Setelah beberapa hari hubungan Kina dan Zayyan tertanya semakin dingin. Zayyan lebih sering diam dan lebih dingin. Sedangkan Kina, masih bertanya-tanya apa kesalahan yang telah dia perbuat. Bahkan saat ini Kina sudah berada di titik merasa bersalah dengan pekerjaan yang ia ambil. 'Aku sadar, aku memang salah. Mas Zayyan memenuhi kebutuhanku tetapi aku masih keukeuh bekerja. Dia suami yang bertanggung jawab dan tak pernah menuntut apapun kecuali perhatian dariku. Dan ini letak salahku, terlalu sibuk pada pekerjaan sehingga Mas Zay mungkin merasa tak kuperhatikan. Apalagi pekerjaan Mas sedang ada masalah.' batin Kina, tengah di dalam walk in closet. Dia sedang mengemasi pakaian serta barang penting. Kina akan keluar kota untuk bertemu klien. "Setelah habis dari sini, aku berjanji akan berhenti kerja. Maksudku aku hanya akan memantau butik saja. Lagian sudah ada Agus yang bisa kupercaya untuk memegang butik," gumam Kina yang bermonolog sendiri, tersenyum manis sem
"Pergilah. Aku tidak melarang," ucap Zayyan, langsung mematikan rokok lalu membuangnya jauh dari sana. 'Tidak melarang tetapi kamar sudah seperti kapal pecah. Kayak ada Godzilla yang menyerang saja di kamar ini,' batin Kina, mendongak dan menatap sayu ke arah Zayyan. "Aku tidak pergi, aku di sini dengan Mas Zayyan." Zayyan menunduk, menatap Kina intens dan berat. Kina memilihnya? Kina membatalkan liburannya dengan pemuda itu? Apakah dia menang? Kina sudah tak bosan lagi dengannya? Cup' Zayyan mengecup kening Kina secara Khidmat. Setelah itu beralih mencium bibir istrinya dengan penuh penuntutan serta napsu. Dia perlu meredam emosi dalam dirinya! "Aku menginginkanmu," ucap Zayyan kemudian. Kina mengerjap beberapa kali, menoleh ke arah tembok kaca yang pecah dan kekacauan sekitarnya. "Ka-kamarnya kan …-" Zayyan langsung menggendong Kina, membawa perempuan itu keluar dari kama
"Agus-- Tina?" Kina menganggukkan kepala, menatap suaminya dengan tampang konyol dan penuh penyelidik. "Kenapa Mas Zay kaget?" Zayyan memalingkan wajah sejenak, dalam batin dia mengumpati diri sendiri–merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Dia cemburu buta pada sosok itu, bahkan kehilangan kepercayaan diri karena melihat istrinya tertawa riang bersamanya. Zayyan kira dia pemuda tampan yang pernah menjadi incaran Kina saat masa kuliah dulu. Ternyata pemuda yang ia cemburui tersebut seorang … perempuan. Hell! Adakah yang lebih konyol dibandingkan dirinya?! "Kenapa kalian memanggilnya Agus? Itu nama laki-laki," ucap Zayyan, menunjukkan tampang muka datar dan bersikap santai meskipun dalam batin terus mengumpati dirinya. Bodoh! Dia bahkan telah menghancurkan tembok kaca yang tak berdosa hanya karena kecemburuan semata, dan semua sia-sia! "Oh itu …-" Mendengar alarm Hpnya berbunyi, Kina buru-buru menoleh ke arah HP. Dia langsung turun dari ranjang, "nanti dulu yah, Mas. Sudah jam
"Penampilannya kenapa begitu? Dan bagaimana bisa kau berteman dengan orang seperti itu?" dingin Zayyan. Bukan ingin melarang Kina berteman, hanya saja Zayyan harus mengawasi dan membatasi istrinya. Kebanyakan perempuan tomboy, pergaulannya bebas dan lebih dominan bergabung dengan lawan jenis. Zayyan tidak ingin istrinya ikut-ikutan seperti itu. "Dia baik kok, Mas Zay, dan dia begitu juga karena kepaksa." Kina memanyunkan bibir. "Iya sih, kata dia, sejak lahir, bawaannya emang udah gitu. Tetapi tidak parah, dan dia juga masih gemar memakai rok dan dress. Tapi saat SMP, orangtuanya sering bertengkar–dia bilang setiap malam selalu ribut. Karena tak tahan melihat orangtuanya ribut, Agus sering keluar rumah. Dia nongkrong dengan pemuda-pemuda di komplek rumahnya, pulang ke rumah bisa sampe jam dua malam. Habis tuh gara-gara keseringan main sama anak cowok, penampilannya perlahan makin kayak cowok. Mulai dari cara jalan, cara berpakaian, bicara dan bahkan dia sempat merokok." "Orang
