"Pilih kasih!" pekik Zana, "Kenna juga di sini. Kenapa hanya Mommy yang Daddy payungi?" protes Zana dengan nada cemberut, menggembungkan pipi lalu mengerucutkan bibir ke depan. Zayyan menatap anak kecil tersebut secara intens, tersenyum tipis melihat ekspresi cemburu putrinya yang terlihat kan menggemaskan. Zayyan langsung menggendong putrinya, setelah itu menyuruh Zana memegang payung. "Pegang payungnya, Nak," ucap Zayyan dengan nada lembut–seketika berhasil merobohkan pertahanan Zana yang berniat merajuk. Padahal anak kecil itu sudah sempat berjanji pada dirinya, di mana dia akan mendiami daddynya selama seminggu ini. Namun, hanya dengan mendengar suara lembut sang daddy, Zana langsung luluh. Seketika dia bersumpah pada dirinya akan mencintai daddynya seumur hidup! "Hihihi …." Zana cekikikan, merasa senang digendong oleh daddynya. Bahkan ditawari untuk memegang payung. "Mommy, Zana yang akan memayungi Mommy," antusias Zana sembari mengarahkan payung pada sang mommy. Kina tersen
Kina mengintip ke arah luar, diam-diam memperhatikan suaminya yang sedang duduk sendiri di teras depan villa. Rain mungkin sudah tidur dan Samantha terakhir kali bersama Jabier. Mungkin dokter pribadinya tersebut akan tidur di villa utama, mengingat ini sudah larut dan Samantha belum kembali. 'Mas Zayyan sangat suka menyendiri. Dia seperti ini pasti setiap kali punya beban pikiran.' batin Kina, meremas pinggiran pintu karena tak tega serta cemas melihat suaminya. Dia merasa bersalah! 'Dan bajingannya, aku lah beban pikiran Mas Zayyan.' Melihat Zayyan mengeluarkan rokok, mata Kina seketika membelalak. "Aku tidak suka pria perokok!" jerit Kina secara reflek, saking paniknya dia jika Zayyan akan merokok. Menyadari kelakuannya, Kina reflek menutup mulut–menarik tubuh untuk bersembunyi di balik pintu. Zayyan sejujurnya sudah tahu Kina ada di sana. Jelas! Zayyan peka pada sekitarnya, dia mudah mendeteksi kehadiran seseorang. Terlebih jika dalam keadaan tenang seperti ini. Zayyan meleta
"Satu lagi, karena dia cukup berjasa, berikan dia pelayanan VIP dengan membiarkannya memilih sendiri cara untuk mati."Rain meringis mendengarkan ucapan Zayyan, cukup merinding dan ngeri-ngeri sedap. Makanan enak tetapi rerumputan terbaik. Enak memang! Tetapi bagi sapi, bukan manusia. Lalu pelayanan VIP? Rain kira sebuah sel tahanan dengan fasilitas mewah, ternyata diperbolehkan memilih cara untuk mati. Hais, sama saja! Memangnya ada cara mati yang mudah bagi tahanan Zayyan? "Baik, Tuan." Rain pada akhirnya hanya bisa patuh. "Aku sedang muak dan jadikan dia sebagai umpan," ucap Zayyan lagi, memberi perintah pada Rain. "Dia?" Rain mengerutkan kening, cukup panik dan takut karena bisa saja 'dia ini adalah adiknya. Namun, melihat raut muka dingin tuannya, Rain seketika tahu. "Ah, baik, saya paham, Tuan. Saya akan mengaturnya.""Hum. Beristirahatlah, kau bukan robot." "Kalau begitu saya pamit, Tuan." Rain membungkuk, tersenyum tipis karena terharu dengan ucapan Tuannya. Walaupun kaku
"Kau mengetahui sesuatu, Darling?" bisik Zayyan tepat di daun telinga Kina. Setelah itu dia mengigit pelan telinga Kina, membuat Kina bergidik ngeri–reflek tergelonjak kaget serta berusaha menarik kepala untuk menjauh dari jangkauan Zayyan. Kina tidak suka perbuatan Zayyan yang seperti ini. Jantungnya selalu tidak tahan, tubuhnya berdesir aneh, panas dingin tidak karuan. "A-aku tidak tahu apa-apa, Mas Zayyan. A-aku hanya ingin tidur di kamar," jawab Kina cepat, gelagapan karena gugup oleh perbuatan Zayyan yang terus mencium lehernya. "Kau tahu sesuatu di dalam Handphone-ku atau sesuatu …-" Zayyan menegakkan tubuh, memegang kedua sisi kepala Kina lalu mengarahkannya ke tembok, "dibalik tembok, Humm?" Gluk' Kina meneguk saliva secara kasar, matanya menoleh ke sana kemari–gelisah dan panik sendiri. Saat mendengar obrolan mengerikan antara Zayyan dan Rain, Kina rasa dia tidak se takut ini. Akan tetapi, kenapa saat Zayyan berhadapan dengannya ini lebih mengerikan dibandingkan isi pemb
"Karena Mas Zayyan imamnya, aku mengikut saja." Kina menyengir di akhir kalimat. Sejujurnya dia sangat ingin ke Paris, akan tetapi Kina tidak mungkin memaksa Zayyan. Pasti pria ini sedang cemas memikirkan keselamatannya dan Zana. Zayyan menganggukkan kepala, memejamkan mata dan tak bersuara lagi. "Mas Zayyan, aku ingin bertanya padamu. Apa perbedaan obsesi dan cinta?" tanya Kina yang terlanjur penasaran. Saking penasarannya, dia tidak membiarkan Zayyan tidur begitu saja. Dia memaksa Zayyan membuka mata, menarik kelopak mata suaminya ke atas. "Cinta itu kau dan obsesi itu cara," jawab Zayyan serak dan berat, perpaduan mengantuk dan gemas dengan istrinya. "Tidur!" "Aku akan tidur jika Zana ditengah," jawab Kina cepat. "Kalau begitu jangan tidur," enteng Zayyan yang sudah memejamkan mata kembali. Kina melongo horor, menatap suaminya tak percaya. 'Segitunya!' batin Kina. **** Setelah membujuk Zayyan sekuat tenaga, akhirnya Kina dibolehkan ke pinggir pantai, bergabung
Kina membiarkan Samantha menutup telinganya–meskipun dia sendiri menyumbat telinga dengan earbuds. Saat semua orang menatap ke arahnya, Kina kikuk dan cukup gugup. Apa dia telah melakukan kesalahan yang fatal sehingga orang-orang menatapnya marah? "Kak, buka saja. Aku tidak apa-apa," ucap Kina, menjauhkan tangan Samantha dari telinganya. Dia ingin mendengarkan orang-orang, dia ingin tahu apa yang mereka bicarakan. "Pasang lagi, Nyonya," ucap Samantha panik saat Kina nekat membuka earbuds. Kina menggelengkan kepala, tersenyum tipis ke arah Samantha yang terlihat menampilkan raut muka khawatir. Sekarang Kina tahu semua orang sedang membicarakan dirinya, mengatainya kekanak-kanakan dan egois. "Bukankah kau sangat tahu apa masalahmu dengan Kina?" Reigha mengalihkan pandanganya dari Kina, menatap Nathalia dengan tajam. "Aku tahu, Kak. Tapi … aku sudah berusaha meminta maaf, dia saja yang tidak mau menemuiku dan memaafkanku. Lalu salahku di mana lagi?" ucap Nathalia, mencari pembenaran
"Aku tidak mendengar apapun dan tolong meminta maaf pada Zana karena sudah membentaknya," ucap Kina pelan tetapi penuh tuntutan pada Zayyan, setelah mereka sampai di villa. "Kau lebih memikirkan Zana daripada kondisimu?" geram Zayyan, langsung melayangkan tatapan tajam dan marah pada Kina. Meskipun mengaku tidak mendengarkan apapun, tetapi melihat kondisi Kina, Zayyan tahu istrinya mendengar dan melihat semua kejadian tadi. Tangan Kina yang ia genggam, sejak tadi terus bergetar dan terasa dingin. Bibir dan wajah istrinya jua sudah pucat. Bagiamana tidak Zayyan tak khawatir? Ditambah istrinya sedang hamil. Bukan kewarasan Kina lagi yang Zayyan kahwatirkan. Tapi dia! Bisa-bisa dia gila, kehilangan akal sehat jika terjadi sesuatu pada istrinya dan calon bayinya. Kina menganggukkan kepala. "Zana putriku," ucapnya pelan, mencicit dan dengan nada bergetar. Maniknya sudah basah, tetapi Kina bertahan untuk tak menangis, "dan ak
[Wkwkwk … kan kamu emang gila beneran. Aku gila, kamu gila, semua orang gila. Kita gila. Hanya saja jenis gilanya saja yang berbeda. Mereka hanya tidak sadar jika sedang di zona kegilaan duniawi] Kina memutar bola mata jengah, membaca pesan dari Bintang. Saat dia berusaha menenangkan diri, tiba-tiba Bintang menghubunginya–Vidio Call. Karena melihat wajah Kina yang pucat dan terlihat panik, Bintang langsung menebak jika sahabatnya tersebut sedang dalam masalah. Dia tahu Kina tidak nyaman, dan mereka lanjut mengobrol lewat chet. [Tinggi amat kata-katamu. Ahaha … gila dunia. Tapi emang iya sih. Ngapain aku sakit hati, orang aku memang mantan orang gila.] balas Kina. Tak lama dia mendapat balasan dari Bintang. [Nah, gitu dong. Ini baru Kina sang pencuri Mangga fakultas. Hidup Kina! Hidup!] Kina membalas. [Yakali mati. Trus yang lagi chettingan sama kamu siapa? Hantu?] [Kin, aku ada info buat kam