Beranda / Pernikahan / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 12. Bertemu Tak Sengaja

Share

Bab 12. Bertemu Tak Sengaja

Penulis: DLaksana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Rani pun membereskan sisa sarapannya dan merapikan semua yang ada di atas meja lalu membawanya ke dapur.

Saat dirinya sibuk mencuci piring. Terdengar suara ponselnya yang dering. Di sana terlihat nama Marko yang muncul di layar pipihnya yang menyala.

Sempat ragu akan menjawab atau tidak. Namun, karena berdering hampir tiga kali membuat Rani mau tak mau akhirnya menggeser tombol hijau ke arah kanan.

“Ada apa?” tanya Rani singkat.

“Kenapa tidak menjawab panggilanku sedari tadi, hah?” sungut Marko kesal.

Rani hanya terdiam tak menjawab pertanyaan dari Marko.

“Kita sudah tidak ada urusan. Jadi, jangan pernah hubungi aku lagi,” sahut Rani mengalihkan ke yang lain.

Marko menyeringai tersenyum di seberang sana.

“Mentang-mentang kamu sudah dinikahi oleh pria kaya raya, jadi kamu seenaknya bicara seperti itu, hah?” cecar Marko berteriak.

Rani menjauhkan ponselnya dari telinganya karena suara keras Marko.

“Maaf, aku sibuk jangan pernah hubungi aku lagi!”

Rani pun mematikan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 13. Memperingatkan

    Rani terkejut saat melihat seseorang yang wajahnya sangat tak asing baginya. Sama halnya dengan Rani. Seseorang yang memakai jaz warna abu-abu juga ikut terkejut. “Rani?” ucap Pria itu memanggil wanita di hadapannya. Sontak Rani langsung tersenyum tipis saat mengingat jika pria di hadapannya saat ini adalah pria yang selalu memakai jasanya. “Tuan,” sapa Rani gugup. “Wah, aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini. Aku kira kamu hanya menetap di Bali,” kata pria itu dengan memasang wajah senang. “Aku sudah pindah ke sini, Tuan.” “Baguslah kalau gitu. Jadi, aku tidak perlu jauh ke Bali untuk menemuimu,” kata pria itu lagi tersenyum. Rani yang paham dengan ucapan pria itu pun langsung mencari alasan yang lain agar obrolannya saat ini segera disudahi. Karena, pembahasan pria itu mengarah pada dirinya yang dikira masih menjadi wanita malam. “Maaf, Tuan. Aku harus pergi!” pamit Rani. Namun, pria itu langsung mencekal tangan kiri Rani, membuat si Rani mau tak mau menghen

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 14. Bumerang Untuk Rani

    Kalisa menepuk jidatnya sendiri setelah mendengar ucapan Rani. Ia pun membuang napas panjang, ia tak habis pikir jika temannya itu benar-benar melakukan pernikahannya dengan perasaan. Padahal sudah jelas, yang dilakukan Rani bisa menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. “Ya, sudahlah. Terserah lo aja, Ran. Awas aja kalau lo nangis gara-gara suami lo itu! Gue jitak!” ancam Kalisa tegas. Rani hanya bisa mengangguk dengan tersenyum tak bersalah. Setelah hampir setengah hari mengobrol dan berkeliling di mall. Rani dan Kalisa pun menyudahi pertemuannya kali ini. Kalisa yang membawa mobil, ia pun berinisiatif mengantar Rani pulang. Saat sudah sampai di depan rumah mewah milik Galvin. Kalisa tercengang dengan melihat ke sekeliling tempat tinggal yang Rani tempati. “Lo, beneran tinggal di sini?” tanya Kalisa tak percaya. Rani mengangguk. “Ya, beneranlah. Oh, ya, lo, mau mampir nggak?” ajak Rani setelah turun dari mobil Kalisa. Kalisa yang masih di dalam mobil menggeleng. “Tid

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 15. Mengajak Bertemu

    Rani seketika menggeleng menolak permintaan dari Galvin yang meminta lebih. “Kenapa?” tanya Galvin penasaran. Padahal gair*hnya sudah di ujung puncak. “Maaf, Tuan. Jangan di mobil, kita bisa melakukannya nanti setelah makan. Aku sangat lapar,” jawab Rani dengan polos. Galvin yang tadinya sedikit kecewa, seketika tertawa mendengar alasan dari istri keduanya itu. Ia pun menjauhkan badannya ke tempat semula. Lalu ia menyalakan mobil dan berjalan ke tempat resto yang akan di tuju. Rani sendiri tersenyum sambil memandang ke arah jendela. Jantungnya semakin berdebar tak terkira. Padahal ia ingin menghilangkan perasaannya yang tumbuh secara tiba-tiba. Namun, bukannya memudar, malahan semakin mendalam. Sesampainya di tempat makan yang di tuju. Galvin pun memarkirkan mobilnya di tempat yang disediakan. Setelah mobil berhenti, ia turun lalu berlari untuk membukakan pintu sebelah kiri agar dengan mengajak Rani keluar. “Terima kasih, Tuan,” ucap Rani tersenyum. “Hayo,” ajak Galvin

