"Desi, kamu sedang apa?" Tubuh Desi langsung membeku, punggung terasa panas dan darah seolah melaju cepat ke arah ubun-ubun–yang membuatnya tersentak kuat. Dia seperti kepergok sedang melakukan dosa besar, padahal menyentuh tuannya saja pun dia belum. Zayyan menoleh ke arah pengasuh putrinya, cukup tersentak karena perempuan itu begitu dekat dengannya. Zayyan reflek menjauh, segera menatap ke arah perempuan cantik yang terlihat berjalan terburu-buru ke arahnya. "Nyo-Nyonya," gugup Desi, juga buru-buru menjauh dari sang tuan.Kina menatap dingin serta penuh peringatan pada Desi. Namun, sorot matanya berubah sendu saat menatap suaminya. Ada pancaran kekhawatiran yang mendalam dari matanya, semakin tak tega ketika melihat pria tembok itu masih sibuk membuatkan susu untuknya. "Mas Zay sakit?" tanya Kina, langsung menempelkan telapak tangan di kening suaminya. Seketika dia merasakan suhu panas dari sana, membuat Kina kaget dan semakin khawatir pada sang suami. "Aku membuatkan susu unt
Ternyata … Hell! Dia diperlakukan seperti anak kecil. Hati Mungil Zayyan tidak bisa!"Mas Zay menangis? A-apa yang sakit? Kepalanya sakit atau … mual?" tanya Kina lemah lembut, khawatir pada suaminya. Zayyan menggelengkan kepala, menatap sayu dan berkaca-kaca pada Kina. Kina menangkup rahang suaminya, membelainya lembut dengan ibu jari. Kina memperhatikan ekspresi suaminya. 'Persis sekali dengan Zeeshan. Bedanya bibir Cacan melengkung ke bawah, Mas Zay tetap datar. Ah, emang yah … Mas sama Cacan bak pinang dibelah dua. Demam saja barengan.' "Mas Zay berbaring dulu. Aku ambilin baju ganti sama obat," ucap Kina, membatu suaminya untuk tidur. Ketika dia akan beranjak, Zayyan menahan pergelangan tangannya. "Kau tidurlah. Kau butuh istirahat." Istrinya sudah lelah mengurus putra mereka yang sedang sakit, tidak lagi dengan mengurus dirinya. Kasihan Kina. "Iya, habis ini tidur kok, Mas." Kina tersenyum manis lalu segera beranjak dari sana. Dia mengambil pakaian untuk suaminya kemudian
"Oh iya, Nona Zana dipanggil oleh Nyonya Kina." Zana menatap pengasuh putrinya tersebut dengan raut muka datar, mengamati ekspresi perempuan itu secara lekat. Kemudian setelah itu menoleh ke arah kopi yang pengasuh tersebut bawakan. "Daddy, Kenna dipanggil oleh Mommy," ucap Zana, turun dari sandaran sofa. Setelah itu berlari keluar dari ruangan daddynya. Zayyan menatap putrinya lalu beralih menatap Desi. "Panggilkan Nyonya Angie kemari," titah Zayyan balik. Beberapa detik mata Desi membelalak, namun buru-buru ia tutupi rasa kesal dan gugup tersebut dengan menampilkan ekspresi gelisah. "Itu-- Tuan, Nyonya Kina tengah menemani Tuan Zeeshan makan. Tuan muda sedikit rewel karena mungkin masih demam." Zayyan kembali mengamati pengasuh tersebut, menatap datar dan dingin secara bersamaan. Dia sedang pusing, dia butuh bantuan istrinya untuk memijat kepalanya. Namun, pengasuh ini mengatakan jika Kina tengah sibuk mengurus Zeeshan. Zayyan menyender ke sofa, bersedekap angkuh sembari mena
"Hentikan kehilaanmu, Zayyan LavRoy Azam!" lantang Reigha yang sudah masuk dalam ruangan Zayyan. Dia datang ke sini karena mendapat laporan dari salah satu bodyguard yang ia suruh untuk mengawasi Zayyan. Seperti kemarin, saat Zayyan memukul dua maid yang menggosip, bodyguard tersebut lah yang melapor padanya. Zayyan yang tengah menginjak jemari dari pengasuh putranya tersebut seketika menoleh pada Reigha. Dia berdecak dan langsung menjauh dari Desi. Sebenarnya berapa bodyguard kakaknya di rumahnya ini? Kemarin Zayyan baru memulangkan delapan bodyguard ke rumah Reigha, karena bodyguard itu adalah suruhan Reigha untuk mengawasinya. "Jangan mengganggu kesenanganku." Zayyan berkata dingin. "Kau ingin ini?!" Reigha mengeluarkan sebuah pil yang ia tunjukkan pada Kina tadi. Pil tersebut adalah penenang. Setelah meminum pil ini, biasanya adiknya akan tertidur cukup lama setelah itu lupa dengan apa yang dia lakukan beberapa jam sebelum tidur. Zayyan sangat membenci pil ini! "Ck." Zayya
