"Penampilannya kenapa begitu? Dan bagaimana bisa kau berteman dengan orang seperti itu?" dingin Zayyan. Bukan ingin melarang Kina berteman, hanya saja Zayyan harus mengawasi dan membatasi istrinya. Kebanyakan perempuan tomboy, pergaulannya bebas dan lebih dominan bergabung dengan lawan jenis. Zayyan tidak ingin istrinya ikut-ikutan seperti itu. "Dia baik kok, Mas Zay, dan dia begitu juga karena kepaksa." Kina memanyunkan bibir. "Iya sih, kata dia, sejak lahir, bawaannya emang udah gitu. Tetapi tidak parah, dan dia juga masih gemar memakai rok dan dress. Tapi saat SMP, orangtuanya sering bertengkar–dia bilang setiap malam selalu ribut. Karena tak tahan melihat orangtuanya ribut, Agus sering keluar rumah. Dia nongkrong dengan pemuda-pemuda di komplek rumahnya, pulang ke rumah bisa sampe jam dua malam. Habis tuh gara-gara keseringan main sama anak cowok, penampilannya perlahan makin kayak cowok. Mulai dari cara jalan, cara berpakaian, bicara dan bahkan dia sempat merokok." "Orang
Karena panik putranya akan dimarahi oleh suaminya, Kina langsung kabur dari rumah–menbawa Zeeshan ke butik. Meskipun begitu, Kina tetap pamit pada suaminya–meminta izin lewat pesan. Ah, sekalian Kina melihat persiapan gaun untuk calon istri Bintang. "Anak siapa, Kin? Kamu tak mencuri anak orang kan?" tanya Agus, cukup kaget melihat Kina menggendong seorang anak. "Anak aku lah, Agus sayang," jawab Kina, duduk di sofa ruangannya sembari memangku putranya. "Kamu sudah punya anak? Hah?" bengong Agus, menatap anak teman sekaligus bos-nya tersebut dengan lekat. 'Wih … mana anaknya tampan lagi. Iyalah, ibunya juga cantik minta ampun. Tapi … anak ini tak mirip dengan Kina, berarti mirip ayahnya.'"Ayahnya siapa?" "Suami aku dong."Zayyan dan Rain langsung berhenti melangkah, tepat di depan ruangan Kina. Zayyan menyusul karena ingin memberi pelajaran pada putranya yang telah menenggelamkan sandalnya. Sedangkan Rain meminta ikut karena penasaran dengan calon adik iparnya. Zayyan berjalan
"Bintang ke sini?" bisik Agus dengan raut muka gugup serta panik karena melihat Bintang di tempat ini. "Iya," jawab Kina seadanya, tersenyum kikuk ke arah Agus. Dia menggendong anaknya lalu keluar dari ruangan tersebut. Kenapa suaminya ada di sini dan sejak kapan Zayyan duduk di sebelah ruangannya? Melihat Kina keluar dari ruangan tersebut, Agustina mau tak mau ikut keluar–mengikuti langkah Kina. "Mas Zayyan." Kina menghampiri suaminya. Sekarang dia panik, takut Zayyan di tempat ini karena untuk menyusul Zeeshan–khusus memarahi putranya. 'Kina memanggil Mas pada Tuan tampan itu. Dan …- Tuan ini mirip sekali dengan anaknya Kina. Jangan-jangan ini suaminya Kina.' batin Agustina, mencuri pandang pada pria yang Kina hampiri. "Berikan Zeeshan padaku. Kau sedang bekerja," ucap Zayyan, tersenyum penuh maksud sembari berniat merebut Zeeshan dari gendongan Kina. "E-enggak usah, Mas. Aku hanya ada sedikit urusan di sini. Tidak sibuk dan aku bisa menjaga Zeeshan," jawab Kina cepat, terseny
"Aku tidak akan merestui hubunganmu dengan Bingang. Maaf, tetapi penampilanmu sangat tidak baik. Jati dirimu saja kau tinggalkan, apalagi adikku di masa depan," ucap Rain dengan nada dingin dan menohok, membuat Agustina semakin sakit hati serta takut pada sosok di hadapannya. "I-iya, Pak. Aku sadar diri dan aku … tidak berharap apapun. Aku sudah cukup puas dengan hanya mengagumi Bingang dari jauh. Namanya juga bintang, hanya untuk dipandang bukan dimiliki," jawab Agus dengan nada tegas, tak ada gentar sama sekali meskipun hatinya sesak. Rain menaikkan sebelah alis. "Kau orang yang mudah putus asa, Nona. Alih-alih meyakinkanku dengan mengatakan kau bisa merubah menampilanmu demi bersama adikku, kau malah terus terang ingin mundur?"Agustina cukup kaget mendengar ucapan Rain tersebut. Apa maksud pria ini? Membencinya atau mendukungnya? "Aku sudah pernah mengubah penampilan demi dinotice oleh Bintang, Pak. Tapi …-" Agustina mengedikkan pundak, "dia memang tidak suka padaku. Jadi hanya
