Cup'Zayyan mengecup bibir Kina lalu mengacak pucuk kepala istrinya. "Aku senang kau cemburu," ucapnya serak dan rendah. Kina mengerjap beberapa kali, mendongak dengan menatap Zayyan heran. Pria ini senang Kina cemburu? Apa Zayyan tidak terganggu dengan rasa cemburu Kina? Namun, sudahlah. Sejak awal, perasaan pria ini padanya memang aneh dan cukup mengerikan. Cinta Zayyan seperti air yang terlalu dingin di panas hari. Ketika air tersebut diminum, alih-alih tubuh merasa adem, orang yang meminumnya malah berakhir menggigil kedinginan. Berlebihan! ***Hari ini Samantha kembali datang ke rumah, untuk mencek kandungan Kina serta perkembangan kondisi perempuan tersebut. Zayyan menaikkan sebelah alis, heran karena Jabier ikut ke rumahnya. "Rain, kau yang mengundangnya?" tanya Zayyan santai pada Rain, menatap datar ke arah Jabier yang terlihat memasang raut muka muram. Rain menggelengkan kepala. "Tuan Jabier berinisiatif sendiri," jawab Rain. Zayyan memangut-mangut pelan, menoleh ke ar
Setelah berdebat dengan sahabatnya tersebut, pada akhirnya keduanya makan ketobrak bersama-sama. Tanpa mereka sadari, dua orang yang sedang menyamar sedang menguntit dan mengamati keduanya. "Persahabatan kita harus backstreet, Kin. Kakakku melarang dan dunia pun …-""Sumpah yah, kamu drama banget." Kina memotong cepat. "Gini ajah, satu tambah satu berapa?" Bintang mengerutkan kening. Perasaannya sudah tak enak karena bingung Kina tiba-tiba menanyakan hal tersebut. "Dua." Meskipun bingung, Bintang tetap menjawab. "Memangnya kenapa?"Kina tersenyum lebar. "Karena jawaban kamu benar, kamu yang bayar. Hehehe …," ucap Kina tanpa dosa, buru-buru beranjak dari sana karena dia sudah selesai makan. "Anji--! Monyet! Kawan monyet lu, Kin," maki-maki Bintang. Firasatnya memang tidak salah, satu tambah satu dari Kina sama dengan bencana.Sedangkan Kina, dia tertawa puas–berjalan santai dan tenang dari tempat tersebut. Dia sama sekali merasa bersalah, malah sangat gembira melihat Bintang kesal
"Zayyan," panggil seseorang dengan nada getir dan suara halus, suaranya terdengar seperti akan menangis. Kina segera melepas pelukan Zayyan di pinggangnya, menatap Nathalia sekilas kemudian buru-buru pergi dari sana dengan air muka berubah dingin dan datar. Perempuan itu lagi! Zayyan ingin mengejar Kina akan tetapi langkahnya tertahan. Nathalia tiba-tiba menerjangnya, memeluk tubuhnya dari belakang. "Zayyan, aku sangat butuh ini," pinta Nathalia, menumpahkan air matanya dengan memeluk erat tubuh Zayyan. Kina yang salah jalan, dia putar haluan. Harusnya dia lewat dari tangga, akan tetapi saking gugupnya melihat Nathalia, dia lewat ke arah dapur. Akan tetapi melihat pemandangan di sana, di mana Nathalia memeluk Zayyan, Kina tidak jadi putar haluan. Dia melanjutkan langkah, berjalan dengan cepat–dada terasa sesak dan napas memburu. Keringat dingin muncul, tangannya mulai bergetar dan tanpa bisa ia cegah air matanya jatuh begitu saja. Yang Kina lihat-- terlalu menyakitinya. Harusny
Kina terus menangis, sesenggukan dan pilu. Rasanya Kina ingin menjerit sekuat mungkin, dia ingin marah pada siapapun. Tanpa sadar, Kina mengigit kuat pergelangan tangannya. Dan satu tangan lainnya, menjambak rambutnya dengan kuat. Ada bisikan dan tawa Nathalia serta Sheila di kepalanya, Kina tidak ingin mendengarnya. Kina benci mereka! Kina hanya punya Zayyan dan Zana, tetapi kedua wanita jahat itu berusaha merebut keduanya dari Kina. Sheila jahat! Dia kakak yang jahat. Kasih sayang kedua orangtua mereka, Sheila ambil–dia merebutnya dan tidak menyisahkan sedikitpun untuk Kina. Lalu dengan serakahnya, dia masih menginginkan Zayyan dan Zana. Dia sudah mati. Tetapi kenapa ada Nathalia yang sama persis dengan Sheila? Nathalia juga ingin Zayyan dan Zana. Kina tidak bisa! Bayang-bayang mengerikan bermunculan di kepala Kina. Dia melihat Zayyan melecehkannya lalu Sheila menertawakan. Dia juga melihat anaknya--Zana, dibawa lari oleh orangtuanya kemudian menyerahkan Zana pada Sheila dan Zayy
"Mas Zay kenapa?" tanya Kina kembali, dengan ragu mengangkat tangan untuk membalas pelukan suaminya. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Zayyan, akan tetapi dia bisa merasakan ketakutan dan kesedihan lewat pelukan pria ini. "Kucingnya sudah mati?" tanya Kina selanjutnya, berpikir jika kesedihan suaminya karena kehilangan kucing. Kucing adalah makhluk Tuhan yang sangat menggemaskan. Semua manusia dari genre manapun suka pada makhluk berbulu tersebut. Mungkin suaminya juga termasuk, mengingat suaminya sering memanggilnya Kitten. Mungkin Zayyan diam-diam mengadopsi kucing, lalu kucing tersebut hilang dan membuat Zayyan sedih. Walau terlihat sangat jahat dan bahkan mendekati istilah tak punya hati, akan tetapi Zayyan sosok yang sangat penyayang. Mungkin termasuk pada si kucing. "Tidak." Zayyan melepas pelukan tersebut, langsung menatap sendu bercampur berat. Dia merasa lega setelah melihat Kina, akan tetapi dia tetap merasa khawatir. Seperti biasa, Kina selalu berusaha terlihat bai
Zayyan menghela napas, menarik Kina ke dalam kamar untuk ikut dengannya. Samantha dan Jabier sudah pulang, sedangkan Rain ke kantor. Lagi-lagi keberangkatan mereka untuk berlibur ditunda. "Mas Zayyan, aku dan Zana sedang …-" Ucapan Kina dipotong oleh Zayyan. Zayyan tiba-tiba mengecup bibir Kina. Awalnya hanya kecupan kemudian berakhir menjadi ciuman panas yang penuh gairah. Zayyan hampir lupa tujuannya membawa Kina ke kamar, saking lembut dan manisnya bibir istrinya. Bibir ini benar-benar candu, Zayyan sulit menghentikan ini! "Aku ingin berbicara denganmu," ucap Zayyan setelah melepas pangutan bibir keduanya, menarik Kina ke sopa kemauan duduk di sana–di mana Kina ia dudukkan di atas pangkuannya. Kina gugup dan malu-malu duduk di pangkuan pria ini, akan tetapi sekalipun dia tidak protes. Zayyan suka jadi Kina membiarkan meskipun dia sendiri kurang nyaman. "Tapi aku dan Zana sedang …-" Zayyan memotong cepat, memeluk pinggang Kina erat sembari meletakkan dagu di ata
"Mommy jahat!" ucap Zana, menggembungkan pipi lalu menghentakkan kaki beberapa kali ke lantai. Kina menatap ke arah Zayyan, menuntut suaminya karena pria itulah yang tiba-tiba menariknya kemari disaat Kina sedang mencari Zana yang bersembunyi. "Daddy yang membawa Mommy ke sini," jawab Kina dengan nada pelan, akan tetapi menatap suaminya malas. Bahkan pria itu tidak menunjukkan perasaan bersalah sedikitpun–tetap menampilkan raut muka lempeng. Zana menoleh ke arah Zayyan, menatap daddynya tersebut dengan raut muka masih cemberut. Kemudian anak itu mendekati daddynya. "Daddy, Na-- Kenna dan Mommy sedang bermain. Mommynya jangan dibawa-bawa," tegur anak itu dengan nada lembut dan manis, berbanding terbalik saat dia berbicara dengan sang mommy. Zayyan mengusap pucuk kepala putrinya. "Dalam perut Mommy ada adik, dan Mommy tidak boleh bermain terlalu lama.""O-oh. Begitu yah?" Zana mengerjap beberapa kali, reflek menoleh ke arah mommynya. Lebih tepatnya ke arah perut sang mommy yang mas
Zana turun dari mobil, menatap berang ke arah daddynya yang sepertinya melupakan Zana–tengah menggendong sang mommy, tanpa menoleh sedikitpun pada Zana. Zana mengerucutkan bibir, menatap daddynya yang sudah masuk ke villa. "Huh, Daddy lupa pada Nana," gumamnya, memutuskan masuk ke dalam villa. Para bodyguard berjalan di belakang Zana, akan tetapi hanya mengantar Zana hingga ke pintu villa saja. Selanjutnya Zana mengikuti kemana daddynya pergi. Ini kali pertama Zana berlibur dengan sang Daddy dan datang ke pulau ini, jadi Zana masih merasa asing dengan tempat ini. Dulu, Zana hanya berlibur dengan Kina–saat mommynya tersebut masih mengira jika Zana adalah keponakannya. Dan Kina selalu membawa Kina berlibur ke luar kota–ke keluarga Nenek sang mommy. Saat tiba dalam kamar, Zana berjalan ke arah balkon yang berdindingkan kaca transparan. Dia menatap langit dengan kagum, ada kembang api di sana. Sepertinya arahnya dari villa utama. Karena tertarik dengan kembang api tersebut Zana bernia