"Aaahk!" Zana menjerit cukup kencang saat rambutnya ditarik sangat kasar oleh seorang anak laki-laki, sepupunya. "Lepaskan rambutku, Doni!" jerit Zana. Anak itu melepas rambut Zana akan tetapi merampas jepitan pita di kepala Zana. Setelah itu, jepitan tersebut di lempar lalu diinjak oleh anak bernama Doni tersebut. "Hei!" galak Kina yang buru-buru berjalan ke arah putrinya dan anak kecil yang nakal tersebut. Kina mendorong pelan Doni lalu meraih pita putrinya yang sudah kotor. Sedangkan anak kecil itu, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Dia melihat mamanya lewat. "Ahk … Mama …," tangis Doni, anak laki-laki berusia sembilan tahun. Tangisannya berhasil membuat mamanya datang, di mana Maudi langsung menghampiri putranya dengan tergesa-gesa. Sedangkan Kina, dia berdecis sinis melihat tingkah anak itu–sembari merapikan rambut putrinya. "Kamu!" teriak Maudi pada Kina. "Perempuan sinting dan gila! Anak kecil begini … kamu lukai. Siku tangan putraku terluka gara-gara kamu," marah
"Ada apa ini?" Gabriel menatap sekitar. Awalnya dia hanya lewat, akan tetapi melihat otang-orang keluar serta sempat mendengar keributan, dia memilih untuk melihat kondisi. "Granddad," pekik Zana, langsung berlari ke arah kakeknya–di mana dia langsung memeluk kaki sang kakek. Sembari masih memeluk kaki kakeknya, Zana mengadukan perihal hal yang terjadi. Dia mendongak, "Granddad, Mommy tidak salah. Mommy hanya membalas perbuatan Doni padaku dengan cara menarik rambut Tante Maudi. Soalnya Doni menarik rambutku dan merusak jepitan pitaku. Mommy tidak salah, Granddad," ucap Zana dengan nada redup, sedikit bergetar karena benar-benar takut mommynya kembali dijahati seperti di pantai kemarin. "Jangan memarahi Mommy …," pinta Zana lagi, menatap kakeknya dengan manik berkaca-kaca dan bibir yang melengkung ke bawah. Orang-orang sudah berkumpul, mereka pasti ingin menghakimi mommynya seperti kemarin. Kina hanya diam, menatap putrinya dengan peras
"Mas, masalah kenapa kita pulang mendadak-- itu karena apa yah? Apa karena aku?" tanya Kina hati-hati, menatap gugup pada suaminya, "maafkan aku jika aku penyebabnya. Sepupu-sepupumu pasti marah padamu karena liburan mereka hancur karenaku." "Itu pulau kita, Darling. Kenapa kau meminta maaf, humm? Seandainya Daddy tidak menyuruh pulang, aku sudah berniat mengusir mereka dari sana. Terlalu berisik dan mengganggu," ucap Zayyan, berkata berat dan serak. Dia mendongak ke arah istrinya, menatap Kina dengan intens dan dalam. Anak kucing yang menggemaskan! Kina memicingkan mata, menatap Zayyan lekat dan teliti. Dia selalu merinding disko apabila mendengar suara berat suaminya. Jantungnya selalu berdebar kencang. Kina benar-benar bermasalah dengan suara Zayyan! "Loooo …," seru Kina dengan bernada, mendadak tes vokal hanya karena merasa terganggu oleh suara serak-serak basah Zayyan. Pasti pria ini sengaja. 'Dia kan mesum bin hot
"Nama-nama hewan yang awalnya dari huruf N-- Nathalia!" jawab Kina dengan penuh kepercayaan diri dan bersemangat empat lima. Mendengar itu, Zana membelalak lebar lalu mulut terbuka tetapi buru-buru ditutup oleh tangan mungilnya. Kina meniru Zana, ikut menutup mulut dan menunjukkan ekspresi kaget. Sedangkan Zayyan, dia geleng-geleng kepala melihat dua perempuan kesayangannya yang sama-sama bertingkah menggemaskan. "Astaga, Mommy. Ber-do-sa!" peringat Zana yang saat ini memajukan tangan ke arah Kina, di mana jari telunjuk berdiri lalu ia goyang-goyangkan dan jari lain dilipat ke dalam telapak tangan. "Apanya yang berdosa? Kan benar kalau Nathalia itu hewan. Atau kamu yang belum pernah dengar ceritanya?" Zana menggelengkan kepala, bersama dengan Zayyan yang memilih untuk bergabung dengan putri dan istrinya. Dia duduk di belakang keduanya, di sofa. Sedangkan Kina dan Zana sedari tadi memang duduk di atas lantai yang beralaskan karpet tebal yang lembut dan nyaman. Keduanya memang lebih
