"Kalian semua memilih berlibur, kalian bersenang-senang diatas kehancuranku." Rafael seketika terdiam, menatap lekat pada Zayyan. Perasaan bersalah langsung menyelimuti hatinya. Tapi-- dia sama sekali masalah itu. Saat dia pulang dari liburannya, Zayyan terlihat biasa saja. Dan memang … saat itu Zayyan mendadak menjadi sangat pendiam, tak pernah mau bertemu dengan siapapun saat itu. Hanya sibuk dengan istrinya yang gila. Gabriel berdecak pelan, kembali merasa miris dengan Rafael. Dia sedih melihat Zayyan dan semakin sedih ketika melihat genangan kristal bening muncul di pelupuk mata putranya. Gabriel menyaksikan sendiri kehancuran putranya saat itu, Zayyan yang linglung saat Kina kabur dari rumah, berniat mencari Kina bersama bayi kecil yang terus menangis. Untung mereka datang, di mana Satiya langsung mengambil cucu mereka dari Zayyan lalu Gabriel, Reigha dan Zayyan bergegas mencari Kina yang ditemukan di depan rumah Kina sendiri. Berdiri terdiam sembari menatap kosong pada bangun
"Aku pamit." Zayyan berdiri lalu segera keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Reigha, daddynya dan Rafael yang sudah menampilkan raut muka penuh penyesalan. Daddynya benar, dia sudah sangat jauh dari saudara-saudaranya. "Lima tahun Zayyan menunggu Kina sembuh, Kina melupakannya dan sampai detik ini Kina masih belum sepenuhnya sembuh." Reigha bersuara, "lalu kau dan kemarin malah membully-nya. Untuk anak itu tidak mempermasalahkan.""Nathalia melakukan hal yang sama dengan Sheila, Kakak Kina. Dia pernah mengaku menjadi mama dari Zana, berusaha menarik perhatian orangtua Kina dan tentunya ingin merebut Zayyan dari Kina. Kina baru saja mengetahui kejahatan kakaknya, di mana selama lima tahun terakhir ini dia lupa semuanya. Termasuk Zayyan! Dia baru tahu, masih trauma dengan kejahatan kakaknya lalu ada Nathalia yang sangat mirip dengan kakaknya. Samantha–dokter Kina, menyebut jika Kina mengalami trauma pada Sheila, semua yang mirip dengan kakaknya adalah ancaman bagi kesehatan jiw
"Aaahk!" Zana menjerit cukup kencang saat rambutnya ditarik sangat kasar oleh seorang anak laki-laki, sepupunya. "Lepaskan rambutku, Doni!" jerit Zana. Anak itu melepas rambut Zana akan tetapi merampas jepitan pita di kepala Zana. Setelah itu, jepitan tersebut di lempar lalu diinjak oleh anak bernama Doni tersebut. "Hei!" galak Kina yang buru-buru berjalan ke arah putrinya dan anak kecil yang nakal tersebut. Kina mendorong pelan Doni lalu meraih pita putrinya yang sudah kotor. Sedangkan anak kecil itu, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Dia melihat mamanya lewat. "Ahk … Mama …," tangis Doni, anak laki-laki berusia sembilan tahun. Tangisannya berhasil membuat mamanya datang, di mana Maudi langsung menghampiri putranya dengan tergesa-gesa. Sedangkan Kina, dia berdecis sinis melihat tingkah anak itu–sembari merapikan rambut putrinya. "Kamu!" teriak Maudi pada Kina. "Perempuan sinting dan gila! Anak kecil begini … kamu lukai. Siku tangan putraku terluka gara-gara kamu," marah
"Ada apa ini?" Gabriel menatap sekitar. Awalnya dia hanya lewat, akan tetapi melihat otang-orang keluar serta sempat mendengar keributan, dia memilih untuk melihat kondisi. "Granddad," pekik Zana, langsung berlari ke arah kakeknya–di mana dia langsung memeluk kaki sang kakek. Sembari masih memeluk kaki kakeknya, Zana mengadukan perihal hal yang terjadi. Dia mendongak, "Granddad, Mommy tidak salah. Mommy hanya membalas perbuatan Doni padaku dengan cara menarik rambut Tante Maudi. Soalnya Doni menarik rambutku dan merusak jepitan pitaku. Mommy tidak salah, Granddad," ucap Zana dengan nada redup, sedikit bergetar karena benar-benar takut mommynya kembali dijahati seperti di pantai kemarin. "Jangan memarahi Mommy …," pinta Zana lagi, menatap kakeknya dengan manik berkaca-kaca dan bibir yang melengkung ke bawah. Orang-orang sudah berkumpul, mereka pasti ingin menghakimi mommynya seperti kemarin. Kina hanya diam, menatap putrinya dengan peras