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 16. Menginap di Hotel

    Di perjalanan, Rani sedikit bingung karena kali ini jalanan yang dilewati bukan ke arah kediaman milik suaminya. Rani pun menoleh ke arah samping kanan, meminta jawaban. Galvin yang peka terhadap lirikan Rani hanya bisa tersenyum. “Aku akan mengajakmu jalan-jalan keliling Jakarta. Apa kamu keberatan? Kalo iya, aku bisa berputar balik kembali ke arah pulang,” ucap Galvin dengan menatap ke arah Rani. Seketika Rani yang cukup terkejut mendengar ajakan dari Galvin. Hanya bisa tercengang.“Mau atau tidak?” ulang Galvin bertanya. Rani pun hanya mengangguk pelan. Galvin tersenyum, lalu ia pun menancapkan gas mobilnya secara cepat ke arah kota. Di pertengahan perjalanan, tiba-tiba Galvin membuka atap mobilnya, wajah Rani pun seketika diterpa angin malam yang cukup kencang. Tentu saja, ini pengalaman pertama yang baru dirasakan oleh Rani naik mobil terbuka. “Wah, indah sekali!” gumam Rani dengan mendongak ke atas melihat sekeliling gedung tinggi. “Berdirilah, jika kamu ingin men

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 17. Pertemuan

    Pergulatan panas antara sepasang suami istri itu pun berlarut hingga pagi. Rani bahkan sampai terkapar tak berdaya melayani Galvin yang ternyata sekuat itu. Hampir empat kali berhubungan yang mereka lakukan. Kini Rani yang masih lemas, ia tersenyum bisa merasakan bercinta dengan perasaan. “Seperti ini rasanya bercinta dengan seseorang yang kita sukai, rasanya sangat berbeda. Terima kasih, Tuan. Untuk semuanya,” gumam Rani dengan memandang Galvin yang terlelap. Ia pun ikut memejamkan kedua matanya. Tangannya sengaja memeluk tubuh suaminya, karena jika istri pertama kembali ke rumah. Mungkin akan sulit seperti ini. Rani pun memutuskan untuk tidur kembali. Tidur di dalam dekapan tuan Galvin yang sudah membuat dirinya mengerti tentang mencintai. Pagi harinya, Rani yang lebih dulu bangun. Ia sudah berdandan rapi memakai baju yang dipesan oleh suaminya semalam. Ia juga memoles sedikit wajahnya dengan riasan yang dibawa di dalam tasnya. Meski hanya dengan bedak dan lipstik. Namun

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 18. Sebuah Rencana

    Di perjalanan pulang, Siska sedari tadi menatap jendela mobil dengan tatapan yang kosong. Pikirannya di penuhi oleh ucapan Marshel yang sudah membuat dia berpikir keras memikirkan suaminya. Ucapan yang dikatakan Marshel pun terlintas kembali di mana saat dia sedang memberi tawaran kepadanya. “Bagaimana?” ulang Marshel. “Memangnya rencana apa yang ingin kamu buat?” Siska bertanya lebih dulu. “Itu biar aku beritahu nanti, yang terpenting kamu kali ini mau dipihakku, itu sudah lebih cukup!” sahut Marshel senang. Siska membuang napas pelan. “Katakan saja, Shel. Jika tidak, aku menolak tawaranmu!” desisnya serius. “Baiklah, akan aku beritahu. Mendekatlah,” pinta Marshel kepada Siska. Siska mau tak mau memajukan wajahnya sampai jarak dia dan Marshel hanya satu jengkal. Lalu membisikkan sebuah kalimat panjang yang membuat Siska melolot seketika. “Apa itu tidak bahaya?” tanya Siska merasa kurang setuju. “Memangnya kenapa?” Marshel berbalik tanya. “Karena kamu harus tahu, m

