Gabriel menatap kedua putranya yang saat ini duduk di hadapannya. Sebenarnya ada tiga, akan tetapi yang satu hanya menemani adiknya–tak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kedua putranya yang lain. Yah, Reigha ada di sana. Duduk tenang dengan sebuah buku yang entah darimana dia dapat. Pria dingin itu membaca buku tanpa terganggu sama sekali dengan suasana yang tegang serta mencekam. Gabriel menghela napas pelan, berupaya tetap tenang untuk menghadapi masalah antara putra-putranya. "Apa yang dikatakan Stefani?" tanya Gabriel datar, tak ingin basa-basi lagi. "Hal buruk," jawab Zayyan cepat. "Sebuah fakta," jawab Rafael tak mau kalah. "Perempuan gila, sinting, kekanak-kanakan, rus …-""Wibawahmu hilang," potong Reigha cepat, mengalihkan pandangan dari buku ke arah Rafael. Dia tak ingin ikut campur dan berniat hanya memantau Zayyan, khawatir Zayyan kehilangan kendali karena masalah ini. Namun, sepertinya dia harus ikut campur. "Wanita yang kau katai itu-- istri dari adikmu," lan
"Kalian semua memilih berlibur, kalian bersenang-senang diatas kehancuranku." Rafael seketika terdiam, menatap lekat pada Zayyan. Perasaan bersalah langsung menyelimuti hatinya. Tapi-- dia sama sekali masalah itu. Saat dia pulang dari liburannya, Zayyan terlihat biasa saja. Dan memang … saat itu Zayyan mendadak menjadi sangat pendiam, tak pernah mau bertemu dengan siapapun saat itu. Hanya sibuk dengan istrinya yang gila. Gabriel berdecak pelan, kembali merasa miris dengan Rafael. Dia sedih melihat Zayyan dan semakin sedih ketika melihat genangan kristal bening muncul di pelupuk mata putranya. Gabriel menyaksikan sendiri kehancuran putranya saat itu, Zayyan yang linglung saat Kina kabur dari rumah, berniat mencari Kina bersama bayi kecil yang terus menangis. Untung mereka datang, di mana Satiya langsung mengambil cucu mereka dari Zayyan lalu Gabriel, Reigha dan Zayyan bergegas mencari Kina yang ditemukan di depan rumah Kina sendiri. Berdiri terdiam sembari menatap kosong pada bangun
"Aku pamit." Zayyan berdiri lalu segera keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Reigha, daddynya dan Rafael yang sudah menampilkan raut muka penuh penyesalan. Daddynya benar, dia sudah sangat jauh dari saudara-saudaranya. "Lima tahun Zayyan menunggu Kina sembuh, Kina melupakannya dan sampai detik ini Kina masih belum sepenuhnya sembuh." Reigha bersuara, "lalu kau dan kemarin malah membully-nya. Untuk anak itu tidak mempermasalahkan.""Nathalia melakukan hal yang sama dengan Sheila, Kakak Kina. Dia pernah mengaku menjadi mama dari Zana, berusaha menarik perhatian orangtua Kina dan tentunya ingin merebut Zayyan dari Kina. Kina baru saja mengetahui kejahatan kakaknya, di mana selama lima tahun terakhir ini dia lupa semuanya. Termasuk Zayyan! Dia baru tahu, masih trauma dengan kejahatan kakaknya lalu ada Nathalia yang sangat mirip dengan kakaknya. Samantha–dokter Kina, menyebut jika Kina mengalami trauma pada Sheila, semua yang mirip dengan kakaknya adalah ancaman bagi kesehatan jiw
"Aaahk!" Zana menjerit cukup kencang saat rambutnya ditarik sangat kasar oleh seorang anak laki-laki, sepupunya. "Lepaskan rambutku, Doni!" jerit Zana. Anak itu melepas rambut Zana akan tetapi merampas jepitan pita di kepala Zana. Setelah itu, jepitan tersebut di lempar lalu diinjak oleh anak bernama Doni tersebut. "Hei!" galak Kina yang buru-buru berjalan ke arah putrinya dan anak kecil yang nakal tersebut. Kina mendorong pelan Doni lalu meraih pita putrinya yang sudah kotor. Sedangkan anak kecil itu, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Dia melihat mamanya lewat. "Ahk … Mama …," tangis Doni, anak laki-laki berusia sembilan tahun. Tangisannya berhasil membuat mamanya datang, di mana Maudi langsung menghampiri putranya dengan tergesa-gesa. Sedangkan Kina, dia berdecis sinis melihat tingkah anak itu–sembari merapikan rambut putrinya. "Kamu!" teriak Maudi pada Kina. "Perempuan sinting dan gila! Anak kecil begini … kamu lukai. Siku tangan putraku terluka gara-gara kamu," marah
