Dia memukul batu ke kepala bagian depan sang suami, sekuat tenaga dan penuh kemarahan.
"Tuan," panggil Rain, mengkhawatirkan kondisi tuannya.Kina yang tersadar telah melukai suaminya, seketika menjatuhkan batu dari tangan. Wajahnya langsung memucat dan tubuhnya seketika lemas.'A-apa yang telah kulakukan?' batin Kina, menatap Zayyan dengan panik. Tubuhnya perlahan bergetar hebat dan dadanya semakin terasa sesak."Bawa Nathalia pergi dari tempat ini," titah Zayyan pada sepupunya yang ada di sana, mencekal erat pergelangan tangan Kina agar perempuan itu tak lari. "Jangan ada yang membocorkan masalah ini pada siapapun. Jika masalah ini sampai pada orang lain, kalian berlima-- mati di tanganku," ancam Zayyan berkata dingin. Dia sama sekali tak main-main dengan ucapannya, dia sangat serius."Baik, Zayyan. Maaf karena membuat kerusuhan di sini. Kami tidak tahu kondisi Kin …-""Pergi!" usir Zayyan marah.Mereka semu'Hanya Mas Zayyan yang mengerti keinginanku tanpa aku harus menyuarakannya,' batin Kina, berusaha melawan ego, kemarahan dan kesedihan tanpa sebab dalam dirinya. Zayyan menatap sendu pada istrinya yang berbaring tengkurap di ranjang. Sedangkan dia duduk di kursi meja rias. Untuk menegur Kina agar jangan berbaring tengkurap pun Zayyan tak berani, khawatir jika dia salah satu hal yang memicu emosi Kina untuk saat ini. "Mas Zayyan," panggil Kina tiba-tiba, mengangkat kepala dan menatap ke arah Zayyan. Zayyan berdehem pelan, tak lupa tersenyum ke arah Kina. Dia cukup terkejut ketika Kina memanggilnya. Syukurlah. "Hum." Zayyan berdiri lalu menghampiri Kina. "Ganti posisi tidurmu," tegurnya dengan nada halus, setelah duduk di sebelah Kina. Kina menurut, langsung berbaring telentang. "Ada apa? Kau ingin sesuatu?" tanya Zayyan, menarik Kina enteng agar perempuan itu tidur dengan berbantalkan pahanya. "Aku meminta maaf p
"Jemput Samantha ke pelabuhan," titah Zayyan pada Rain, memalui panggilan telepon. Ada badai dua hari ke depan sehingga Zayyan menunda keberangkatan mereka ke Paris. Dia menyuruh Samantha ke tempat ini supaya Kina punya teman yang memahaminya. 'Baik, Tuan.' jawab Rain dari seberang sana. Sejujurnya Rain ada di lantai bawah, menemani Zana yang bermain dengan raut muka murung–memikirkan dan mencemaskan nasib mommynya.'Ah, iya. Nona muda terlihat murung, Tuan.' "Humm. Aku akan menemuinya," ucap Zayyan. Setelah itu mematikan sambungan telepon. Dia menoleh ke arah istrinya yang tertidur pulas. Zayyan tersenyum lembut, mengusap pucuk kepala Kina dengan gerakan halus lalu mengecup kening Kina khidmat. Namun, tiba-tiba kelopak mata wanita cantik dengan karakter unik tersebut terangkat. Sepertinya Zayyan mengganggu istrinya. Kina mengerutkan kening saat merasakan ada sebuah benda yang menimpa kepalanya. Dia mengulurkan tangan untuk mengambil tangan tersebut dari atas kepala, Kina meraih
Malamnya, Kina dan Zayyan ke villa utama untuk bergabung dengan keluarga Azam lainnya. Karena ada Nathalia yang bergabung dengan Ziea dan yang lainnya, Kina memilih memisah, bermain dengan putrinya. Zayyan juga memisah dari para kakaknya dan sepupunya yang lain, memilih menemani istri dan putrinya bermain–di teras samping. Ada Rain dan juga Samantha, sehingga meskipun tak seramai di dalam, di sana tak terlalu sepi. Zayyan tidak bisa menolak undangan kakaknya untuk bergabung ke tempat ini. Seandainya bisa menolak, Zayyan enggan membawa Zana dan Kina ke tempat ini. Lebih baik mereka di villa mereka. "Zana ingin bermain salon-salon. Nana ingin belajar mengepang rambut Mommy," pinta Zana, tentunya dibolehkan oleh Kina yang sangat suka apabila rambutnya dipengang. "Aunty Samantha, tolong bantu Nana dong. Tolong cari tutorial mengepanv rambut untuk Nana," ucap Zana pada Samantha, menyerahkan HP pada teman Daddynya tersebut. Zana diberikan hadiah oleh Samantha, berupa kotak berisi jepit
Rafael yang saat itu ingin mengatakan sesuatu seketika bungkam, mendengus kesal sembari melirik sinis ke arah adiknya. "Hei, kemana Jabier? Aku masih ingin menanyakan kalung Deflix keluaran baru padanya," ucap Rafael, mengalihkan pembicaraan sekaligus memang mencari Jabier yang sudah hilang dari tempat itu. "Memangnya Kina dan Nathalia ada masalah apa?" tanya Lea pada Ziea dan Aayara–di tempat mereka. "Kamu nggak dengar apa yang dibilang sama Bapak Negara Azam? Yang ikut campur sama dengan banci," dengkus Aayara. "Ya nggak apa-apa dong disamain dengan banci. Mangkal kita jam sepuluh malam di tepi jalan," jawab Lea dengan gamblang. "Tobat, Le. Jangan bertingkah, kamu itu sudah punya anak." Ziea mendengus pelan, "BTW, banci memang suka mangkal yah?" "Memang di sini, hanya aku yang normal," ketus Aayara, bersedekap di dada sembari melirik Ziea dan Lea dengan malas. "Tapi, Ziea, masalah Kina dan Natahlia apa sih? Aku sejujurnya kepo. Yang aku tahu Nathalia suka sama Zayyan, itu doan