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 19. Tiba-tiba Berubah

    Galvin terkejut akan sentuhan dari Rani yang memeluknya dari belakang. Apalagi mendengar panggilan Rani kepadanya membuat ia semakin merasa bersalah kepada Siska. “Lepaskan, Rani!” bentak Galvin spontan. Senyum Rani yang lebar, seketika terkejut mendengar suara tinggi dari suaminya. “Maaf, Tuan. Atas panggilannya,” ucap Rani merasa bersalah telah memanggil sebutan itu kepada Galvin. Galvin menghela napas panjang. “Tidak apa, lain kali jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi. Hanya Siska yang boleh mengucapnya,” timpalnya lirih. Rani pun mengangguk pelan. “Cepat pakai bajumu, kita akan pulang sekarang,” sambung Galvin kembali tanpa melihat ke arah Rani. Rani sendiri dibuat bingung oleh sikap suaminya yang tiba-tiba berubah. Padahal saat bermain tadi, Galvin bersikap begitu manis padanya. “Kenapa kamu malah melamun, cepat pakai bajumu!” hardik Galvin. Rani lagi-lagi mengangguk cepat. Ia pun segera memakai baju yang berserakan di lantai. Setelah rapi, ia langsung men

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 20. Bayangan Semu

    “Hai, Tante. Apa kabar?” sahut seseorang yang bernama Haris dengan mendekat ke arah Helena. Galvin dan juga Frans ikut berdiri menyambut kedatangan Haris. Namun, berbeda dengan Rani saat ini. Ia sedikit syok saat melihat pria yang kini memandang ke arahnya dengan tatapan yang sama terkejutnya. “Rani? Kamu di sini?” sapa Haris spontan. Rani membelalak saat Haris dengan entengnya memanggil namanya di depan keluarga suaminya. Rani hanya tersenyum tipis menanggapi panggilan dari pria itu. “Kamu, kenal Rani?” Galvin seketika bertanya dengan melirik ke arah istri keduanya. Haris mengangguk. “Sangat kenal.” Galvin mengerutkan dahinya. Bukan hanya Galvin, tetapi Helena bahkan Frans ikut tercengang kali ini. “Rani ini adalah ....” “Eh, Tuan Haris. Kita ketemu di sini,” sela Rani cepat. “Senang bertemu dengan Anda lagi,” sambungnya tersenyum. “Aku juga senang bertemu denganmu di sini,” kata Haris dengan mendudukkan bokongnya di kursi makan persis di depan Rani. “Kok, kali

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 29. Pergulatan Panas

    “Aku tidak suka, kalo kamu pergi tanpa seizinku, Rani!” pekik Galvin emosi. “Tapi, Mas ....” Rani hendak bicara, namun tanpa diduga bibirnya kini dilumat oleh Galvin hingga ia hampir kehabisan oksigen. Dia mendorong tubuh Galvin dengan keras. Hingga membuat tubuh suaminya itu terpental jatuh di atas ranjangnya. “Kenapa kamu sekasar ini, Mas? Apa salahku!” gertaknya tak terima. Galvin mendengkus. “Karena ini hukuman yang pantas untukmu, Rani!” sangkalnya menatap dingin. Rani menggeleng cepat. Ia lalu meninggalkan suaminya dengan masuk ke kamar mandi, tidak lupa juga menguncinya dari dalam. Setelah itu ia tatap wajahnya yang cukup berantakan. Lipstik yang ia pakai juga sudah belepotan ke mana-mana. Air matanya tak bisa ditahan lagi. Ia menghapus jejak air matanya yang berulang kali keluar. “Hanya karena pulang bersama mas Haris. Mas Galvin sampai semarah itu,” desisnya tak habis pikir. *** Setelah hampir dua jam lebih berada di dalam kamar mandi. Kini Rani keluar s

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 28. Diantar Pulang

    Kalisa menarik lengan mantan kekasihnya hingga dia berbalik ke hadapannya. Suara tamparan keras pun terdengar saat tangan mungil Kalisa mendarat ke pipi kiri mantannya itu. “Beraninya lo jalan sama wanita lain, sedangkan hutang lo aja belum dibayar!” cecarnya emosi. Marshel Gunawan, mantan kekasih dari Kalisa memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan dari mantan kekasihnya itu. Ia mendengkus kesal kali ini. “Gue akan balikin secepatnya!” desisnya meninggi. “Kalau lo tetap memaksa, gue bisa aja sebarin rahasia kita!” ancamnya membuat wajah Kalisa yang kesal langsung melunak. “Jangan cuman berani mengancam saja, ya, Shel!” pekik Kalisa. Ia juga menatap ke wanita di samping Marshel dengan penuh amarah. “Sebelum lo jadi mangsa selanjutnya, lebih baik putusin dia, carilah yang lebih baik darinya!” tuduhnya membuat si wanita itu menunduk takut.“Jaga bicaramu, Lisa!” geram Marshel mendorong tubuh Kalisa hingga terhuyung ke arah lantai. Untung saja, Marko dengan sigap men