"Desi, kamu sedang apa?" Tubuh Desi langsung membeku, punggung terasa panas dan darah seolah melaju cepat ke arah ubun-ubun–yang membuatnya tersentak kuat. Dia seperti kepergok sedang melakukan dosa besar, padahal menyentuh tuannya saja pun dia belum. Zayyan menoleh ke arah pengasuh putrinya, cukup tersentak karena perempuan itu begitu dekat dengannya. Zayyan reflek menjauh, segera menatap ke arah perempuan cantik yang terlihat berjalan terburu-buru ke arahnya. "Nyo-Nyonya," gugup Desi, juga buru-buru menjauh dari sang tuan.Kina menatap dingin serta penuh peringatan pada Desi. Namun, sorot matanya berubah sendu saat menatap suaminya. Ada pancaran kekhawatiran yang mendalam dari matanya, semakin tak tega ketika melihat pria tembok itu masih sibuk membuatkan susu untuknya. "Mas Zay sakit?" tanya Kina, langsung menempelkan telapak tangan di kening suaminya. Seketika dia merasakan suhu panas dari sana, membuat Kina kaget dan semakin khawatir pada sang suami. "Aku membuatkan susu unt
Ternyata … Hell! Dia diperlakukan seperti anak kecil. Hati Mungil Zayyan tidak bisa!"Mas Zay menangis? A-apa yang sakit? Kepalanya sakit atau … mual?" tanya Kina lemah lembut, khawatir pada suaminya. Zayyan menggelengkan kepala, menatap sayu dan berkaca-kaca pada Kina. Kina menangkup rahang suaminya, membelainya lembut dengan ibu jari. Kina memperhatikan ekspresi suaminya. 'Persis sekali dengan Zeeshan. Bedanya bibir Cacan melengkung ke bawah, Mas Zay tetap datar. Ah, emang yah … Mas sama Cacan bak pinang dibelah dua. Demam saja barengan.' "Mas Zay berbaring dulu. Aku ambilin baju ganti sama obat," ucap Kina, membatu suaminya untuk tidur. Ketika dia akan beranjak, Zayyan menahan pergelangan tangannya. "Kau tidurlah. Kau butuh istirahat." Istrinya sudah lelah mengurus putra mereka yang sedang sakit, tidak lagi dengan mengurus dirinya. Kasihan Kina. "Iya, habis ini tidur kok, Mas." Kina tersenyum manis lalu segera beranjak dari sana. Dia mengambil pakaian untuk suaminya kemudian
"Oh iya, Nona Zana dipanggil oleh Nyonya Kina." Zana menatap pengasuh putrinya tersebut dengan raut muka datar, mengamati ekspresi perempuan itu secara lekat. Kemudian setelah itu menoleh ke arah kopi yang pengasuh tersebut bawakan. "Daddy, Kenna dipanggil oleh Mommy," ucap Zana, turun dari sandaran sofa. Setelah itu berlari keluar dari ruangan daddynya. Zayyan menatap putrinya lalu beralih menatap Desi. "Panggilkan Nyonya Angie kemari," titah Zayyan balik. Beberapa detik mata Desi membelalak, namun buru-buru ia tutupi rasa kesal dan gugup tersebut dengan menampilkan ekspresi gelisah. "Itu-- Tuan, Nyonya Kina tengah menemani Tuan Zeeshan makan. Tuan muda sedikit rewel karena mungkin masih demam." Zayyan kembali mengamati pengasuh tersebut, menatap datar dan dingin secara bersamaan. Dia sedang pusing, dia butuh bantuan istrinya untuk memijat kepalanya. Namun, pengasuh ini mengatakan jika Kina tengah sibuk mengurus Zeeshan. Zayyan menyender ke sofa, bersedekap angkuh sembari mena
"Hentikan kehilaanmu, Zayyan LavRoy Azam!" lantang Reigha yang sudah masuk dalam ruangan Zayyan. Dia datang ke sini karena mendapat laporan dari salah satu bodyguard yang ia suruh untuk mengawasi Zayyan. Seperti kemarin, saat Zayyan memukul dua maid yang menggosip, bodyguard tersebut lah yang melapor padanya. Zayyan yang tengah menginjak jemari dari pengasuh putranya tersebut seketika menoleh pada Reigha. Dia berdecak dan langsung menjauh dari Desi. Sebenarnya berapa bodyguard kakaknya di rumahnya ini? Kemarin Zayyan baru memulangkan delapan bodyguard ke rumah Reigha, karena bodyguard itu adalah suruhan Reigha untuk mengawasinya. "Jangan mengganggu kesenanganku." Zayyan berkata dingin. "Kau ingin ini?!" Reigha mengeluarkan sebuah pil yang ia tunjukkan pada Kina tadi. Pil tersebut adalah penenang. Setelah meminum pil ini, biasanya adiknya akan tertidur cukup lama setelah itu lupa dengan apa yang dia lakukan beberapa jam sebelum tidur. Zayyan sangat membenci pil ini! "Ck." Zayya