Di perjalanan, Rani sedikit bingung karena kali ini jalanan yang dilewati bukan ke arah kediaman milik suaminya. Rani pun menoleh ke arah samping kanan, meminta jawaban. Galvin yang peka terhadap lirikan Rani hanya bisa tersenyum. “Aku akan mengajakmu jalan-jalan keliling Jakarta. Apa kamu keberatan? Kalo iya, aku bisa berputar balik kembali ke arah pulang,” ucap Galvin dengan menatap ke arah Rani. Seketika Rani yang cukup terkejut mendengar ajakan dari Galvin. Hanya bisa tercengang.“Mau atau tidak?” ulang Galvin bertanya. Rani pun hanya mengangguk pelan. Galvin tersenyum, lalu ia pun menancapkan gas mobilnya secara cepat ke arah kota. Di pertengahan perjalanan, tiba-tiba Galvin membuka atap mobilnya, wajah Rani pun seketika diterpa angin malam yang cukup kencang. Tentu saja, ini pengalaman pertama yang baru dirasakan oleh Rani naik mobil terbuka. “Wah, indah sekali!” gumam Rani dengan mendongak ke atas melihat sekeliling gedung tinggi. “Berdirilah, jika kamu ingin men
Pergulatan panas antara sepasang suami istri itu pun berlarut hingga pagi. Rani bahkan sampai terkapar tak berdaya melayani Galvin yang ternyata sekuat itu. Hampir empat kali berhubungan yang mereka lakukan. Kini Rani yang masih lemas, ia tersenyum bisa merasakan bercinta dengan perasaan. “Seperti ini rasanya bercinta dengan seseorang yang kita sukai, rasanya sangat berbeda. Terima kasih, Tuan. Untuk semuanya,” gumam Rani dengan memandang Galvin yang terlelap. Ia pun ikut memejamkan kedua matanya. Tangannya sengaja memeluk tubuh suaminya, karena jika istri pertama kembali ke rumah. Mungkin akan sulit seperti ini. Rani pun memutuskan untuk tidur kembali. Tidur di dalam dekapan tuan Galvin yang sudah membuat dirinya mengerti tentang mencintai. Pagi harinya, Rani yang lebih dulu bangun. Ia sudah berdandan rapi memakai baju yang dipesan oleh suaminya semalam. Ia juga memoles sedikit wajahnya dengan riasan yang dibawa di dalam tasnya. Meski hanya dengan bedak dan lipstik. Namun
Di perjalanan pulang, Siska sedari tadi menatap jendela mobil dengan tatapan yang kosong. Pikirannya di penuhi oleh ucapan Marshel yang sudah membuat dia berpikir keras memikirkan suaminya. Ucapan yang dikatakan Marshel pun terlintas kembali di mana saat dia sedang memberi tawaran kepadanya. “Bagaimana?” ulang Marshel. “Memangnya rencana apa yang ingin kamu buat?” Siska bertanya lebih dulu. “Itu biar aku beritahu nanti, yang terpenting kamu kali ini mau dipihakku, itu sudah lebih cukup!” sahut Marshel senang. Siska membuang napas pelan. “Katakan saja, Shel. Jika tidak, aku menolak tawaranmu!” desisnya serius. “Baiklah, akan aku beritahu. Mendekatlah,” pinta Marshel kepada Siska. Siska mau tak mau memajukan wajahnya sampai jarak dia dan Marshel hanya satu jengkal. Lalu membisikkan sebuah kalimat panjang yang membuat Siska melolot seketika. “Apa itu tidak bahaya?” tanya Siska merasa kurang setuju. “Memangnya kenapa?” Marshel berbalik tanya. “Karena kamu harus tahu, m
Galvin terkejut akan sentuhan dari Rani yang memeluknya dari belakang. Apalagi mendengar panggilan Rani kepadanya membuat ia semakin merasa bersalah kepada Siska. “Lepaskan, Rani!” bentak Galvin spontan. Senyum Rani yang lebar, seketika terkejut mendengar suara tinggi dari suaminya. “Maaf, Tuan. Atas panggilannya,” ucap Rani merasa bersalah telah memanggil sebutan itu kepada Galvin. Galvin menghela napas panjang. “Tidak apa, lain kali jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi. Hanya Siska yang boleh mengucapnya,” timpalnya lirih. Rani pun mengangguk pelan. “Cepat pakai bajumu, kita akan pulang sekarang,” sambung Galvin kembali tanpa melihat ke arah Rani. Rani sendiri dibuat bingung oleh sikap suaminya yang tiba-tiba berubah. Padahal saat bermain tadi, Galvin bersikap begitu manis padanya. “Kenapa kamu malah melamun, cepat pakai bajumu!” hardik Galvin. Rani lagi-lagi mengangguk cepat. Ia pun segera memakai baju yang berserakan di lantai. Setelah rapi, ia langsung men
