"Mas Zay," cicit Kina pelan, meraih tangan suaminya lalu menyalamnya. Wajah Zayyan yang terpasang dingin, membuat Kina tak enak. Dia merasa canggung dan gugup secara bersamaan. Meskipun begitu, Kina memberanikan diri untuk duduk di sebelah pria itu. "Mas Zay sudah pulang jam segini? Atau ada yang tertinggal?" tanya Kina. "Ada yang salah jika aku sudah di rumah di jam seperti ini?" Zayyan menaikkan sebelah alis, menatap datar ke arah Kina. Nada bicaranya juga terkesan ketus, seolah tak suka dengan beradaan Kina. Kenyataannya tidak seperti itu. Zayyan sangat suka Kina, siapapun tahu itu. Hanya saja … ada yang menggangu serta mengusik perasaan Zayyan–membuat Zayyan tidak tenang serta murung. Kitten-nya tertawa riang dengan pemuda lain. 'Mas Zayyan lagi sensitif-sensitifnya. Aku harus maklum.' batin Kina. "Nggak kok. Bagus Mas pulang cepat. Cuma … kalau ada masalah di kantor, Mas Zay bisa cerita ke aku. Aku siap men …-""Oh yah?" potong Zayyan cepat, terkesan ketus dan cuek seolah mer
Kina kira emosi Zayyan akan berakhir setelah itu, tetapi ternyata tidak. Saat dia terbangun dengan tubuh sudah memakai kemeja pria itu dan berbalut selimut, dia masih dihadapi hal mengerikan. Zayyan mengamuk dan menghancurkan semua barang yang ada di kamar. Kina syok dan hanya bisa memandangi, dia tak berani bersuara. Duduk diam di atas ranjang, menatap suaminya dengan air mata yang jatuh dari pelupuk. Ada apa dengan Zayyan? Jika memang Kina punya kesalahan, seharusnya Zayyan berbicara! Demi Tuhan, Kina ketakutan. Brak' Zayyan kembali melempar barang di atas meja rias. Kina yang tak tahan, memilih menutup telinga. Tiba-tiba saja Zayyan menoleh padanya, membuat Kina menegang takut–jantungnya berpacu dengan cepat, takut dirinya akan dilempar seperti benda-benda itu. Namun, tidak. Zayyan hanya diam, beranjak dari sana lalu masuk ke walk in closet. Kina seketika menghela napas, menyender ke kepala ranjang. Dia berusaha menenangkan diri, menormalkan debaran jantungnya. Dia berta
"A'af, Di …," ucap Zeeshan dengan bahasa bayinya. "Ini," ucap Kina, sudah di sebelah Zayyan sembari menyodorkan tissue pada suaminya. Namun, karena Zayyan tak mau menerima tisu tersebut, Kina inisiatif membersihkan tumpahan susu pada paha suaminya tersebut. "Zeeshan tidak sengaja, Mas," cicit Kina pelan ketika mendapati wajah suaminya yang masih terlihat kesal. "Humm." Zayyan berdehem pelan, membiarkan Kina me-lap celana di bagian paha–yang terkena tumpahan susu putranya. "Atau … Mas ingin ganti celana. Aku akan menyiapkannya," ucap Kina lagi. Zayyan menggelengkan kepala. "Ini sudah malam, suruh Zana untuk tidur." "Baik, Mas." Kina buru-buru menghampiri putrinya lalu menyuruh Zana untuk segera tidur. Untungnya Zana anak yang patuh, segera membereskan buku gambar dan juga pensil warna. Setelah pamit pada orangtuanya, Zana langsung ke kamar–ditemani oleh Desi karena diperintah oleh Kina. Sedangkan Kina, dia meraih botol susu putranya kemudian beranjak dari sana. Zayyan sen
Setelah beberapa hari hubungan Kina dan Zayyan tertanya semakin dingin. Zayyan lebih sering diam dan lebih dingin. Sedangkan Kina, masih bertanya-tanya apa kesalahan yang telah dia perbuat. Bahkan saat ini Kina sudah berada di titik merasa bersalah dengan pekerjaan yang ia ambil. 'Aku sadar, aku memang salah. Mas Zayyan memenuhi kebutuhanku tetapi aku masih keukeuh bekerja. Dia suami yang bertanggung jawab dan tak pernah menuntut apapun kecuali perhatian dariku. Dan ini letak salahku, terlalu sibuk pada pekerjaan sehingga Mas Zay mungkin merasa tak kuperhatikan. Apalagi pekerjaan Mas sedang ada masalah.' batin Kina, tengah di dalam walk in closet. Dia sedang mengemasi pakaian serta barang penting. Kina akan keluar kota untuk bertemu klien. "Setelah habis dari sini, aku berjanji akan berhenti kerja. Maksudku aku hanya akan memantau butik saja. Lagian sudah ada Agus yang bisa kupercaya untuk memegang butik," gumam Kina yang bermonolog sendiri, tersenyum manis sem
