Pernikahan Samantha dan Jabier di skip karena rencananya kisah mereka akan dibuat di ekstra part. Supaya tak ter-spill banyak, jadi CaCi skip yah. Biar nanti, Kisah mereka di ekstra part lebih gampang CaCi buat dan tidak berulang-ulang. Semangat.
"Mas Zayyan memangnya nyaman kerja di sini? Aku dan Zana berisik padalah," ucap Kina, menatap ragu ke arah suaminya yang bekerja di ruang keluarga. Pria itu terlihat serius, padahal Kina dan Zana sudah sengaja menimbulkan kebisingan supaya Zayyan terganggu. "Humm." Zayyan berdehem singkat, menoleh sejenak pada istrinya lalu kembali fokus pada pekerjaannya. "Tolong buatkan aku kopi, Kitten.""Hu'um." Kina segera beranjak ke dapur untuk membuatkan kopi pada istrinya. Jika Zayyan sudah meminta kopi, berarti Zayyan ingin bekerja di ruang kerjanya. Yes! Akhirnya Kina bisa keluar dengan putrinya. Karena dengan bekerja di ruangannya, Zayyan akan lupa pada semuanya–hanya fokus pada pekerjaan saja. Namun, saat Kina kembali ke tempat tadi untuk mengantar kopi Zayyan, suaminya dan putrinya sudah tak ada di sana. Kina meletakkan kopi di meja kalu mengambil sebuah note yang ditempel di kening boneka Zana. [Daddy mengajak Nana membeli peralatan sek
--Beberapa bulan kemudian--Genggaman tangan Zayyan begitu erat pada Kina, membuat Kina menoleh pada suaminya. Kina menatap raut muka khawatir Zayyan, terlihat begitu kentara sekali. Bukan hanya itu, Kina juga merasakan tangan suaminya yang dingin serta gemetar. 'Ini-- dia yang ngelahirin atau aku sih?' batin Kina, masih mendongak ke arah suaminya yang terlihat sangat pucat–takut dan penuh perasaan khawatir. "Ayo, Bu, dorong lagi yah, Bu." Dokter perempuan yang menangani persalinan Kina, memberikan arahan. Kina dengan santai dan tenang menganggukkan kepala, mengikuti perkataan sang dokter. Ketika Kina berusaha mendorong perutnya agar bayi di sana bisa keluar, genggaman suaminya terasa semakin kencang. Diam-diam Kina melirik suaminya, memperhatikan Zayyan yang sudah gemetar seluruh tubuhnya. Sayup, Kina juga dapat melihat mata Zayyan yang memerah dan berair. 'Kalau aku batal ngelahirin boleh nggak sih? Kasihan nih Bapak anakku. Belum apa-apa udah mau nangis.' batin Kina. "Mas Zay
"Kemarin Mbak Sinta minta yang full Payet atau polos, Nur?" tanya Kina pada asistennya. Asisten tersebut menggelengkan kepala sembari menampilkan raut muka bingung serta gugup, membuat Kina menghela nafas lalu memijit pelipis. Kina meraih handphone kemudian menghubungi klien-nya tersebut. Asisten Kina tersebut sangat tidak becus, tetapi sampai sekarang Kina masih sabar. Meskipun sudah ada niat untuk memecatnya. Sudah satu tahun lebih berlalu dari saat Kina melahirkan. Dia menikmati hidup meskipun kadang ada perasaan yang membuat Kina merasa kehilangan. Tiga bulan setelah melahirkan, Zayyan mengabulkan keinginan Kina untuk menjadi seorang desainer. Pria itu membantu Kina dan mendukung secara maksimal. Sekarang Kina punya butik dan namanya sudah terkenal di kota ini, bahkan ke kota lain. Kina khusus mendesain baju pengantin, karena jika dia mengambil banyak dia takut tak fokus pada anak-anaknya. Setelah berbicara pada klien tersebut,
[Hai, Kin. Ini aku, Agus][Dapat nomormu dari Bintang. Tadi aku melihatmu ke restoran Bintang, tetapi aku takut menyapa. Sumpah! Kamu cantik sekali, jadi tak pede kalau menyapa. Hehehe …][Oh iya. Gimana kabarnya, Kin?]Zayyan menatap kesal pada layar HP istrinya, meletakkan kembali ponsel istrinya di atas nakas. Seperti yang Zayyan katakan sebelumnya, dia sedang tidak percaya diri. Kina semakin cantik dan bersinar selama setahun terakhir ini. Sedangkan Zayyan, dia merasa semakin tak ada waktu dengan Kina. Zayyan sangat sibuk, sering keluar negeri untuk mengurus bisnis keluarga. Dia sering meninggalkan anak istrinya, mungkin akan membuat Kina merasa tak diperhatikan. Kina sendiri, dia memang sibuk dengan pekerjaannya. Akan tetapi Zayyan cukup salut pada istrinya yang bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Walau akhir-akhir ini Kina memang diliputi kesibukan. Itu yang membuat Zayyan tidak percaya diri. Kesibukannya menyita banyak waktu, bagaimana jika istrinya merasa kuran
