Karena pernikahan Samantha dan Jabier, Zayyan ke Italia dengan Kina serta putrinya. Seluruh keluarga Azam juga ke sana, untuk menghadiri pernikahan Jabier. Tiba di mansion keluarga Jabier, Zayyan langsung membawa istrinya ke kamarnya–kamar yang biasa Zayyan tempati apabila berkunjung ke rumah sepupu sekaligus sahabatnya tersebut. "Apa kepalamu sakit, Kitten?" tanya Zayyan pada Kina, yang saat ini berbaring di ranjang. Kina menggelengkan kepala, tersenyum tipis pada suaminya. "Aku tidak apa-apa kok, Mas. Aku baik-baik saja," jawab Kina. Zayyan mendekat ke arah istrinya. Dia duduk di sebelah Kina, mencium kening Kina secara lekat lalu mengusap pucuk kepala sang istri. "Butuh sesuatu, Kitten?" Kina kembali menggelengkan kepala. "Tidak, Mas Zay." "Hum." Zayyan berdehem singkat, berniat mencium bibir istrinya akan tetapi tiba-tiba suara anak kecil menyahut. "Kasihannya Kenna. Ada tetapi tidak dianggap," celetuk Zana, bertopang dagu–duduk di sofa sembari menatap orangtuanya yang seda
"Ganti sekarang juga," peringat Jabier, mendekat ke arah Samantha lalu mendorong perempuan itu untuk masuk ke dalam kamar. Dia juga ikut masuk, berniat akan memilih pakaian yang baik dan benar untuk Samantha. Sebelumnya Samantha terbiasa memakai pakaian seperti ini. Akan tetapi karena Jabier baru melarang karena perempuan ini sudah resmi menjadi calon istri. Lusa mereka akan menikah, Jabier merasa memiliki hak atas tubuh Samantha. "Tuan, aku akan mengganti pakaianku. Tetapi keluarlah lebih dahulu," pinta Samantha dengan nada baik dan lembut. Dia sangat memahami Jabier, pria keras yang sangat mudah kesal pada orang lain. Jabier berdecak, tanpa mendengar ucapan Samantha, dia berjalan ke lemari perempuan itu. Dia mengacak pakaian, mencari baju yang menurutnya tepat untuk istrinya. Samantha menghela napas, memilih membiarkan Jabier dengan tingkah menyebalkannya. Daripada Samantha menegur, bisa-bisa Jabier semakin mengacak lemarinya. "Pakai ini," ucap Jabier, menyerahkan sebuah dr
"Mas Zayyan memangnya nyaman kerja di sini? Aku dan Zana berisik padalah," ucap Kina, menatap ragu ke arah suaminya yang bekerja di ruang keluarga. Pria itu terlihat serius, padahal Kina dan Zana sudah sengaja menimbulkan kebisingan supaya Zayyan terganggu. "Humm." Zayyan berdehem singkat, menoleh sejenak pada istrinya lalu kembali fokus pada pekerjaannya. "Tolong buatkan aku kopi, Kitten.""Hu'um." Kina segera beranjak ke dapur untuk membuatkan kopi pada istrinya. Jika Zayyan sudah meminta kopi, berarti Zayyan ingin bekerja di ruang kerjanya. Yes! Akhirnya Kina bisa keluar dengan putrinya. Karena dengan bekerja di ruangannya, Zayyan akan lupa pada semuanya–hanya fokus pada pekerjaan saja. Namun, saat Kina kembali ke tempat tadi untuk mengantar kopi Zayyan, suaminya dan putrinya sudah tak ada di sana. Kina meletakkan kopi di meja kalu mengambil sebuah note yang ditempel di kening boneka Zana. [Daddy mengajak Nana membeli peralatan sek
--Beberapa bulan kemudian--Genggaman tangan Zayyan begitu erat pada Kina, membuat Kina menoleh pada suaminya. Kina menatap raut muka khawatir Zayyan, terlihat begitu kentara sekali. Bukan hanya itu, Kina juga merasakan tangan suaminya yang dingin serta gemetar. 'Ini-- dia yang ngelahirin atau aku sih?' batin Kina, masih mendongak ke arah suaminya yang terlihat sangat pucat–takut dan penuh perasaan khawatir. "Ayo, Bu, dorong lagi yah, Bu." Dokter perempuan yang menangani persalinan Kina, memberikan arahan. Kina dengan santai dan tenang menganggukkan kepala, mengikuti perkataan sang dokter. Ketika Kina berusaha mendorong perutnya agar bayi di sana bisa keluar, genggaman suaminya terasa semakin kencang. Diam-diam Kina melirik suaminya, memperhatikan Zayyan yang sudah gemetar seluruh tubuhnya. Sayup, Kina juga dapat melihat mata Zayyan yang memerah dan berair. 'Kalau aku batal ngelahirin boleh nggak sih? Kasihan nih Bapak anakku. Belum apa-apa udah mau nangis.' batin Kina. "Mas Zay
"Kemarin Mbak Sinta minta yang full Payet atau polos, Nur?" tanya Kina pada asistennya. Asisten tersebut menggelengkan kepala sembari menampilkan raut muka bingung serta gugup, membuat Kina menghela nafas lalu memijit pelipis. Kina meraih handphone kemudian menghubungi klien-nya tersebut. Asisten Kina tersebut sangat tidak becus, tetapi sampai sekarang Kina masih sabar. Meskipun sudah ada niat untuk memecatnya. Sudah satu tahun lebih berlalu dari saat Kina melahirkan. Dia menikmati hidup meskipun kadang ada perasaan yang membuat Kina merasa kehilangan. Tiga bulan setelah melahirkan, Zayyan mengabulkan keinginan Kina untuk menjadi seorang desainer. Pria itu membantu Kina dan mendukung secara maksimal. Sekarang Kina punya butik dan namanya sudah terkenal di kota ini, bahkan ke kota lain. Kina khusus mendesain baju pengantin, karena jika dia mengambil banyak dia takut tak fokus pada anak-anaknya. Setelah berbicara pada klien tersebut,
[Hai, Kin. Ini aku, Agus][Dapat nomormu dari Bintang. Tadi aku melihatmu ke restoran Bintang, tetapi aku takut menyapa. Sumpah! Kamu cantik sekali, jadi tak pede kalau menyapa. Hehehe …][Oh iya. Gimana kabarnya, Kin?]Zayyan menatap kesal pada layar HP istrinya, meletakkan kembali ponsel istrinya di atas nakas. Seperti yang Zayyan katakan sebelumnya, dia sedang tidak percaya diri. Kina semakin cantik dan bersinar selama setahun terakhir ini. Sedangkan Zayyan, dia merasa semakin tak ada waktu dengan Kina. Zayyan sangat sibuk, sering keluar negeri untuk mengurus bisnis keluarga. Dia sering meninggalkan anak istrinya, mungkin akan membuat Kina merasa tak diperhatikan. Kina sendiri, dia memang sibuk dengan pekerjaannya. Akan tetapi Zayyan cukup salut pada istrinya yang bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Walau akhir-akhir ini Kina memang diliputi kesibukan. Itu yang membuat Zayyan tidak percaya diri. Kesibukannya menyita banyak waktu, bagaimana jika istrinya merasa kuran
Setelah mendapat izin dari Zayyan, Kina akhirnya ke acara reunian tersebut yang diadakan di sebuah hotel. Kina datang bersama Bintang. "Wow, couple goals kita ternyata masih bersama sampai sekarang," seru teman-teman mereka, hanya dibalas senyuman oleh Kina. Kina dan Bintang bergabung dengan teman-teman mereka–mengobrol dan berbicara bersama. Karena ingin ke toilet, Kina izin ke sana dan setelah kembali ke toilet Kina tak sengaja menabrak seseorang. "Maaf, aku nggak sengaja," ucap Kina pada orang tersebut. "Iya, tidak ap …- Kina?" Kina langsung mendongak, memusatkan atensi pada sosok yang ia tabrak tersebut. "Astaga, kamu … Agus?" Kina melototkan mata lebar, menatap penampilan orang yang ia tabrak tersebut dari atas hingga bawah. "I--ini kamu?" Agus tersenyum tipis, memangut pelan pada Kina. "Senang bertemu denganmu, Cantik," sapa Agus, mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Kina
"Eih, kuku Zeeshan mulai panjang. Besok Kakak bersihkan yah," ucap Desi, sengaja sok perhatian supaya tuannya salut padanya. Bukankah dari rasa salut bisa berubah menjadi rasa suka? Zeeshan menganggukkan kepala, buru-buru bangun dari kasur. "Yeii … Mimi uyang," seru Zeeshan bersemangat, berlari ke arah sang mommy yang sudah ada dalam kamarnya. "Hai, Tampan Mommy," sapa Kina, tersenyum lebar ke arah putranya yang ternyata belum tidur. Deg'Desi menoleh cepat ke arah belakang, wajahnya seketika dipenuhi ekspresi kecewa. Sial! 'Ck, kenapa Nyonya sih? Tuan mana?!' batinnya. "Desi, kamu bisa istirahat. Zeeshan biar aku yang tidurin," ucap Kina, "terimakasih yah sebelumnya sudah menjaga Zeeshan.""I-iya, Nyonya." Desi tersenyum palsu kemudian keluar dari kamar majikannya. Sedangkan Kina, dia mengendong putranya lalu membawa Zeeshan ke dalam kamar. Kina sangat lelah, jadi dia akan membawa Zeeshan tidur dengannya