"Pergilah. Aku tidak melarang," ucap Zayyan, langsung mematikan rokok lalu membuangnya jauh dari sana. 'Tidak melarang tetapi kamar sudah seperti kapal pecah. Kayak ada Godzilla yang menyerang saja di kamar ini,' batin Kina, mendongak dan menatap sayu ke arah Zayyan. "Aku tidak pergi, aku di sini dengan Mas Zayyan." Zayyan menunduk, menatap Kina intens dan berat. Kina memilihnya? Kina membatalkan liburannya dengan pemuda itu? Apakah dia menang? Kina sudah tak bosan lagi dengannya? Cup' Zayyan mengecup kening Kina secara Khidmat. Setelah itu beralih mencium bibir istrinya dengan penuh penuntutan serta napsu. Dia perlu meredam emosi dalam dirinya! "Aku menginginkanmu," ucap Zayyan kemudian. Kina mengerjap beberapa kali, menoleh ke arah tembok kaca yang pecah dan kekacauan sekitarnya. "Ka-kamarnya kan …-" Zayyan langsung menggendong Kina, membawa perempuan itu keluar dari kama
"Agus-- Tina?" Kina menganggukkan kepala, menatap suaminya dengan tampang konyol dan penuh penyelidik. "Kenapa Mas Zay kaget?" Zayyan memalingkan wajah sejenak, dalam batin dia mengumpati diri sendiri–merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Dia cemburu buta pada sosok itu, bahkan kehilangan kepercayaan diri karena melihat istrinya tertawa riang bersamanya. Zayyan kira dia pemuda tampan yang pernah menjadi incaran Kina saat masa kuliah dulu. Ternyata pemuda yang ia cemburui tersebut seorang … perempuan. Hell! Adakah yang lebih konyol dibandingkan dirinya?! "Kenapa kalian memanggilnya Agus? Itu nama laki-laki," ucap Zayyan, menunjukkan tampang muka datar dan bersikap santai meskipun dalam batin terus mengumpati dirinya. Bodoh! Dia bahkan telah menghancurkan tembok kaca yang tak berdosa hanya karena kecemburuan semata, dan semua sia-sia! "Oh itu …-" Mendengar alarm Hpnya berbunyi, Kina buru-buru menoleh ke arah HP. Dia langsung turun dari ranjang, "nanti dulu yah, Mas. Sudah jam
"Penampilannya kenapa begitu? Dan bagaimana bisa kau berteman dengan orang seperti itu?" dingin Zayyan. Bukan ingin melarang Kina berteman, hanya saja Zayyan harus mengawasi dan membatasi istrinya. Kebanyakan perempuan tomboy, pergaulannya bebas dan lebih dominan bergabung dengan lawan jenis. Zayyan tidak ingin istrinya ikut-ikutan seperti itu. "Dia baik kok, Mas Zay, dan dia begitu juga karena kepaksa." Kina memanyunkan bibir. "Iya sih, kata dia, sejak lahir, bawaannya emang udah gitu. Tetapi tidak parah, dan dia juga masih gemar memakai rok dan dress. Tapi saat SMP, orangtuanya sering bertengkar–dia bilang setiap malam selalu ribut. Karena tak tahan melihat orangtuanya ribut, Agus sering keluar rumah. Dia nongkrong dengan pemuda-pemuda di komplek rumahnya, pulang ke rumah bisa sampe jam dua malam. Habis tuh gara-gara keseringan main sama anak cowok, penampilannya perlahan makin kayak cowok. Mulai dari cara jalan, cara berpakaian, bicara dan bahkan dia sempat merokok." "Orang
Karena panik putranya akan dimarahi oleh suaminya, Kina langsung kabur dari rumah–menbawa Zeeshan ke butik. Meskipun begitu, Kina tetap pamit pada suaminya–meminta izin lewat pesan. Ah, sekalian Kina melihat persiapan gaun untuk calon istri Bintang. "Anak siapa, Kin? Kamu tak mencuri anak orang kan?" tanya Agus, cukup kaget melihat Kina menggendong seorang anak. "Anak aku lah, Agus sayang," jawab Kina, duduk di sofa ruangannya sembari memangku putranya. "Kamu sudah punya anak? Hah?" bengong Agus, menatap anak teman sekaligus bos-nya tersebut dengan lekat. 'Wih … mana anaknya tampan lagi. Iyalah, ibunya juga cantik minta ampun. Tapi … anak ini tak mirip dengan Kina, berarti mirip ayahnya.'"Ayahnya siapa?" "Suami aku dong."Zayyan dan Rain langsung berhenti melangkah, tepat di depan ruangan Kina. Zayyan menyusul karena ingin memberi pelajaran pada putranya yang telah menenggelamkan sandalnya. Sedangkan Rain meminta ikut karena penasaran dengan calon adik iparnya. Zayyan berjalan