"Mas, masalah kenapa kita pulang mendadak-- itu karena apa yah? Apa karena aku?" tanya Kina hati-hati, menatap gugup pada suaminya, "maafkan aku jika aku penyebabnya. Sepupu-sepupumu pasti marah padamu karena liburan mereka hancur karenaku." "Itu pulau kita, Darling. Kenapa kau meminta maaf, humm? Seandainya Daddy tidak menyuruh pulang, aku sudah berniat mengusir mereka dari sana. Terlalu berisik dan mengganggu," ucap Zayyan, berkata berat dan serak. Dia mendongak ke arah istrinya, menatap Kina dengan intens dan dalam. Anak kucing yang menggemaskan! Kina memicingkan mata, menatap Zayyan lekat dan teliti. Dia selalu merinding disko apabila mendengar suara berat suaminya. Jantungnya selalu berdebar kencang. Kina benar-benar bermasalah dengan suara Zayyan! "Loooo …," seru Kina dengan bernada, mendadak tes vokal hanya karena merasa terganggu oleh suara serak-serak basah Zayyan. Pasti pria ini sengaja. 'Dia kan mesum bin hot
"Nama-nama hewan yang awalnya dari huruf N-- Nathalia!" jawab Kina dengan penuh kepercayaan diri dan bersemangat empat lima. Mendengar itu, Zana membelalak lebar lalu mulut terbuka tetapi buru-buru ditutup oleh tangan mungilnya. Kina meniru Zana, ikut menutup mulut dan menunjukkan ekspresi kaget. Sedangkan Zayyan, dia geleng-geleng kepala melihat dua perempuan kesayangannya yang sama-sama bertingkah menggemaskan. "Astaga, Mommy. Ber-do-sa!" peringat Zana yang saat ini memajukan tangan ke arah Kina, di mana jari telunjuk berdiri lalu ia goyang-goyangkan dan jari lain dilipat ke dalam telapak tangan. "Apanya yang berdosa? Kan benar kalau Nathalia itu hewan. Atau kamu yang belum pernah dengar ceritanya?" Zana menggelengkan kepala, bersama dengan Zayyan yang memilih untuk bergabung dengan putri dan istrinya. Dia duduk di belakang keduanya, di sofa. Sedangkan Kina dan Zana sedari tadi memang duduk di atas lantai yang beralaskan karpet tebal yang lembut dan nyaman. Keduanya memang lebih
"Kenna." Zana menoleh cepat pada Daddynya. "Ada apa, Daddy?" "Tidur." ucap Zayyan singkat. Zana menganggukkan kepala, tipe yang sangat patuh dan penurut pada sang daddy. Zana pamit pada orang tuanya dan segera beranjak dari sana. Zana merasa sangat senang dan bahagia, karena semakin ke sini dia semakin dekat dengan daddynya. Tak seperti dulu, di mana jika ingin menemui sang daddy, Zana lebih dulu mengumpet di balik tembok–memantau daddynya dan setelah dipanggil oleh sang daddy barulah dia mendekat. "Sekarang kau harus menemaniku," ucap Zayyan, turun dari sofa lalu duduk di sebelah Kina. Meskipun sudah dibereskan oleh Kina, Zayyan tetap mengambil buku sketsa istrinya. Baru dan diberikan oleh Zayyan sendiri. Zayyan memeriksa buku tersebut, memantau pekerjaan istrinya. Dia tersenyum, bangga dan salut dengan Kina. Sejujurnya Kina tidak membutuhkan pekerjaan apapun. Selain punya suami yang kaya, Kina juga punya kekayaan sendiri dari neneknya. Zayyan tahu itu! Namun, Kina ingin berdir
"Agk." Ringisan sakit akibat punggung yang terbentur ke sebuah rak, terdengar hingga ke ujung lorong. Sayangnya tak ada yang datang untuk membantu. Lorong itu sepi, dan adapun pengunjung lain, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Rata-rata dari mereka menutup telinga dengan headphone supaya fokus membaca atau mencari buku. Kina memejamkan mata erat, sudah pasrah jika tubuhnya harus bersentuhan dengan Edgar. Dia sudah tak memikirkan semisal dia berakhir dipelukan pria ini, daripada anak dalam perutnya kenapa-napa. Bug' Kina yang masih memejamkan mata bisa merasakan wajahnya menabrak dada bidang yang terasa keras dan kokoh. Aroma harus seketika menyeruak, menusuk indra penciuman Kina. Mengenali aroma parfum tersebut, mata Kina langsung terbuka. Dia mendongak, menatap kaget pada sosok pria tinggi yang menangkap tubuhnya. "Mas Zayyan," gumam Kina pelan, mengucek mata saking tak percaya dengan penglihatannya. Bukankah seharusnya yang menangkap tubuhnya adalah Edgar? Lalu kenapa
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali