten?" Suara berat Zayyan memperingati, mengalun rendah dan lembut t
Besoknya, Kina dan Zayyan ke rumah Nathalia. Sebenarnya cukup takut untuk mendatangi rumah duka keluarga Nathalia. Dia takut kejahatan Zayyan pada Natahlia tertuduh, lalu suaminya diadili di depannya. Tetapi Kina memilih ikut supaya Zayyan tidak curiga padanya–curiga jika Kina mengetahui berkas rahasia dalam Handphone suaminya. Ah, kedepannya Kina lebih baik untuk pura-pura tak tahu. Rasanya horor setiap kali dia melihat berkas itu. Pasangan adalah cerminan diri. Dulu Kina tak percaya akan hal itu karena banyak yang meleset. Namun, sekarang dia percaya karena dia merasa itu terjadi padanya. Dia gila dan pasangannya juga gila, bahkan jauh lebih gila serta sebuah kegilaan yang membuat siapapun merasa merinding takut. "Aaaa … putriku!" jeritan kencang terdengar, menyambut Kina dan Zayyan yang baru tiba di sana. Rumah tak lagi ramai karena jenazah Nathalia sudah dikebumikan. Hanya keluarga serta kerabat yang tersisa. Sebenarnya Kina dan Zayyan sudah ada di sana sebelum jenazah Nat
Zayyan terkekeh geli melihat seorang pria yang dirantai dalam sebuah ruang tahanan. Pria dalam sel itu penuh luka dan terlihat mengenakan, membuat Zayyan semakin suka dan bahagia. "Za-Zayyan, to-tolong bebaskan aku. Jangan …-" "Diam." Zayyan menegur dengan nada rendah, duduk di sebuah kursi santai–menikmati pemandangan menyenangkan di depannya. Dia suka melihat musuhnya tak berdaya. "Chris-- salah satu orang yang berbahaya di dunia ini, tidak berani terang-terangan melawanku." Zayyan mengeluarkan rokok kemudian menyalakannya. Dia menghisap batang rokok dengan khidmat, santai dan tenang, "lalu bagaimana bisa Loser sepertimu terang-terangan dihadapanku, Heh?" "A-aku tidak paham, Za-Zayyan. Aku tidak paham," ucap Frans, sudah merinding takut dengan Zayyan. "A-apa karena aku orang yang dijodohkan dengan Nathalia, ka-kau marah?" "Cih." Zayyan berdecis sinis. "Aku paling tidak suka seorang pengkhianat dari kel
"Iyalah, putri Mommy memang menggemaskan," ucap Kina lembut, seketika membuat Zana tertawa malu-malu. Dibandingkan dipuji oleh daddynya, Zana lebih salah tingkah dipuji oleh mommynya. Zana sangat suka mendapat pujian dari sang Mommy! Rasanya lebih berbunga-bunga! "Mommy, nanti kalau liburan, Nana ke rumah Nenek buyut yah. Nana ingin berjumpa dengan Arsa dan teman yang ada di sana," ucap Zana lagi, naik ke atas sofa lalu memeluk mommynya. Dia masih salah tingkah, dan setiap salah tingkah rasanya Zana selalu ingin memeluk. "Iya, Sayang." "Nana sangat suka dipanggil sayang oleh Mommy." Kina tertawa pelan. "Oh iya kah, Kak?" "I'iiih … Mommy maaaaah …." Zana yang berdiri sembari memeluk Kina di sofa seketika meleyot, duduk di sofa dengan merapat pada mommynya. Pipinya memerah dan tangannya menutupi wajah, salah tingkah dipanggil 'Kak oleh mommynya. Kina lagi-lagi dibuat tertawa oleh tingkah putrinya. Zana memang sangat
"Ada apa, Na?" tanya Kina ketika melihat Zana hanya berdiri diam di sebelah Zayyan. Sedangkan suaminya tersebut, terlihat duduk tenang di kursi tempat Zana biasa duduk. Oke. Sekarang Kina tahu apa masalahnya. Kina meletakkan wadah ayam kecap, kemudian menatap suaminya dengan tampang ragu. "Ini tempat duduk Zana, Mas Zay.""Iya, itu tempat duduk Kenna, Daddy. Kenna biasa duduk di sini, dan Daddy duduk di situ," jelas Zana dengan nada cemberut, menggembungkan pipi pada daddynya. "Apa salahnya? Daddy ingin duduk di sini," jawab Zayyan, menunduk untuk menatap wajah putrinya."Mommy …," ucap Zana, mendongak ke arah mommynya–meminta tolong pada mommynya supaya daddynya memberikan tempat duduk tersebut padanya. 'Ini Mas Zayyan kenapa sih?' batin Kina, menatap wajah dingin suaminya secara cermat. "Mas Zay, ini tempatnya Nana, Mas kan biasanya duduk di situ. Pindah yah, Mas," pinta Kina lembah lembut, mencolek pundak suaminya beberapa kali dengan gerakan hati-hati. Zayyan berdecak pelan
"Aku memaksa," lanjut Jabier. Samantha menghela napas pelan lalu pada akhirnya mengatakan kisahnya pada Jabier. Dia bisa mempercayai tuannya, Jabier orang yang sangat bertanggung jawab dan sangat bisa dipercayai. "Aku punya adik perempuan, usia kami jarak dua tahun. Setelah orangtuaku meninggal, Tante dan suaminya tinggal dengan kami–di rumah peninggalan orangtua kami. Mereka serakah, memakan habis harta orangtua kami. Aku dan adikku saat itu masih high school, aku kelas 12 dan dia kelas 10. Karena Tante tidak membagi uang pada kami, aku terpaksa bekerja paruh waktu. Setiap pulang sekolah, aku langsung ke sebuah restoran untuk mencuci piring. Restoran itu milik teman mama, oleh sebab itu aku bisa kerja di sana. Dan adikku tidak tahu karena aku tidak memberitahunya. Dia kira uang peninggalan orangtua kami masih banyak dan aku tak pulang karena pelajaran tambahan. Suatu hari, seperti biasa sepulang sekolah, aku langsung ke restoran tempatku bekerja. Sedangkan adikku langsung pulang.
Karena pernikahan Samantha dan Jabier, Zayyan ke Italia dengan Kina serta putrinya. Seluruh keluarga Azam juga ke sana, untuk menghadiri pernikahan Jabier. Tiba di mansion keluarga Jabier, Zayyan langsung membawa istrinya ke kamarnya–kamar yang biasa Zayyan tempati apabila berkunjung ke rumah sepupu sekaligus sahabatnya tersebut. "Apa kepalamu sakit, Kitten?" tanya Zayyan pada Kina, yang saat ini berbaring di ranjang. Kina menggelengkan kepala, tersenyum tipis pada suaminya. "Aku tidak apa-apa kok, Mas. Aku baik-baik saja," jawab Kina. Zayyan mendekat ke arah istrinya. Dia duduk di sebelah Kina, mencium kening Kina secara lekat lalu mengusap pucuk kepala sang istri. "Butuh sesuatu, Kitten?" Kina kembali menggelengkan kepala. "Tidak, Mas Zay." "Hum." Zayyan berdehem singkat, berniat mencium bibir istrinya akan tetapi tiba-tiba suara anak kecil menyahut. "Kasihannya Kenna. Ada tetapi tidak dianggap," celetuk Zana, bertopang dagu–duduk di sofa sembari menatap orangtuanya yang seda