"Pilih kasih!" pekik Zana, "Kenna juga di sini. Kenapa hanya Mommy yang Daddy payungi?" protes Zana dengan nada cemberut, menggembungkan pipi lalu mengerucutkan bibir ke depan. Zayyan menatap anak kecil tersebut secara intens, tersenyum tipis melihat ekspresi cemburu putrinya yang terlihat kan menggemaskan. Zayyan langsung menggendong putrinya, setelah itu menyuruh Zana memegang payung. "Pegang payungnya, Nak," ucap Zayyan dengan nada lembut–seketika berhasil merobohkan pertahanan Zana yang berniat merajuk. Padahal anak kecil itu sudah sempat berjanji pada dirinya, di mana dia akan mendiami daddynya selama seminggu ini. Namun, hanya dengan mendengar suara lembut sang daddy, Zana langsung luluh. Seketika dia bersumpah pada dirinya akan mencintai daddynya seumur hidup! "Hihihi …." Zana cekikikan, merasa senang digendong oleh daddynya. Bahkan ditawari untuk memegang payung. "Mommy, Zana yang akan memayungi Mommy," antusias Zana sembari mengarahkan payung pada sang mommy. Kina tersen
Kina mengintip ke arah luar, diam-diam memperhatikan suaminya yang sedang duduk sendiri di teras depan villa. Rain mungkin sudah tidur dan Samantha terakhir kali bersama Jabier. Mungkin dokter pribadinya tersebut akan tidur di villa utama, mengingat ini sudah larut dan Samantha belum kembali. 'Mas Zayyan sangat suka menyendiri. Dia seperti ini pasti setiap kali punya beban pikiran.' batin Kina, meremas pinggiran pintu karena tak tega serta cemas melihat suaminya. Dia merasa bersalah! 'Dan bajingannya, aku lah beban pikiran Mas Zayyan.' Melihat Zayyan mengeluarkan rokok, mata Kina seketika membelalak. "Aku tidak suka pria perokok!" jerit Kina secara reflek, saking paniknya dia jika Zayyan akan merokok. Menyadari kelakuannya, Kina reflek menutup mulut–menarik tubuh untuk bersembunyi di balik pintu. Zayyan sejujurnya sudah tahu Kina ada di sana. Jelas! Zayyan peka pada sekitarnya, dia mudah mendeteksi kehadiran seseorang. Terlebih jika dalam keadaan tenang seperti ini. Zayyan meleta
"Satu lagi, karena dia cukup berjasa, berikan dia pelayanan VIP dengan membiarkannya memilih sendiri cara untuk mati."Rain meringis mendengarkan ucapan Zayyan, cukup merinding dan ngeri-ngeri sedap. Makanan enak tetapi rerumputan terbaik. Enak memang! Tetapi bagi sapi, bukan manusia. Lalu pelayanan VIP? Rain kira sebuah sel tahanan dengan fasilitas mewah, ternyata diperbolehkan memilih cara untuk mati. Hais, sama saja! Memangnya ada cara mati yang mudah bagi tahanan Zayyan? "Baik, Tuan." Rain pada akhirnya hanya bisa patuh. "Aku sedang muak dan jadikan dia sebagai umpan," ucap Zayyan lagi, memberi perintah pada Rain. "Dia?" Rain mengerutkan kening, cukup panik dan takut karena bisa saja 'dia ini adalah adiknya. Namun, melihat raut muka dingin tuannya, Rain seketika tahu. "Ah, baik, saya paham, Tuan. Saya akan mengaturnya.""Hum. Beristirahatlah, kau bukan robot." "Kalau begitu saya pamit, Tuan." Rain membungkuk, tersenyum tipis karena terharu dengan ucapan Tuannya. Walaupun kaku
"Kau mengetahui sesuatu, Darling?" bisik Zayyan tepat di daun telinga Kina. Setelah itu dia mengigit pelan telinga Kina, membuat Kina bergidik ngeri–reflek tergelonjak kaget serta berusaha menarik kepala untuk menjauh dari jangkauan Zayyan. Kina tidak suka perbuatan Zayyan yang seperti ini. Jantungnya selalu tidak tahan, tubuhnya berdesir aneh, panas dingin tidak karuan. "A-aku tidak tahu apa-apa, Mas Zayyan. A-aku hanya ingin tidur di kamar," jawab Kina cepat, gelagapan karena gugup oleh perbuatan Zayyan yang terus mencium lehernya. "Kau tahu sesuatu di dalam Handphone-ku atau sesuatu …-" Zayyan menegakkan tubuh, memegang kedua sisi kepala Kina lalu mengarahkannya ke tembok, "dibalik tembok, Humm?" Gluk' Kina meneguk saliva secara kasar, matanya menoleh ke sana kemari–gelisah dan panik sendiri. Saat mendengar obrolan mengerikan antara Zayyan dan Rain, Kina rasa dia tidak se takut ini. Akan tetapi, kenapa saat Zayyan berhadapan dengannya ini lebih mengerikan dibandingkan isi pemb