"Kina Anggita Azam." "Hehehehe …." Kina kembali cengengesan, menatap gugup bercampur malu pada suaminya. Dia juga sangat kikuk dan canggung, tatapan Zayyan begitu tajam serta menghunus tepat padanya. Kina memalingkan wajah sejenak, menatap ke arah Rain yang terlihat seperti kaget. Akan tetapi Kina juga bisa melihat jika pria itu sedang menahan tawa. "Boleh duduk nggak akunya, Pak?" tanya Kina kikuk pada Rain. "O-oh, silahkan, Nyonya." Rain menjawab cepat, mempersilahkan Kina duduk di depan Zayyan. Sepasang suami istri tersebut kini berhadapan. Rain memperhatikan dan lagi-lagi dia ingin tertawa karena mengingat tuannya barusan mengumpati suami dari pemilik akun Buronan polisi, tak lain adalah Kina. Artinya tuannya mengumpati serta mengatai diri sendiri, bukan? Kina mengerjap beberapa kali, Zayyan hanya diam dan terus memandanginya. Ini canggung sekali bagi Kina! "O-orang mana, Pak?" tanya Kina untuk membuka pembicaraan. "Hum." Zayyan berdehem singkat, terasa dingin serta penuh
Dia rasa sangat kentara jelas jika pipinya menyemburkan rona pink kemerahan. "Humm." Zayyan menaikkan sebelah alis, "situasi sekarang membuatmu tertarik bergabung dengan perusahaanku. Atau kau tertarik dengan tawaranku satu tahun lalu, Nyonya Angie?""Tawaran ap-- … Hah!!" Mata Kina melebar, mulut menganga dengan air muka kaku serta panik. Tidak! Itu tawaran gila dan Kina tidak mau. Kina segera menggelengkan kepala, terlalu horor saat mengingat tawaran satu tahun lalu. "Mas Zay jangan aneh-aneh!" Kina meraih tisu lalu melemparnya ke arah Zayyan. Sudah dia katakan, pria ini sangat licik! Selalu bisa mengambil keuntungan dari situasi seperti apapun. Satu tahun yang lalu-- Zayyan menawarkan pada Kina untuk bekerja di perusahaannya. Pekerjaan Kina bukan sekedar pekerjaan, melainkan memberikan asupan vitamin berupa ciuman dua jam sekali pada Zayyan. Sekarang Kina terjebak!"Baiklah, jika kau tidak mau dengan tawaran satu tahun yang lalu, itu tidak apa-apa." Kina langsung mengelus dada
---16 tahun kemudian---Setelah mengantar istrinya pulang ke rumah–lebih dulu agar Kina istirahat, Zayyan lanjut untuk mencari putrinya. Enam bulan di luar negeri dan akhirnya Zayyan serta Kina kembali ke tanah air. Semenjak Kina membantunya, dulu, Zayyan ternyata tak bisa lepas dari bantuan istrinya. Kemampuan Kina dalam mendesain produk, sangat bermanfaat bagi Zayyan. Terlebih dia bisa bertukar pikiran dengan Kina setiap saat dan istrinya adalah tipe orang yang tak hentinya belajar–selalu bersedia mengupgrade kemampuannya. Sedangkan Kina, dia senang membantu suaminya. Meskipun kerap kali Kina ingin lepas karena perasaan keibuannya yang tak tega meninggalkan anak-anak, tetapi Kina memilih bertahan. Dia tidak bisa membiarkan suaminya berjuang sendiri. Healthy'food telah dipegang oleh Samuel–putra pertama Rafael. Sedangkan Zayyan sekarang fokus mengurus ElitQuality'Electronik, bersama dengan sang kakak–Reigha Abbas Azam. Klan sendiri, sudah diambil alih oleh Zayyan, sebagai pemimpin
Zana menggelengkan kepala lalu menunduk dalam karena tak berani menatap wajah marah daddynya. "Pulang sekarang juga!" dingin Zayyan, meraih pergelangan putrinya kemudian menarik cukup kasar Zana dari sana. Zayyan jelas marah pada Zana. Lagi-lagi perempuan ini menemui seseorang yang sangat Zayyan benci. Zana mengingkari janji padanya. Di sisi lain, Revano melihat hal itu–menatap cukup kaget dan bingung saat melihat Zana diseret paksa oleh seorang pria matang. Dia tak melihat jelas wajah pria itu, akan tetapi pria yang menyeret Zana tersebut cocok dipanggil om oleh Zana. "Jangan-jangan benar yang dikatakan oleh Elina. Zana menjadi sugardaddy memenuhi kebutuhannya." Revano mengepalkan tangan, tak suka melihat Zana hanya pasrah ditarik oleh pria itu. Jelas Zana adalah perempuan yang kasar dan barbar, seharusnya dia bisa melepaskan diri dari cengkeraman pria matang itu. "Tetapi Ilham mengatakan Zana berasal dari keluarga Dharmansya, keluarga terhormat dan cukup berkuasa dari kota kami.
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali