"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
'Aku hamil anak kamu, Mas Zay.'"Aaaaaa …." Kina Anggita Dharmasya berteriak horor, dadanya naik turun dengan napas yang memburu. Jantung Kina berdebar kencang, wajahnya pucat dan tubuhnya tegang. Dia bermimpi yang bukan-bukan, melakukan 'itu dengan kakak iparnya lalu dalam mimpi dia berakhir hamil. Setelah merasa sedikit tenang dari rasa syok tersebut, Kina buru-buru meraih HP. Di papan pencarian, Kina mengetik 'arti mimpi hamil. Banyak artikel yang bermunculan, namun sebagian mengatakan jika arti dari mimpi tersebut pertanda akan datangnya seorang jodoh. "Jodoh sudah dekat?" Kina mengerutkan kening, membaca artikel di layar ponsel, "idih, dikira sumber air apa?! Gila, jodoh datang sedangkan aku masih pengangguran begini. Alah, hoaks ini!" gerutu Kina, kesal sendiri setelah membaca artikel dari arti mimpi hamil. Tak ada yang Kina bisa benarkan. Di situ dikatakan artinya jika jodoh seseorang yang memimpikan sudah sangat dekat, si pemimpi akan menikah dalam waktu dekat, jodoh yang s
Jantung Kina terasa akan meledak sana, ucapan Zayyan membuatnya hampir pingsan di tempat. Minggu depan dia dan pria ini akan menikah? Kina menatap permen ditangannya lah membuka bungkus. Setelah itu dia memasukkan permen tersebut ke mulut Zana. Kemudian dia buru-buru beranjak dari sana. Tidak! Kina tidak mau menikah dengan Zayyan. Mimpinya tadi benar-benar sialan. Harusnya dia percaya dengan arti mimpi itu supaya Kina bisa mempersiapkan diri untuk kabur. Sekarang Kina menyesal! "Horeeee … Kak Kin bersedia menikah dengan Daddy," ujar Zana dengan suara cempreng, sangat gembira.Zayyan menatap kepergian Kina dengan seulas senyuman tipis. Memangnya perempuan itu ingin kabur kemana? Cih, kemanapun Kina pergi, dia hanya berakhir dalam pelukan Zayyan. "Tidak!" teriak Kina yang sudah di pintu keluar, "aku tidak mau menikah dengan Duda. Tidak akan!" teriak Kina pada Zana, lalu setelah itu cepat-cepat keluar dari sana. Luis langsung memberi isyarat pada bodyguard agar menghentikan atau me
"Ikut Kakak!" ucap Kina tegas, menarik Zana dari sana agar ikut dengannya. Setelan sampai di kamarnya, dia mengunci pintu agar tak ada yang masuk. "Yang kamu lihat tadi-- Kakak dan Daddymu hanya berbicara. Nggak ada berciuman-berciuman. Lagian kamu tahu tahu dari mana pasal berciuman. Masih kecil juga," ucap Kina pada Zana, dia duduk di lantai beralaskan karpet berbulu. Disusul oleh Zana, yang duduk tepat di sebelahnya. "Tapi kan tidak apa-apa. Kak Kin akan menikah dengan Daddy," celetuk Zana, tiba-tiba berdiri sebab melihat toples berisi bola-bola coklat di meja yang ada dalam kamar. "Kapan aku setuju menikah dengan Daddy kamu? Enggak yah, Zana. Kakak nggak mau menikah dengan Daddy kamu, dia itu du--" Ucapan Kina berhenti seketika, mengingat perkataan Zayyan padanya tadi. 'Aku menjadi duda juga untukmu.' Kepalanya mendadak dipenuhi dengan kalimat dari Zayyan tersebut. Apa maksudnya dan kenapa Kina terus memikirkan itu? "Tadi Kak Kin sudah setuju menjadi Mommy Zana." Zana tidak
"Zayyan, kamu dari mana? Daddy dan Mommy sudah menunggu dibawah dan ijab kabul akan segera dimulai. Cepat ke sana!" galak seorang perempuan, mendapat senyuman tipis dari Zayyan. "Baik, Kakak ipar," jawabnya singkat, masih mengembangkan senyuman indah pada sang kakak. Ziea--kakak ipar Zayyan tersebut, memicingkan mata, menatap bibir adiknya dengan penuh kecurigaan. "Kenapa bibir kamu merah? Kamu habis ngapain, Zayyan?" "Bukankah pengantin harus memakai lipstik, Kak?" Zayyan menjawab sekenehnya, begitu santai dan sama sekali tak panik pada Ziea. "Cepat hapus. Nanti Kak Egamu melihat, dia bisa marah padamu. Nah, lap bibirmu. Mbak tahu kamu habis ngapain. Ck ck, nggak bisa sabar apa?!" Ziea memberikan tissue pada Zayyan, diambil cepat oleh adik iparnya tersebut. Zayyan lagi-lagi tersenyum setelah itu buru-buru beranjak dari sana. ***"A--aku benar-benar telah menjadi istri dari mantan kakak iparku sendiri. Aaaa … bagaimana bisa dan seperti apa aku setelah ini?" panik Kina, saat ini
"Ini foto kita bertiga, Mommy. Ada Daddy, Mommy dan Zana," antusias Zana, di mana saat ini tengah berbaring sembari melihat-lihat hasil foto pernikahan Daddy dan Mommy barunya. Ada banyak foto mereka bertiga yang membuat Zana merasa senang luar biasa. Zana tidak memiliki foto dengan mendiang mamanya, tetapi Zana merasa tak masalah. Sejujurnya Zana merasa hambar dengan mama kandungnya, mungkin karena sejak kecil Kina lah yang merawatnya. Padahal Kina selalu menjelaskan padanya jika mama kandungnya adalah perempuan baik dan pahlawan sebab bertaruh nyawa demi melahirkan Zana. Namun, tetap saja Zana merasa tak ada muncul perasaan apapun yang dia rasakan untuk mamanya. Mungkin karena mamanya juga tak pernah peduli padanya. Maksudnya, mamanya tak pernah mengajaknya mengobrol dan bahkan ogah menatapnya saat Zana berkunjung ke rumah sakit. "Apa kamu dan Mama kandungmu pernah berfoto bersama? Atau … kalian punya foto keluarga?" tanya Kina, ikut berbaring di ranjang sembari ikut melihat-lih
"Katakan, kau ingin malam pertama yang panas atau malam pertama yang panjang?" Deg deg degMata Kina membelalak tak percaya, syok sekaligus takut pada Zayyan. 'Perasaan Kak Zayyan nggak begini deh. Jangankan mesum, menatapku lama-lama saja, dulu dia nggak pernah. Tapi kok-- kok habis ditinggal istrinya dia jadi mesum begini?' batin Kina, bergerak mundur dengan pandangan serta gerak-gerik gugup. "Ma-malam jum'at saja, Kak," jawab Kina sekenehnya. Dia mengatakan malam jum'at karena malam jumat kliwon adalah malam yang mengerikan dan banyak hantu. Maksud Kina ke arah sana. Namun, saat melihat Zayyan menyunggingkan smirk tipis yang mengisyaratkan sesuatu, Kina seketika membelalak. Saat itu juga dia ngeh dengan apa yang barusan ia katakan. Kina dengan cepat menggelengkan kepala. "Bu-bukan!" pekiknya setengah frustasi, menyilangkan tangan di depan dada dan terus mundur secara panik, "ma-maksudku bukan itu, Kak--Mas. Tolong jangan berpikiran ke arah sana.""Tidak." Zayyan menjawab enteng,