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 27. Tinggal Satu Atap

    Beberapa hari kemudian. Setelah dinyatakan hamil, keadaan Rani cukup berbeda. Bukan hanya Galvin yang selalu mengkhawatirkan dirinya, tetapi sekarang Helena bersikap yang sama. Rani begitu bahagia diperlakukan sebaik itu oleh ibu mertuanya. Dari pakaian dan juga makanan, Helena sangat antusias menyiapkan semuanya untuk Rani. Tentu saja, hal itu membuat Siska semakin cemburu atas sikap Helena pada istri kedua suaminya. Rani seperti biasa setiap pagi ia kan menyirami tanaman di kebun samping rumah milik suaminya. Semenjak hamil, ia menjadi menyukai tanaman. “Bisa nggak, hamil jangan bikin manja atau caper ke semua orang! Jijik tahu nggak lihatnya!” desis Siska yang tiba-tiba berdiri di samping Rani. Rani memutar tubuhnya ke arah samping. Ia tatap wajah istri pertama suaminya dengan membuang napas secara pelan. “Siapa yang manja?” tanya Rani dengan kembali fokus ke arah tanaman. “Kamu tuh, ya!” geram Siska kesal. Tangannya yang terangkat seketika ia hempaskan secara kasar.

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 26. Merasa Semakin Jauh

    Rani di antar oleh Helena dan Frans sampai di kediaman Galvin. Meski wajahnya terlihat murung dan lesu, tetapi Rani harus menunjukkan senyum lebarnya kepada kedua orang tua suaminya. “Kamu istirahat saja di kamar, jangan terlalu banyak beraktivitas. Kalo perlu sesuatu panggil saja bi Inah. Dia yang akan ku suruh untuk menjagamu setiap saat,” titah Helena saat sudah masuk ke dalam rumah putranya. Bi Inah sendiri adalah pelayan kepercayaannya yang sengaja ia datangkan langsung dari rumahnya. Karena ini menyangkut cucu kesayangannya. Membuat Helena enggan mencari orang baru, ia belum sepenuhnya percaya kepada orang baru bahkan pembantu baru yang bekerja di rumah putranya saat ini. “Terima kasih, Bu. Ini suatu kehormatan untukku,” kata Rani tersenyum trenyuh. Helena seketika menggeleng. “Tidak perlu berkata seperti, Rani. Kamu sudah saya anggap seperti anakku, yang terpenting cucuku nantinya bisa lahir dengan sehat,” sahutnya lagi. Rani hanya tersenyum tak menjawab. Ia rasanya s

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 25. Sakit Tak Berdarah

    Satu jam pun berlalu. Keluarga Galvin dan istri pertamanya kini telah sampai di rumah sakit. Helena langsung memeluk Rani saat sudah berada di dalam ruang IGD. “Sayang, terima kasih untuk kehamilanmu,” ucapnya dengan lembut. “Iya, Bu. Terima kasih,” jawab Rani terharu. Frans juga mengucapkan selamat, di belakangnya kini tinggal Siska yang masih terdiam berdiri sembari menatap ke arah istri kedua suaminya. “Selamat, Rani. Jaga dirimu baik-baik selama 9 bulan,” kata Siska setelah mengurai pelukannya. “Terima kasih, Mbak,” sahut Rani tersenyum. Rani sedikit senang dengan ucapan Siska yang menurutnya enak di dengar. Entah ini hanya karena ada kedua mertuanya dia bersikap baik, atau memang senang mendengar atas kehamilannya. “Bu, kata Dokter, Rani sudah diperbolehkan pulang sekarang,” ucap Galvin saat masuk ke dalam ruangan. Saat orang tuanya datang. Dia memang dipanggil oleh suster untuk menemui sang dokter. “Syukurlah, hayo, Rani. Ibu dan ayah akan mengantarmu. Biar Siska

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 24. Hamil?