Karena panik putranya akan dimarahi oleh suaminya, Kina langsung kabur dari rumah–menbawa Zeeshan ke butik. Meskipun begitu, Kina tetap pamit pada suaminya–meminta izin lewat pesan. Ah, sekalian Kina melihat persiapan gaun untuk calon istri Bintang. "Anak siapa, Kin? Kamu tak mencuri anak orang kan?" tanya Agus, cukup kaget melihat Kina menggendong seorang anak. "Anak aku lah, Agus sayang," jawab Kina, duduk di sofa ruangannya sembari memangku putranya. "Kamu sudah punya anak? Hah?" bengong Agus, menatap anak teman sekaligus bos-nya tersebut dengan lekat. 'Wih … mana anaknya tampan lagi. Iyalah, ibunya juga cantik minta ampun. Tapi … anak ini tak mirip dengan Kina, berarti mirip ayahnya.'"Ayahnya siapa?" "Suami aku dong."Zayyan dan Rain langsung berhenti melangkah, tepat di depan ruangan Kina. Zayyan menyusul karena ingin memberi pelajaran pada putranya yang telah menenggelamkan sandalnya. Sedangkan Rain meminta ikut karena penasaran dengan calon adik iparnya. Zayyan berjalan
"Bintang ke sini?" bisik Agus dengan raut muka gugup serta panik karena melihat Bintang di tempat ini. "Iya," jawab Kina seadanya, tersenyum kikuk ke arah Agus. Dia menggendong anaknya lalu keluar dari ruangan tersebut. Kenapa suaminya ada di sini dan sejak kapan Zayyan duduk di sebelah ruangannya? Melihat Kina keluar dari ruangan tersebut, Agustina mau tak mau ikut keluar–mengikuti langkah Kina. "Mas Zayyan." Kina menghampiri suaminya. Sekarang dia panik, takut Zayyan di tempat ini karena untuk menyusul Zeeshan–khusus memarahi putranya. 'Kina memanggil Mas pada Tuan tampan itu. Dan …- Tuan ini mirip sekali dengan anaknya Kina. Jangan-jangan ini suaminya Kina.' batin Agustina, mencuri pandang pada pria yang Kina hampiri. "Berikan Zeeshan padaku. Kau sedang bekerja," ucap Zayyan, tersenyum penuh maksud sembari berniat merebut Zeeshan dari gendongan Kina. "E-enggak usah, Mas. Aku hanya ada sedikit urusan di sini. Tidak sibuk dan aku bisa menjaga Zeeshan," jawab Kina cepat, terseny
"Aku tidak akan merestui hubunganmu dengan Bingang. Maaf, tetapi penampilanmu sangat tidak baik. Jati dirimu saja kau tinggalkan, apalagi adikku di masa depan," ucap Rain dengan nada dingin dan menohok, membuat Agustina semakin sakit hati serta takut pada sosok di hadapannya. "I-iya, Pak. Aku sadar diri dan aku … tidak berharap apapun. Aku sudah cukup puas dengan hanya mengagumi Bingang dari jauh. Namanya juga bintang, hanya untuk dipandang bukan dimiliki," jawab Agus dengan nada tegas, tak ada gentar sama sekali meskipun hatinya sesak. Rain menaikkan sebelah alis. "Kau orang yang mudah putus asa, Nona. Alih-alih meyakinkanku dengan mengatakan kau bisa merubah menampilanmu demi bersama adikku, kau malah terus terang ingin mundur?"Agustina cukup kaget mendengar ucapan Rain tersebut. Apa maksud pria ini? Membencinya atau mendukungnya? "Aku sudah pernah mengubah penampilan demi dinotice oleh Bintang, Pak. Tapi …-" Agustina mengedikkan pundak, "dia memang tidak suka padaku. Jadi hanya
"Desi, kamu sedang apa?" Tubuh Desi langsung membeku, punggung terasa panas dan darah seolah melaju cepat ke arah ubun-ubun–yang membuatnya tersentak kuat. Dia seperti kepergok sedang melakukan dosa besar, padahal menyentuh tuannya saja pun dia belum. Zayyan menoleh ke arah pengasuh putrinya, cukup tersentak karena perempuan itu begitu dekat dengannya. Zayyan reflek menjauh, segera menatap ke arah perempuan cantik yang terlihat berjalan terburu-buru ke arahnya. "Nyo-Nyonya," gugup Desi, juga buru-buru menjauh dari sang tuan.Kina menatap dingin serta penuh peringatan pada Desi. Namun, sorot matanya berubah sendu saat menatap suaminya. Ada pancaran kekhawatiran yang mendalam dari matanya, semakin tak tega ketika melihat pria tembok itu masih sibuk membuatkan susu untuknya. "Mas Zay sakit?" tanya Kina, langsung menempelkan telapak tangan di kening suaminya. Seketika dia merasakan suhu panas dari sana, membuat Kina kaget dan semakin khawatir pada sang suami. "Aku membuatkan susu unt