Setelah mendapat izin dari Zayyan, Kina akhirnya ke acara reunian tersebut yang diadakan di sebuah hotel. Kina datang bersama Bintang. "Wow, couple goals kita ternyata masih bersama sampai sekarang," seru teman-teman mereka, hanya dibalas senyuman oleh Kina. Kina dan Bintang bergabung dengan teman-teman mereka–mengobrol dan berbicara bersama. Karena ingin ke toilet, Kina izin ke sana dan setelah kembali ke toilet Kina tak sengaja menabrak seseorang. "Maaf, aku nggak sengaja," ucap Kina pada orang tersebut. "Iya, tidak ap …- Kina?" Kina langsung mendongak, memusatkan atensi pada sosok yang ia tabrak tersebut. "Astaga, kamu … Agus?" Kina melototkan mata lebar, menatap penampilan orang yang ia tabrak tersebut dari atas hingga bawah. "I--ini kamu?" Agus tersenyum tipis, memangut pelan pada Kina. "Senang bertemu denganmu, Cantik," sapa Agus, mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Kina
"Eih, kuku Zeeshan mulai panjang. Besok Kakak bersihkan yah," ucap Desi, sengaja sok perhatian supaya tuannya salut padanya. Bukankah dari rasa salut bisa berubah menjadi rasa suka? Zeeshan menganggukkan kepala, buru-buru bangun dari kasur. "Yeii … Mimi uyang," seru Zeeshan bersemangat, berlari ke arah sang mommy yang sudah ada dalam kamarnya. "Hai, Tampan Mommy," sapa Kina, tersenyum lebar ke arah putranya yang ternyata belum tidur. Deg'Desi menoleh cepat ke arah belakang, wajahnya seketika dipenuhi ekspresi kecewa. Sial! 'Ck, kenapa Nyonya sih? Tuan mana?!' batinnya. "Desi, kamu bisa istirahat. Zeeshan biar aku yang tidurin," ucap Kina, "terimakasih yah sebelumnya sudah menjaga Zeeshan.""I-iya, Nyonya." Desi tersenyum palsu kemudian keluar dari kamar majikannya. Sedangkan Kina, dia mengendong putranya lalu membawa Zeeshan ke dalam kamar. Kina sangat lelah, jadi dia akan membawa Zeeshan tidur dengannya
"Kalau aku kepilih dan menang, nanti aku traktir kamu deh," ucap Kina yang saat ini sedang berada di restoran milik Bintang–lebih tepatnya di ruangan khusus milik Bintang. Pria dihadapannya tersebut mendengus kasar. "Semerdekamu, Kin," jawabnya sembari melempar pulpen ke arah Kina. "Bisa terang-terangan kenapa harus lewat begini?" "Hehehe … biar seru ajah." Kina cengengesan. "Oh iya, kamu belum minta maaf sama Agus? Nggak boleh gitu lah, Bin. Kita kan berteman, apalagi dia anak rantau. Lagian kamu kan …-" Kina memicingkan mata, senyum misterius ke arah Bintang–membuat perempuan itu lagi-lagi mendengus padanya. "Ck." Bintang berdecak pelan, "lihat dia saja, aku tak enak, Kin. Tidak berani," ucap Bintang. "Apanya yang tak enak?! Memarahinya kamu enak, berani, Heh?!" Kina berkata setengah kesal pada Bintang. "Ini … dia masuk kerja kan? Kamu minta maaf gih." "Nanti saja lah." Bintang menghela napas pelan, meraih telepon genggam untuk menelpon seseorang. Dia meminta minuman segar
"Mas Zay," cicit Kina pelan, meraih tangan suaminya lalu menyalamnya. Wajah Zayyan yang terpasang dingin, membuat Kina tak enak. Dia merasa canggung dan gugup secara bersamaan. Meskipun begitu, Kina memberanikan diri untuk duduk di sebelah pria itu. "Mas Zay sudah pulang jam segini? Atau ada yang tertinggal?" tanya Kina. "Ada yang salah jika aku sudah di rumah di jam seperti ini?" Zayyan menaikkan sebelah alis, menatap datar ke arah Kina. Nada bicaranya juga terkesan ketus, seolah tak suka dengan beradaan Kina. Kenyataannya tidak seperti itu. Zayyan sangat suka Kina, siapapun tahu itu. Hanya saja … ada yang menggangu serta mengusik perasaan Zayyan–membuat Zayyan tidak tenang serta murung. Kitten-nya tertawa riang dengan pemuda lain. 'Mas Zayyan lagi sensitif-sensitifnya. Aku harus maklum.' batin Kina. "Nggak kok. Bagus Mas pulang cepat. Cuma … kalau ada masalah di kantor, Mas Zay bisa cerita ke aku. Aku siap men …-""Oh yah?" potong Zayyan cepat, terkesan ketus dan cuek seolah mer