"Mas Zay kenapa?" tanya Kina kembali, dengan ragu mengangkat tangan untuk membalas pelukan suaminya. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Zayyan, akan tetapi dia bisa merasakan ketakutan dan kesedihan lewat pelukan pria ini. "Kucingnya sudah mati?" tanya Kina selanjutnya, berpikir jika kesedihan suaminya karena kehilangan kucing. Kucing adalah makhluk Tuhan yang sangat menggemaskan. Semua manusia dari genre manapun suka pada makhluk berbulu tersebut. Mungkin suaminya juga termasuk, mengingat suaminya sering memanggilnya Kitten. Mungkin Zayyan diam-diam mengadopsi kucing, lalu kucing tersebut hilang dan membuat Zayyan sedih. Walau terlihat sangat jahat dan bahkan mendekati istilah tak punya hati, akan tetapi Zayyan sosok yang sangat penyayang. Mungkin termasuk pada si kucing. "Tidak." Zayyan melepas pelukan tersebut, langsung menatap sendu bercampur berat. Dia merasa lega setelah melihat Kina, akan tetapi dia tetap merasa khawatir. Seperti biasa, Kina selalu berusaha terlihat bai
Zayyan menghela napas, menarik Kina ke dalam kamar untuk ikut dengannya. Samantha dan Jabier sudah pulang, sedangkan Rain ke kantor. Lagi-lagi keberangkatan mereka untuk berlibur ditunda. "Mas Zayyan, aku dan Zana sedang …-" Ucapan Kina dipotong oleh Zayyan. Zayyan tiba-tiba mengecup bibir Kina. Awalnya hanya kecupan kemudian berakhir menjadi ciuman panas yang penuh gairah. Zayyan hampir lupa tujuannya membawa Kina ke kamar, saking lembut dan manisnya bibir istrinya. Bibir ini benar-benar candu, Zayyan sulit menghentikan ini! "Aku ingin berbicara denganmu," ucap Zayyan setelah melepas pangutan bibir keduanya, menarik Kina ke sopa kemauan duduk di sana–di mana Kina ia dudukkan di atas pangkuannya. Kina gugup dan malu-malu duduk di pangkuan pria ini, akan tetapi sekalipun dia tidak protes. Zayyan suka jadi Kina membiarkan meskipun dia sendiri kurang nyaman. "Tapi aku dan Zana sedang …-" Zayyan memotong cepat, memeluk pinggang Kina erat sembari meletakkan dagu di ata
"Mommy jahat!" ucap Zana, menggembungkan pipi lalu menghentakkan kaki beberapa kali ke lantai. Kina menatap ke arah Zayyan, menuntut suaminya karena pria itulah yang tiba-tiba menariknya kemari disaat Kina sedang mencari Zana yang bersembunyi. "Daddy yang membawa Mommy ke sini," jawab Kina dengan nada pelan, akan tetapi menatap suaminya malas. Bahkan pria itu tidak menunjukkan perasaan bersalah sedikitpun–tetap menampilkan raut muka lempeng. Zana menoleh ke arah Zayyan, menatap daddynya tersebut dengan raut muka masih cemberut. Kemudian anak itu mendekati daddynya. "Daddy, Na-- Kenna dan Mommy sedang bermain. Mommynya jangan dibawa-bawa," tegur anak itu dengan nada lembut dan manis, berbanding terbalik saat dia berbicara dengan sang mommy. Zayyan mengusap pucuk kepala putrinya. "Dalam perut Mommy ada adik, dan Mommy tidak boleh bermain terlalu lama.""O-oh. Begitu yah?" Zana mengerjap beberapa kali, reflek menoleh ke arah mommynya. Lebih tepatnya ke arah perut sang mommy yang mas
Zana turun dari mobil, menatap berang ke arah daddynya yang sepertinya melupakan Zana–tengah menggendong sang mommy, tanpa menoleh sedikitpun pada Zana. Zana mengerucutkan bibir, menatap daddynya yang sudah masuk ke villa. "Huh, Daddy lupa pada Nana," gumamnya, memutuskan masuk ke dalam villa. Para bodyguard berjalan di belakang Zana, akan tetapi hanya mengantar Zana hingga ke pintu villa saja. Selanjutnya Zana mengikuti kemana daddynya pergi. Ini kali pertama Zana berlibur dengan sang Daddy dan datang ke pulau ini, jadi Zana masih merasa asing dengan tempat ini. Dulu, Zana hanya berlibur dengan Kina–saat mommynya tersebut masih mengira jika Zana adalah keponakannya. Dan Kina selalu membawa Kina berlibur ke luar kota–ke keluarga Nenek sang mommy. Saat tiba dalam kamar, Zana berjalan ke arah balkon yang berdindingkan kaca transparan. Dia menatap langit dengan kagum, ada kembang api di sana. Sepertinya arahnya dari villa utama. Karena tertarik dengan kembang api tersebut Zana bernia
Zana semakin menggembungkan pipi, menghentakkan kaki lagi secara kesal. "Tidak!" jawab Zana, "coba saja Mommy yang menangis, pasti Daddy langsung mengusap air mata Mommy. Tapi Kenna-- aaaaa …." Zana kembali meraung. Ouh, jadi karena itu?' batin Zayyan, mendekati putrinya dan berniat mengusap air mata Zana. Namun, tangannya dengan kasar ditepis oleh Zana. "Tidak perlu lagi, Daddy. Kita marahan!" ucap Zana menjerit, anak itu menghentakkan kaki kembali kemudian berlari ke arah ranjang. Zana berhambur memeluk mommynya yang tertidur, membuat Kina terbangun. "Mommy, Daddy jahatin Nana. Jangan berteman dengan Daddy yah, Mommy. Demi Nana!" Kina yang masih setengah sadar dengan gampang menganggukkan kepala. "Iya, nanti kapal ufonya diparkirin depan rumah saja, Gojo. Uang parkirnya minta ke suami saya. Kelerengnya dibuat kolak, gantinya mata ikan. Zana suka kolak." ucap Kina asalan, sesuai mimpinya yang tengah naik kapal ufo di laut. Akan tetapi kapal tersebut bisa menjadi mobil jika di da
Setelah makan siang bersama, Kina memilih kembali ke Villa tempat dia dan Zayyan tempati. Di teras Villa, Kina dan Zana bermain masak-masak bersama. Yang lainnya pergi ke pantai untuk melakukan permainan. Karena hamil, Zayyan melarang Kina ikut ke sana. Bahkan sekedar menonton kegiatan pun, Zayyan tak membolehkan. Pada akhirnya Kina bermain dengan putranya. Sedangkan Zayyan ada di dalam, tengah berbicara dengan Rain. Besok Zayyan akan membawa Kina ke Paris, tujuan kedua mereka berlibur. Oleh sebab itu Rain datang untuk mempersiapkan keberangkatan mereka. "Mommy ingin membeli apa?" tanya Zana yang sedang cosplay menjadi penjual makanan. "T-rex rendang ada?" tanya Kina dengan tampang polos. "Ada. Mau berapa bungkus, Mommy?" "Empat saja," jawab Kina yang sedang mengaduk pasir dengan air. Di sisi lain, lima orang mendekati mereka, dua laki-laki dan tiga perempuan. Salah satu dari perempuan itu menatap Kina dengan tampang muka jijik, merasa tak suka dengan sifat Kina yang menurutnya
Dia memukul batu ke kepala bagian depan sang suami, sekuat tenaga dan penuh kemarahan. "Tuan," panggil Rain, mengkhawatirkan kondisi tuannya. Kina yang tersadar telah melukai suaminya, seketika menjatuhkan batu dari tangan. Wajahnya langsung memucat dan tubuhnya seketika lemas. 'A-apa yang telah kulakukan?' batin Kina, menatap Zayyan dengan panik. Tubuhnya perlahan bergetar hebat dan dadanya semakin terasa sesak. "Bawa Nathalia pergi dari tempat ini," titah Zayyan pada sepupunya yang ada di sana, mencekal erat pergelangan tangan Kina agar perempuan itu tak lari. "Jangan ada yang membocorkan masalah ini pada siapapun. Jika masalah ini sampai pada orang lain, kalian berlima-- mati di tanganku," ancam Zayyan berkata dingin. Dia sama sekali tak main-main dengan ucapannya, dia sangat serius. "Baik, Zayyan. Maaf karena membuat kerusuhan di sini. Kami tidak tahu kondisi Kin …-""Pergi!" usir Zayyan marah. Mereka semu
'Hanya Mas Zayyan yang mengerti keinginanku tanpa aku harus menyuarakannya,' batin Kina, berusaha melawan ego, kemarahan dan kesedihan tanpa sebab dalam dirinya. Zayyan menatap sendu pada istrinya yang berbaring tengkurap di ranjang. Sedangkan dia duduk di kursi meja rias. Untuk menegur Kina agar jangan berbaring tengkurap pun Zayyan tak berani, khawatir jika dia salah satu hal yang memicu emosi Kina untuk saat ini. "Mas Zayyan," panggil Kina tiba-tiba, mengangkat kepala dan menatap ke arah Zayyan. Zayyan berdehem pelan, tak lupa tersenyum ke arah Kina. Dia cukup terkejut ketika Kina memanggilnya. Syukurlah. "Hum." Zayyan berdiri lalu menghampiri Kina. "Ganti posisi tidurmu," tegurnya dengan nada halus, setelah duduk di sebelah Kina. Kina menurut, langsung berbaring telentang. "Ada apa? Kau ingin sesuatu?" tanya Zayyan, menarik Kina enteng agar perempuan itu tidur dengan berbantalkan pahanya. "Aku meminta maaf p