"Kina Anggita Azam." "Hehehehe …." Kina kembali cengengesan, menatap gugup bercampur malu pada suaminya. Dia juga sangat kikuk dan canggung, tatapan Zayyan begitu tajam serta menghunus tepat padanya. Kina memalingkan wajah sejenak, menatap ke arah Rain yang terlihat seperti kaget. Akan tetapi Kina juga bisa melihat jika pria itu sedang menahan tawa. "Boleh duduk nggak akunya, Pak?" tanya Kina kikuk pada Rain. "O-oh, silahkan, Nyonya." Rain menjawab cepat, mempersilahkan Kina duduk di depan Zayyan. Sepasang suami istri tersebut kini berhadapan. Rain memperhatikan dan lagi-lagi dia ingin tertawa karena mengingat tuannya barusan mengumpati suami dari pemilik akun Buronan polisi, tak lain adalah Kina. Artinya tuannya mengumpati serta mengatai diri sendiri, bukan? Kina mengerjap beberapa kali, Zayyan hanya diam dan terus memandanginya. Ini canggung sekali bagi Kina! "O-orang mana, Pak?" tanya Kina untuk membuka pembicaraan. "Hum." Zayyan berdehem singkat, terasa dingin serta penuh
Dia rasa sangat kentara jelas jika pipinya menyemburkan rona pink kemerahan. "Humm." Zayyan menaikkan sebelah alis, "situasi sekarang membuatmu tertarik bergabung dengan perusahaanku. Atau kau tertarik dengan tawaranku satu tahun lalu, Nyonya Angie?""Tawaran ap-- … Hah!!" Mata Kina melebar, mulut menganga dengan air muka kaku serta panik. Tidak! Itu tawaran gila dan Kina tidak mau. Kina segera menggelengkan kepala, terlalu horor saat mengingat tawaran satu tahun lalu. "Mas Zay jangan aneh-aneh!" Kina meraih tisu lalu melemparnya ke arah Zayyan. Sudah dia katakan, pria ini sangat licik! Selalu bisa mengambil keuntungan dari situasi seperti apapun. Satu tahun yang lalu-- Zayyan menawarkan pada Kina untuk bekerja di perusahaannya. Pekerjaan Kina bukan sekedar pekerjaan, melainkan memberikan asupan vitamin berupa ciuman dua jam sekali pada Zayyan. Sekarang Kina terjebak!"Baiklah, jika kau tidak mau dengan tawaran satu tahun yang lalu, itu tidak apa-apa." Kina langsung mengelus dada
---16 tahun kemudian---Setelah mengantar istrinya pulang ke rumah–lebih dulu agar Kina istirahat, Zayyan lanjut untuk mencari putrinya. Enam bulan di luar negeri dan akhirnya Zayyan serta Kina kembali ke tanah air. Semenjak Kina membantunya, dulu, Zayyan ternyata tak bisa lepas dari bantuan istrinya. Kemampuan Kina dalam mendesain produk, sangat bermanfaat bagi Zayyan. Terlebih dia bisa bertukar pikiran dengan Kina setiap saat dan istrinya adalah tipe orang yang tak hentinya belajar–selalu bersedia mengupgrade kemampuannya. Sedangkan Kina, dia senang membantu suaminya. Meskipun kerap kali Kina ingin lepas karena perasaan keibuannya yang tak tega meninggalkan anak-anak, tetapi Kina memilih bertahan. Dia tidak bisa membiarkan suaminya berjuang sendiri. Healthy'food telah dipegang oleh Samuel–putra pertama Rafael. Sedangkan Zayyan sekarang fokus mengurus ElitQuality'Electronik, bersama dengan sang kakak–Reigha Abbas Azam. Klan sendiri, sudah diambil alih oleh Zayyan, sebagai pemimpin
Zana menggelengkan kepala lalu menunduk dalam karena tak berani menatap wajah marah daddynya. "Pulang sekarang juga!" dingin Zayyan, meraih pergelangan putrinya kemudian menarik cukup kasar Zana dari sana. Zayyan jelas marah pada Zana. Lagi-lagi perempuan ini menemui seseorang yang sangat Zayyan benci. Zana mengingkari janji padanya. Di sisi lain, Revano melihat hal itu–menatap cukup kaget dan bingung saat melihat Zana diseret paksa oleh seorang pria matang. Dia tak melihat jelas wajah pria itu, akan tetapi pria yang menyeret Zana tersebut cocok dipanggil om oleh Zana. "Jangan-jangan benar yang dikatakan oleh Elina. Zana menjadi sugardaddy memenuhi kebutuhannya." Revano mengepalkan tangan, tak suka melihat Zana hanya pasrah ditarik oleh pria itu. Jelas Zana adalah perempuan yang kasar dan barbar, seharusnya dia bisa melepaskan diri dari cengkeraman pria matang itu. "Tetapi Ilham mengatakan Zana berasal dari keluarga Dharmansya, keluarga terhormat dan cukup berkuasa dari kota kami.
