"Bintang ke sini?" bisik Agus dengan raut muka gugup serta panik karena melihat Bintang di tempat ini. "Iya," jawab Kina seadanya, tersenyum kikuk ke arah Agus. Dia menggendong anaknya lalu keluar dari ruangan tersebut. Kenapa suaminya ada di sini dan sejak kapan Zayyan duduk di sebelah ruangannya? Melihat Kina keluar dari ruangan tersebut, Agustina mau tak mau ikut keluar–mengikuti langkah Kina. "Mas Zayyan." Kina menghampiri suaminya. Sekarang dia panik, takut Zayyan di tempat ini karena untuk menyusul Zeeshan–khusus memarahi putranya. 'Kina memanggil Mas pada Tuan tampan itu. Dan …- Tuan ini mirip sekali dengan anaknya Kina. Jangan-jangan ini suaminya Kina.' batin Agustina, mencuri pandang pada pria yang Kina hampiri. "Berikan Zeeshan padaku. Kau sedang bekerja," ucap Zayyan, tersenyum penuh maksud sembari berniat merebut Zeeshan dari gendongan Kina. "E-enggak usah, Mas. Aku hanya ada sedikit urusan di sini. Tidak sibuk dan aku bisa menjaga Zeeshan," jawab Kina cepat, terseny
"Aku tidak akan merestui hubunganmu dengan Bingang. Maaf, tetapi penampilanmu sangat tidak baik. Jati dirimu saja kau tinggalkan, apalagi adikku di masa depan," ucap Rain dengan nada dingin dan menohok, membuat Agustina semakin sakit hati serta takut pada sosok di hadapannya. "I-iya, Pak. Aku sadar diri dan aku … tidak berharap apapun. Aku sudah cukup puas dengan hanya mengagumi Bingang dari jauh. Namanya juga bintang, hanya untuk dipandang bukan dimiliki," jawab Agus dengan nada tegas, tak ada gentar sama sekali meskipun hatinya sesak. Rain menaikkan sebelah alis. "Kau orang yang mudah putus asa, Nona. Alih-alih meyakinkanku dengan mengatakan kau bisa merubah menampilanmu demi bersama adikku, kau malah terus terang ingin mundur?"Agustina cukup kaget mendengar ucapan Rain tersebut. Apa maksud pria ini? Membencinya atau mendukungnya? "Aku sudah pernah mengubah penampilan demi dinotice oleh Bintang, Pak. Tapi …-" Agustina mengedikkan pundak, "dia memang tidak suka padaku. Jadi hanya
"Desi, kamu sedang apa?" Tubuh Desi langsung membeku, punggung terasa panas dan darah seolah melaju cepat ke arah ubun-ubun–yang membuatnya tersentak kuat. Dia seperti kepergok sedang melakukan dosa besar, padahal menyentuh tuannya saja pun dia belum. Zayyan menoleh ke arah pengasuh putrinya, cukup tersentak karena perempuan itu begitu dekat dengannya. Zayyan reflek menjauh, segera menatap ke arah perempuan cantik yang terlihat berjalan terburu-buru ke arahnya. "Nyo-Nyonya," gugup Desi, juga buru-buru menjauh dari sang tuan.Kina menatap dingin serta penuh peringatan pada Desi. Namun, sorot matanya berubah sendu saat menatap suaminya. Ada pancaran kekhawatiran yang mendalam dari matanya, semakin tak tega ketika melihat pria tembok itu masih sibuk membuatkan susu untuknya. "Mas Zay sakit?" tanya Kina, langsung menempelkan telapak tangan di kening suaminya. Seketika dia merasakan suhu panas dari sana, membuat Kina kaget dan semakin khawatir pada sang suami. "Aku membuatkan susu unt
Ternyata … Hell! Dia diperlakukan seperti anak kecil. Hati Mungil Zayyan tidak bisa!"Mas Zay menangis? A-apa yang sakit? Kepalanya sakit atau … mual?" tanya Kina lemah lembut, khawatir pada suaminya. Zayyan menggelengkan kepala, menatap sayu dan berkaca-kaca pada Kina. Kina menangkup rahang suaminya, membelainya lembut dengan ibu jari. Kina memperhatikan ekspresi suaminya. 'Persis sekali dengan Zeeshan. Bedanya bibir Cacan melengkung ke bawah, Mas Zay tetap datar. Ah, emang yah … Mas sama Cacan bak pinang dibelah dua. Demam saja barengan.' "Mas Zay berbaring dulu. Aku ambilin baju ganti sama obat," ucap Kina, membatu suaminya untuk tidur. Ketika dia akan beranjak, Zayyan menahan pergelangan tangannya. "Kau tidurlah. Kau butuh istirahat." Istrinya sudah lelah mengurus putra mereka yang sedang sakit, tidak lagi dengan mengurus dirinya. Kasihan Kina. "Iya, habis ini tidur kok, Mas." Kina tersenyum manis lalu segera beranjak dari sana. Dia mengambil pakaian untuk suaminya kemudian
"Oh iya, Nona Zana dipanggil oleh Nyonya Kina." Zana menatap pengasuh putrinya tersebut dengan raut muka datar, mengamati ekspresi perempuan itu secara lekat. Kemudian setelah itu menoleh ke arah kopi yang pengasuh tersebut bawakan. "Daddy, Kenna dipanggil oleh Mommy," ucap Zana, turun dari sandaran sofa. Setelah itu berlari keluar dari ruangan daddynya. Zayyan menatap putrinya lalu beralih menatap Desi. "Panggilkan Nyonya Angie kemari," titah Zayyan balik. Beberapa detik mata Desi membelalak, namun buru-buru ia tutupi rasa kesal dan gugup tersebut dengan menampilkan ekspresi gelisah. "Itu-- Tuan, Nyonya Kina tengah menemani Tuan Zeeshan makan. Tuan muda sedikit rewel karena mungkin masih demam." Zayyan kembali mengamati pengasuh tersebut, menatap datar dan dingin secara bersamaan. Dia sedang pusing, dia butuh bantuan istrinya untuk memijat kepalanya. Namun, pengasuh ini mengatakan jika Kina tengah sibuk mengurus Zeeshan. Zayyan menyender ke sofa, bersedekap angkuh sembari mena
"Hentikan kehilaanmu, Zayyan LavRoy Azam!" lantang Reigha yang sudah masuk dalam ruangan Zayyan. Dia datang ke sini karena mendapat laporan dari salah satu bodyguard yang ia suruh untuk mengawasi Zayyan. Seperti kemarin, saat Zayyan memukul dua maid yang menggosip, bodyguard tersebut lah yang melapor padanya. Zayyan yang tengah menginjak jemari dari pengasuh putranya tersebut seketika menoleh pada Reigha. Dia berdecak dan langsung menjauh dari Desi. Sebenarnya berapa bodyguard kakaknya di rumahnya ini? Kemarin Zayyan baru memulangkan delapan bodyguard ke rumah Reigha, karena bodyguard itu adalah suruhan Reigha untuk mengawasinya. "Jangan mengganggu kesenanganku." Zayyan berkata dingin. "Kau ingin ini?!" Reigha mengeluarkan sebuah pil yang ia tunjukkan pada Kina tadi. Pil tersebut adalah penenang. Setelah meminum pil ini, biasanya adiknya akan tertidur cukup lama setelah itu lupa dengan apa yang dia lakukan beberapa jam sebelum tidur. Zayyan sangat membenci pil ini! "Ck." Zayya
"Kina Anggita Azam." "Hehehehe …." Kina kembali cengengesan, menatap gugup bercampur malu pada suaminya. Dia juga sangat kikuk dan canggung, tatapan Zayyan begitu tajam serta menghunus tepat padanya. Kina memalingkan wajah sejenak, menatap ke arah Rain yang terlihat seperti kaget. Akan tetapi Kina juga bisa melihat jika pria itu sedang menahan tawa. "Boleh duduk nggak akunya, Pak?" tanya Kina kikuk pada Rain. "O-oh, silahkan, Nyonya." Rain menjawab cepat, mempersilahkan Kina duduk di depan Zayyan. Sepasang suami istri tersebut kini berhadapan. Rain memperhatikan dan lagi-lagi dia ingin tertawa karena mengingat tuannya barusan mengumpati suami dari pemilik akun Buronan polisi, tak lain adalah Kina. Artinya tuannya mengumpati serta mengatai diri sendiri, bukan? Kina mengerjap beberapa kali, Zayyan hanya diam dan terus memandanginya. Ini canggung sekali bagi Kina! "O-orang mana, Pak?" tanya Kina untuk membuka pembicaraan. "Hum." Zayyan berdehem singkat, terasa dingin serta penuh
Dia rasa sangat kentara jelas jika pipinya menyemburkan rona pink kemerahan. "Humm." Zayyan menaikkan sebelah alis, "situasi sekarang membuatmu tertarik bergabung dengan perusahaanku. Atau kau tertarik dengan tawaranku satu tahun lalu, Nyonya Angie?""Tawaran ap-- … Hah!!" Mata Kina melebar, mulut menganga dengan air muka kaku serta panik. Tidak! Itu tawaran gila dan Kina tidak mau. Kina segera menggelengkan kepala, terlalu horor saat mengingat tawaran satu tahun lalu. "Mas Zay jangan aneh-aneh!" Kina meraih tisu lalu melemparnya ke arah Zayyan. Sudah dia katakan, pria ini sangat licik! Selalu bisa mengambil keuntungan dari situasi seperti apapun. Satu tahun yang lalu-- Zayyan menawarkan pada Kina untuk bekerja di perusahaannya. Pekerjaan Kina bukan sekedar pekerjaan, melainkan memberikan asupan vitamin berupa ciuman dua jam sekali pada Zayyan. Sekarang Kina terjebak!"Baiklah, jika kau tidak mau dengan tawaran satu tahun yang lalu, itu tidak apa-apa." Kina langsung mengelus dada