"Kenna." Zana menoleh cepat pada Daddynya. "Ada apa, Daddy?" "Tidur." ucap Zayyan singkat. Zana menganggukkan kepala, tipe yang sangat patuh dan penurut pada sang daddy. Zana pamit pada orang tuanya dan segera beranjak dari sana. Zana merasa sangat senang dan bahagia, karena semakin ke sini dia semakin dekat dengan daddynya. Tak seperti dulu, di mana jika ingin menemui sang daddy, Zana lebih dulu mengumpet di balik tembok–memantau daddynya dan setelah dipanggil oleh sang daddy barulah dia mendekat. "Sekarang kau harus menemaniku," ucap Zayyan, turun dari sofa lalu duduk di sebelah Kina. Meskipun sudah dibereskan oleh Kina, Zayyan tetap mengambil buku sketsa istrinya. Baru dan diberikan oleh Zayyan sendiri. Zayyan memeriksa buku tersebut, memantau pekerjaan istrinya. Dia tersenyum, bangga dan salut dengan Kina. Sejujurnya Kina tidak membutuhkan pekerjaan apapun. Selain punya suami yang kaya, Kina juga punya kekayaan sendiri dari neneknya. Zayyan tahu itu! Namun, Kina ingin berdir
"Agk." Ringisan sakit akibat punggung yang terbentur ke sebuah rak, terdengar hingga ke ujung lorong. Sayangnya tak ada yang datang untuk membantu. Lorong itu sepi, dan adapun pengunjung lain, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Rata-rata dari mereka menutup telinga dengan headphone supaya fokus membaca atau mencari buku. Kina memejamkan mata erat, sudah pasrah jika tubuhnya harus bersentuhan dengan Edgar. Dia sudah tak memikirkan semisal dia berakhir dipelukan pria ini, daripada anak dalam perutnya kenapa-napa. Bug' Kina yang masih memejamkan mata bisa merasakan wajahnya menabrak dada bidang yang terasa keras dan kokoh. Aroma harus seketika menyeruak, menusuk indra penciuman Kina. Mengenali aroma parfum tersebut, mata Kina langsung terbuka. Dia mendongak, menatap kaget pada sosok pria tinggi yang menangkap tubuhnya. "Mas Zayyan," gumam Kina pelan, mengucek mata saking tak percaya dengan penglihatannya. Bukankah seharusnya yang menangkap tubuhnya adalah Edgar? Lalu kenapa
"Aku ingin donat salju," jawab Kina, keukeuh tetap di posisi itu sampai Zayyan mau membelikan donat salju padanya. Sejujurnya, Kina sangat malu saat ini. Dia tidak tahu kenapa dia bisa melakukan hal konyol ini, sok-sokan merajuk dan berniat berjongkok sepanjang hari di sini hanya demi donat. Akan tetapi, dia sudah terlanjur malu, menyudahinya pun Kina malu. Hais, Kina jijik sendiri dengan tingkahnya. Putrinya saja yang masih kecil tak pernah se niat ini saat sedang merajuk. Ada apa dengannya? Zayyan menarik lengan Kina cukup kuat, membuat perempuan itu spontan berdiri. Lalu tanpa mengatakan apa-apa, Zayyan membawa Kina ketempat yang di maksud. Coffee shop! "Ehehehe …." Kina seketika lupa pada rasa malu yang sempat melanda, terlalu senang karena Zayyan akhirnya menurut juga padanya–membawanya ke coffee shop tersebut. Setelah di dalam dan di depan barista, Kina menyengir lebar pada Zayyan. Kina menarik lengan tu
"Dari … larangan. Kan Mas Zay melarangku untuk keluar rumah." "Apa yang kau lakukan selama di luar?" tanya Zayyan, seolah-olah tak tahu apa yang sedang istrinya perbuat. Padahal Kina masih di perjalanan pun, dia sudah menyusul istrinya. Dia jelas tahu. "Aku hanya ke toko buku untuk mencari buku yang mengupas tentang olahraga. Setelah tiba di toko, aku berjalan dari pintu menuju rak nomor satu. Aku memeriksa di sana dan ternyata …-" "Tidak perlu menjelaskan bagian itu," potong Zayyan, melayangkan tatapan dingin pada Kina. Hell! Anak kucing ini!!"Kau bertemu dengan seseorang dan seseorang itu lelaki. Apa kau dan dia melakukan perjanjian sebelum bertemu, Kina Anggita Azam?!" tanya Zayyan melanjutkan. 'Hais, nama panjangku sudah disebut. Puncak gawat darurat seorang Kina adalah ketika Mas suami sudah menyebut nama lengkap ku. Haaaah … reflek lupa cara bernafas. Untung di Yo-uTube ada tutorialnya.' Kina menggaruk pi