Zana semakin menggembungkan pipi, menghentakkan kaki lagi secara kesal. "Tidak!" jawab Zana, "coba saja Mommy yang menangis, pasti Daddy langsung mengusap air mata Mommy. Tapi Kenna-- aaaaa …." Zana kembali meraung. Ouh, jadi karena itu?' batin Zayyan, mendekati putrinya dan berniat mengusap air mata Zana. Namun, tangannya dengan kasar ditepis oleh Zana. "Tidak perlu lagi, Daddy. Kita marahan!" ucap Zana menjerit, anak itu menghentakkan kaki kembali kemudian berlari ke arah ranjang. Zana berhambur memeluk mommynya yang tertidur, membuat Kina terbangun. "Mommy, Daddy jahatin Nana. Jangan berteman dengan Daddy yah, Mommy. Demi Nana!" Kina yang masih setengah sadar dengan gampang menganggukkan kepala. "Iya, nanti kapal ufonya diparkirin depan rumah saja, Gojo. Uang parkirnya minta ke suami saya. Kelerengnya dibuat kolak, gantinya mata ikan. Zana suka kolak." ucap Kina asalan, sesuai mimpinya yang tengah naik kapal ufo di laut. Akan tetapi kapal tersebut bisa menjadi mobil jika di da
Setelah makan siang bersama, Kina memilih kembali ke Villa tempat dia dan Zayyan tempati. Di teras Villa, Kina dan Zana bermain masak-masak bersama. Yang lainnya pergi ke pantai untuk melakukan permainan. Karena hamil, Zayyan melarang Kina ikut ke sana. Bahkan sekedar menonton kegiatan pun, Zayyan tak membolehkan. Pada akhirnya Kina bermain dengan putranya. Sedangkan Zayyan ada di dalam, tengah berbicara dengan Rain. Besok Zayyan akan membawa Kina ke Paris, tujuan kedua mereka berlibur. Oleh sebab itu Rain datang untuk mempersiapkan keberangkatan mereka. "Mommy ingin membeli apa?" tanya Zana yang sedang cosplay menjadi penjual makanan. "T-rex rendang ada?" tanya Kina dengan tampang polos. "Ada. Mau berapa bungkus, Mommy?" "Empat saja," jawab Kina yang sedang mengaduk pasir dengan air. Di sisi lain, lima orang mendekati mereka, dua laki-laki dan tiga perempuan. Salah satu dari perempuan itu menatap Kina dengan tampang muka jijik, merasa tak suka dengan sifat Kina yang menurutnya
Dia memukul batu ke kepala bagian depan sang suami, sekuat tenaga dan penuh kemarahan. "Tuan," panggil Rain, mengkhawatirkan kondisi tuannya. Kina yang tersadar telah melukai suaminya, seketika menjatuhkan batu dari tangan. Wajahnya langsung memucat dan tubuhnya seketika lemas. 'A-apa yang telah kulakukan?' batin Kina, menatap Zayyan dengan panik. Tubuhnya perlahan bergetar hebat dan dadanya semakin terasa sesak. "Bawa Nathalia pergi dari tempat ini," titah Zayyan pada sepupunya yang ada di sana, mencekal erat pergelangan tangan Kina agar perempuan itu tak lari. "Jangan ada yang membocorkan masalah ini pada siapapun. Jika masalah ini sampai pada orang lain, kalian berlima-- mati di tanganku," ancam Zayyan berkata dingin. Dia sama sekali tak main-main dengan ucapannya, dia sangat serius. "Baik, Zayyan. Maaf karena membuat kerusuhan di sini. Kami tidak tahu kondisi Kin …-""Pergi!" usir Zayyan marah. Mereka semu
'Hanya Mas Zayyan yang mengerti keinginanku tanpa aku harus menyuarakannya,' batin Kina, berusaha melawan ego, kemarahan dan kesedihan tanpa sebab dalam dirinya. Zayyan menatap sendu pada istrinya yang berbaring tengkurap di ranjang. Sedangkan dia duduk di kursi meja rias. Untuk menegur Kina agar jangan berbaring tengkurap pun Zayyan tak berani, khawatir jika dia salah satu hal yang memicu emosi Kina untuk saat ini. "Mas Zayyan," panggil Kina tiba-tiba, mengangkat kepala dan menatap ke arah Zayyan. Zayyan berdehem pelan, tak lupa tersenyum ke arah Kina. Dia cukup terkejut ketika Kina memanggilnya. Syukurlah. "Hum." Zayyan berdiri lalu menghampiri Kina. "Ganti posisi tidurmu," tegurnya dengan nada halus, setelah duduk di sebelah Kina. Kina menurut, langsung berbaring telentang. "Ada apa? Kau ingin sesuatu?" tanya Zayyan, menarik Kina enteng agar perempuan itu tidur dengan berbantalkan pahanya. "Aku meminta maaf p
"Jemput Samantha ke pelabuhan," titah Zayyan pada Rain, memalui panggilan telepon. Ada badai dua hari ke depan sehingga Zayyan menunda keberangkatan mereka ke Paris. Dia menyuruh Samantha ke tempat ini supaya Kina punya teman yang memahaminya. 'Baik, Tuan.' jawab Rain dari seberang sana. Sejujurnya Rain ada di lantai bawah, menemani Zana yang bermain dengan raut muka murung–memikirkan dan mencemaskan nasib mommynya.'Ah, iya. Nona muda terlihat murung, Tuan.' "Humm. Aku akan menemuinya," ucap Zayyan. Setelah itu mematikan sambungan telepon. Dia menoleh ke arah istrinya yang tertidur pulas. Zayyan tersenyum lembut, mengusap pucuk kepala Kina dengan gerakan halus lalu mengecup kening Kina khidmat. Namun, tiba-tiba kelopak mata wanita cantik dengan karakter unik tersebut terangkat. Sepertinya Zayyan mengganggu istrinya. Kina mengerutkan kening saat merasakan ada sebuah benda yang menimpa kepalanya. Dia mengulurkan tangan untuk mengambil tangan tersebut dari atas kepala, Kina meraih
Malamnya, Kina dan Zayyan ke villa utama untuk bergabung dengan keluarga Azam lainnya. Karena ada Nathalia yang bergabung dengan Ziea dan yang lainnya, Kina memilih memisah, bermain dengan putrinya. Zayyan juga memisah dari para kakaknya dan sepupunya yang lain, memilih menemani istri dan putrinya bermain–di teras samping. Ada Rain dan juga Samantha, sehingga meskipun tak seramai di dalam, di sana tak terlalu sepi. Zayyan tidak bisa menolak undangan kakaknya untuk bergabung ke tempat ini. Seandainya bisa menolak, Zayyan enggan membawa Zana dan Kina ke tempat ini. Lebih baik mereka di villa mereka. "Zana ingin bermain salon-salon. Nana ingin belajar mengepang rambut Mommy," pinta Zana, tentunya dibolehkan oleh Kina yang sangat suka apabila rambutnya dipengang. "Aunty Samantha, tolong bantu Nana dong. Tolong cari tutorial mengepanv rambut untuk Nana," ucap Zana pada Samantha, menyerahkan HP pada teman Daddynya tersebut. Zana diberikan hadiah oleh Samantha, berupa kotak berisi jepit
Rafael yang saat itu ingin mengatakan sesuatu seketika bungkam, mendengus kesal sembari melirik sinis ke arah adiknya. "Hei, kemana Jabier? Aku masih ingin menanyakan kalung Deflix keluaran baru padanya," ucap Rafael, mengalihkan pembicaraan sekaligus memang mencari Jabier yang sudah hilang dari tempat itu. "Memangnya Kina dan Nathalia ada masalah apa?" tanya Lea pada Ziea dan Aayara–di tempat mereka. "Kamu nggak dengar apa yang dibilang sama Bapak Negara Azam? Yang ikut campur sama dengan banci," dengkus Aayara. "Ya nggak apa-apa dong disamain dengan banci. Mangkal kita jam sepuluh malam di tepi jalan," jawab Lea dengan gamblang. "Tobat, Le. Jangan bertingkah, kamu itu sudah punya anak." Ziea mendengus pelan, "BTW, banci memang suka mangkal yah?" "Memang di sini, hanya aku yang normal," ketus Aayara, bersedekap di dada sembari melirik Ziea dan Lea dengan malas. "Tapi, Ziea, masalah Kina dan Natahlia apa sih? Aku sejujurnya kepo. Yang aku tahu Nathalia suka sama Zayyan, itu doan
"Pilih kasih!" pekik Zana, "Kenna juga di sini. Kenapa hanya Mommy yang Daddy payungi?" protes Zana dengan nada cemberut, menggembungkan pipi lalu mengerucutkan bibir ke depan. Zayyan menatap anak kecil tersebut secara intens, tersenyum tipis melihat ekspresi cemburu putrinya yang terlihat kan menggemaskan. Zayyan langsung menggendong putrinya, setelah itu menyuruh Zana memegang payung. "Pegang payungnya, Nak," ucap Zayyan dengan nada lembut–seketika berhasil merobohkan pertahanan Zana yang berniat merajuk. Padahal anak kecil itu sudah sempat berjanji pada dirinya, di mana dia akan mendiami daddynya selama seminggu ini. Namun, hanya dengan mendengar suara lembut sang daddy, Zana langsung luluh. Seketika dia bersumpah pada dirinya akan mencintai daddynya seumur hidup! "Hihihi …." Zana cekikikan, merasa senang digendong oleh daddynya. Bahkan ditawari untuk memegang payung. "Mommy, Zana yang akan memayungi Mommy," antusias Zana sembari mengarahkan payung pada sang mommy. Kina tersen