"Ada apa ini?" Gabriel menatap sekitar. Awalnya dia hanya lewat, akan tetapi melihat otang-orang keluar serta sempat mendengar keributan, dia memilih untuk melihat kondisi. "Granddad," pekik Zana, langsung berlari ke arah kakeknya–di mana dia langsung memeluk kaki sang kakek. Sembari masih memeluk kaki kakeknya, Zana mengadukan perihal hal yang terjadi. Dia mendongak, "Granddad, Mommy tidak salah. Mommy hanya membalas perbuatan Doni padaku dengan cara menarik rambut Tante Maudi. Soalnya Doni menarik rambutku dan merusak jepitan pitaku. Mommy tidak salah, Granddad," ucap Zana dengan nada redup, sedikit bergetar karena benar-benar takut mommynya kembali dijahati seperti di pantai kemarin. "Jangan memarahi Mommy …," pinta Zana lagi, menatap kakeknya dengan manik berkaca-kaca dan bibir yang melengkung ke bawah. Orang-orang sudah berkumpul, mereka pasti ingin menghakimi mommynya seperti kemarin. Kina hanya diam, menatap putrinya dengan peras
"Mas, masalah kenapa kita pulang mendadak-- itu karena apa yah? Apa karena aku?" tanya Kina hati-hati, menatap gugup pada suaminya, "maafkan aku jika aku penyebabnya. Sepupu-sepupumu pasti marah padamu karena liburan mereka hancur karenaku." "Itu pulau kita, Darling. Kenapa kau meminta maaf, humm? Seandainya Daddy tidak menyuruh pulang, aku sudah berniat mengusir mereka dari sana. Terlalu berisik dan mengganggu," ucap Zayyan, berkata berat dan serak. Dia mendongak ke arah istrinya, menatap Kina dengan intens dan dalam. Anak kucing yang menggemaskan! Kina memicingkan mata, menatap Zayyan lekat dan teliti. Dia selalu merinding disko apabila mendengar suara berat suaminya. Jantungnya selalu berdebar kencang. Kina benar-benar bermasalah dengan suara Zayyan! "Loooo …," seru Kina dengan bernada, mendadak tes vokal hanya karena merasa terganggu oleh suara serak-serak basah Zayyan. Pasti pria ini sengaja. 'Dia kan mesum bin hot
"Nama-nama hewan yang awalnya dari huruf N-- Nathalia!" jawab Kina dengan penuh kepercayaan diri dan bersemangat empat lima. Mendengar itu, Zana membelalak lebar lalu mulut terbuka tetapi buru-buru ditutup oleh tangan mungilnya. Kina meniru Zana, ikut menutup mulut dan menunjukkan ekspresi kaget. Sedangkan Zayyan, dia geleng-geleng kepala melihat dua perempuan kesayangannya yang sama-sama bertingkah menggemaskan. "Astaga, Mommy. Ber-do-sa!" peringat Zana yang saat ini memajukan tangan ke arah Kina, di mana jari telunjuk berdiri lalu ia goyang-goyangkan dan jari lain dilipat ke dalam telapak tangan. "Apanya yang berdosa? Kan benar kalau Nathalia itu hewan. Atau kamu yang belum pernah dengar ceritanya?" Zana menggelengkan kepala, bersama dengan Zayyan yang memilih untuk bergabung dengan putri dan istrinya. Dia duduk di belakang keduanya, di sofa. Sedangkan Kina dan Zana sedari tadi memang duduk di atas lantai yang beralaskan karpet tebal yang lembut dan nyaman. Keduanya memang lebih
"Kenna." Zana menoleh cepat pada Daddynya. "Ada apa, Daddy?" "Tidur." ucap Zayyan singkat. Zana menganggukkan kepala, tipe yang sangat patuh dan penurut pada sang daddy. Zana pamit pada orang tuanya dan segera beranjak dari sana. Zana merasa sangat senang dan bahagia, karena semakin ke sini dia semakin dekat dengan daddynya. Tak seperti dulu, di mana jika ingin menemui sang daddy, Zana lebih dulu mengumpet di balik tembok–memantau daddynya dan setelah dipanggil oleh sang daddy barulah dia mendekat. "Sekarang kau harus menemaniku," ucap Zayyan, turun dari sofa lalu duduk di sebelah Kina. Meskipun sudah dibereskan oleh Kina, Zayyan tetap mengambil buku sketsa istrinya. Baru dan diberikan oleh Zayyan sendiri. Zayyan memeriksa buku tersebut, memantau pekerjaan istrinya. Dia tersenyum, bangga dan salut dengan Kina. Sejujurnya Kina tidak membutuhkan pekerjaan apapun. Selain punya suami yang kaya, Kina juga punya kekayaan sendiri dari neneknya. Zayyan tahu itu! Namun, Kina ingin berdir