    Bibir Rani seketika sulit terucap mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Galvin. “M-as!” sapa Rani gugup. “Jawab, ucapanku Rani! Siapa dia?” bentak Galvin terbawa emosi. Marko yang mendengar bentakan Galvin tidak terima, meski ia dulunya kasar kepada Rani. Melihat Rani diperlakukan seperti itu hatinya terasa sakit. “Aku Marko, kerabat Rani.” Marko akhirnya yang menjawab. Sebab, Rani masih saja terdiam.“Aku tidak bertanya kepadamu!” hardik Galvin menatap ke arah Marko. “Jawab, Rani! Siapa dia?” ulangnya geram. “Marko benar, Mas. Dia kerabatku, lebih tepatnya saudara dari ibu.” Rani berkata jujur. Kedua matanya yang mengembun kini menetes dengan menatap ke arah wajah Galvin yang memerah. “Kita pulang sekarang!” ajak Galvin dengan menarik lengan kanan Rani secara kasar. Namun, tangan kiri Rani ditahan oleh Marko. “Jangan bersikap kasar kepadanya!” tekan Marko tak terima. Rani pun menengok ke arah belakang di mana Marko berada. Ia seperti salah mendengar ucapan yang dika

  • Istri Kedua Sang Presdir    Ba 23. Tolong, Bantu Sahabatku

    Kalisa yang melihat Rani di depan pintu kamarnya seketika langsung tak sadarkan diri. Hal itu membuat Rani semakin panik, dengan cepat pula ia menghampiri ranjang sahabatnya mencoba membangunkan. “Kalisa! Bangun, Sa!” teriak Rani dengan kencang. Namun, suara Rani tetap tak bisa membangunkan keadaan Kalisa yang terpejam. Rani bingung harus menghubungi siapa karena di sini tak mempunyai kerabat selain Galvin. Terbesit dalam benak Rani nama Marko di pikirannya. Tanpa menunggu lama, ia langsung mencari nomor pria itu di ponselnya. Lalu menghubungi untuk ke apartemen Kalisa. “Baik, aku akan ke sama sekarang!” jawaban Marko membuat hati kecil Rani lega.“Terima kasih, Marko.” Ucapan Rani untuk pertama kali kepada Marko. Karena sedari dulu hanya umpatan yang sering ia keluarkan kepada Marko si penagih hutang. Rani pun turun dari ranjang Kalisa. Ia akan mencari sesuatu yang akan menjadi bukti nanti. Setelah mencari ke seluruh kamar sahabatnya. Tidak ada satu pun benda yang mencurig

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 22. Harus Waspada

    Satu minggu kemudian. Hampir satu bulan Rani menyandang status sebagai seorang istri. Meski hanya sebagai istri kedua, tetapi Rani merasa kehidupannya mulai berubah. Ia pun kini tidak perlu lagi bersusah payah mencari selembar uang untuk menghidupi kesehariannya. Sebab, kini semua kebutuhan sudah tercukupi. Di pagi ini dengan suasana yang cerah. Rani disibukkan oleh beberapa tanaman bunga yang sengaja ia tanam. Meski tidak mendapat persetujuan dari istri pertama suaminya. Namun, untung saja Galvin sebagai sang suami tetap mengizinkan. Hal itu membuat Rani merasa senang oleh sikap Galvin yang semakin hari semakin perhatian. Disaat fokus menyirami, Rani sampai tidak tahu jika Siska kini berada di belakangnya sembari melipat kedua tangan di d*danya. “Setelah selesai, beresin seluruh rumah. Aku hari ini ada acara sampai sore,” titah Siska. Rani terkejut mendengar perintah dari istri pertama suaminya. Sebab, Galvin pernah bicara jika hari ini akan kedatangan pembantu untuk me

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 21. Terbakar Cemburu

    “Jadi kamu sudah tahu siapa Rani?” tanya Galvin menatap tajam ke arah Haris. Haris sendiri hanya mengangguk. “Entah ini kebetulan atau bagaimana, aku juga sedikit kaget. Saat tahu wanita malam kesayanganku harus menjadi istri keduamu. Padahal dialah yang menjadi alasanku kembali ke tanah air, jika sedang berlibur,” sahutnya terang-terangan. “Seberapa lama kalian kenal? Jadi, kamu pernah tidur dengan Rani?” cecar Galvin penasaran. Hatinya semakin panas, tetapi ia harus tetap bisa menyembunyikan ekspresi kesal di wajahnya. “Kurang lebih satu tahun, jangankan tidur, bersetu—.” Galvin seketika langsung meninggalkan Haris seorang diri. Padahal Haris belum selesai berbicara. Kepergian Galvin yang begitu saja, membuat Haris menyeringai. Ia tahu jika sepupunya terbakar cemburu oleh ucapannya. Namun, Haris tak mempermasalahkan, sebab, ia berbicara sesuai kenyataan yang ia alami. Galvin berjalan ke arah kebun belakang. Ia langsung meraih tangan kiri Rani untuk berdiri. “Bangun, ki

DMCA.com Protection Status