"Mommy, Daddy akan menikahkan Zana. Ba-bantu Zana, Mommy," adu Zana pada sang mommy. Biasanya, setiap kali mommynya pulang dari luar negeri, dia akan menagih oleh-oleh. Akan tetapi malam ini berbeda, dia mengantarkan air mata kesedihan pada sang mommy. "Mommy tak bisa, Na." Kina menggelengkan kepala, menatap sendu dan kasihan pada putrinya. "Mommy sebenarnya juga kecewa padamu. Zana lebih memilih menghadiri ulang tahun pria itu dibandingkan mengikuti seminar proposal kamu. Cinta memang segalanya, tetapi orang yang mencintai tanpa pengetahuan itu sebuah kejahatan, Nak. Kamu-- mengorbankan pendidikan hanya demi cinta, sedangkan pria itu tak menginginkanmu. Inilah contoh kejahatan itu." "A-aku mau berubah, Mom. Aku akan menghapus perasaanku padanya dan akan serius pada pendidikan Zana." Kina menggelengkan kepala. "Kemarin kamu berjanji seperti ini juga pada Daddy. Jadi … Mommy tak bisa lagi. Jika Mommy memaksa, yang ada Mommy dan Daddy yang akan bertengkar. Kamu tidak mau kan Mommy
"Zana," sapa Ebrahim ramah, mengulurkan tangan untuk mengacak pucuk kepala Zana. Dia terkekeh kembali karena masih tak menyangka jika anak kecil ini bisa tumbuh dewasa. Sedangkan Zana memebiarkan begitu saja. Toh, pria ini adalah kakaknya. "Itu-- Nona Zana …." Ucap seseorang tiba-tiba secara lantang. Zana membelalak lebar, buru-buru melepas Razie yang masih merangkulnya. Baru ingin berlari tetapi lengannya sudah dicekal oleh Razie. "Jangan bilang pada Kakak jika kau kabur!" "Hehehe …." Zana cengengesan pada Razie. "Aku punya alasan, Kak Razie. Le-lepaskan aku. Tolooooong …-" "Ikut kakak sekarang juga!" ucap Razie dingin, menyeret Zana dari sana. Ebrahim mengikuti, menarik koper Zana dari sana. Sedangkan koper Razie, dibawa oleh tangan kanan Razie sendiri–Maran. Razie jarang kembali ke negara ini suatu hal. Namun, karena mommynya merindukan, akhirnya Razie pulang sebentar. Sekarang dia berniat, kembali ke Paris, tak menduga akan bertemu dengan Zana di sini. "Kaaak …." Zan
Zana melompat dari pagar rumah lalu segera berlari cepat dari sana. Dia mengenakan jas alamamater-nya, bersiap-siap untuk mengikuti demo hari kedua. Daddynya jelas tak akan memberi izin, oleh sebab itu Zana pergi secara diam-diam. Masalah kemarin, Zana tak ambil pusing. Dia benar-benar menganggap Razie serta Ebrahim telah menyelamatkan hidupnya. Saat makan malam kemarin, daddynya juga tak menyinggung masalah pernikahan. Itu artinya Zana memang sudah selamat. Setelah tiba di kampus, Zana bertemu dengan teman organisasinya. Zana memiliki posisi cukup tinggi di organisasinya, dia merupakan mantan gubernur mahasiswa di fakultasnya. Meskipun posisinya sudah mantan, akan tetapi juniornya serta teman satu angkatannya masih segan padanya. Sebelum berangkat, mereka kembali mengecek kesiapan dan setelah itu barulah berangkat. Tiba di lokasi dan demo telah di mulai–sesuai jam yang telah disepakati bersama. Bukan dari universitas Zana saja, akan tetapi universitas lain juga ikut meramaikan.
Apa Ebrahim berniat mengadu? Zana membelalak horor, takut jika benar Ebrahim berniat mengadu pada daddynya– di mana tadi, Zana ikut demo. Namun, ketika sudah di ruang tengah, Zana cukup kaget karena ada tamu. Buru-buru Zana melepas alamamaternya agar daddynya tak curiga–menyerahkan almet tersebut pada maid. "Nana, kemari, Sayang." Zana menurut ketika dipanggil oleh sang mommy, dia langsung menatap Ebrahim yang sudah lebih dulu bergabung. 'Pantas saja Kak Ebrahim tak langsung pulang, orang tuanya ada di sini.' Zana menyalam orang-orang di sana kemudian kembali duduk ke tempat semula. Yang membuat mereka tertawa geli adalah ketika dengan polosnya, Zana juga menyalam Ebrahim. Ah, bukan hanya orang tua Ebrahim yang datang. Tetapi juga aunty dan Uncle hum-nya–Ziea dan Reigha. "Wah, Zana cantik sekali yah," puji Lea–Mommy dari Ebrahim. Di mana dia tersenyum lebar, menatap berseri-seri pada Zana. Lama tak bertemu dengan Zana, ternyata anak ini sudah tumbuh menjadi anak yang san