“Hai, Tante. Apa kabar?” sahut seseorang yang bernama Haris dengan mendekat ke arah Helena. Galvin dan juga Frans ikut berdiri menyambut kedatangan Haris. Namun, berbeda dengan Rani saat ini. Ia sedikit syok saat melihat pria yang kini memandang ke arahnya dengan tatapan yang sama terkejutnya. “Rani? Kamu di sini?” sapa Haris spontan. Rani membelalak saat Haris dengan entengnya memanggil namanya di depan keluarga suaminya. Rani hanya tersenyum tipis menanggapi panggilan dari pria itu. “Kamu, kenal Rani?” Galvin seketika bertanya dengan melirik ke arah istri keduanya. Haris mengangguk. “Sangat kenal.” Galvin mengerutkan dahinya. Bukan hanya Galvin, tetapi Helena bahkan Frans ikut tercengang kali ini. “Rani ini adalah ....” “Eh, Tuan Haris. Kita ketemu di sini,” sela Rani cepat. “Senang bertemu dengan Anda lagi,” sambungnya tersenyum. “Aku juga senang bertemu denganmu di sini,” kata Haris dengan mendudukkan bokongnya di kursi makan persis di depan Rani. “Kok, kali
“Jadi kamu sudah tahu siapa Rani?” tanya Galvin menatap tajam ke arah Haris. Haris sendiri hanya mengangguk. “Entah ini kebetulan atau bagaimana, aku juga sedikit kaget. Saat tahu wanita malam kesayanganku harus menjadi istri keduamu. Padahal dialah yang menjadi alasanku kembali ke tanah air, jika sedang berlibur,” sahutnya terang-terangan. “Seberapa lama kalian kenal? Jadi, kamu pernah tidur dengan Rani?” cecar Galvin penasaran. Hatinya semakin panas, tetapi ia harus tetap bisa menyembunyikan ekspresi kesal di wajahnya. “Kurang lebih satu tahun, jangankan tidur, bersetu—.” Galvin seketika langsung meninggalkan Haris seorang diri. Padahal Haris belum selesai berbicara. Kepergian Galvin yang begitu saja, membuat Haris menyeringai. Ia tahu jika sepupunya terbakar cemburu oleh ucapannya. Namun, Haris tak mempermasalahkan, sebab, ia berbicara sesuai kenyataan yang ia alami. Galvin berjalan ke arah kebun belakang. Ia langsung meraih tangan kiri Rani untuk berdiri. “Bangun, ki
Satu minggu kemudian. Hampir satu bulan Rani menyandang status sebagai seorang istri. Meski hanya sebagai istri kedua, tetapi Rani merasa kehidupannya mulai berubah. Ia pun kini tidak perlu lagi bersusah payah mencari selembar uang untuk menghidupi kesehariannya. Sebab, kini semua kebutuhan sudah tercukupi. Di pagi ini dengan suasana yang cerah. Rani disibukkan oleh beberapa tanaman bunga yang sengaja ia tanam. Meski tidak mendapat persetujuan dari istri pertama suaminya. Namun, untung saja Galvin sebagai sang suami tetap mengizinkan. Hal itu membuat Rani merasa senang oleh sikap Galvin yang semakin hari semakin perhatian. Disaat fokus menyirami, Rani sampai tidak tahu jika Siska kini berada di belakangnya sembari melipat kedua tangan di d*danya. “Setelah selesai, beresin seluruh rumah. Aku hari ini ada acara sampai sore,” titah Siska. Rani terkejut mendengar perintah dari istri pertama suaminya. Sebab, Galvin pernah bicara jika hari ini akan kedatangan pembantu untuk me
Kalisa yang melihat Rani di depan pintu kamarnya seketika langsung tak sadarkan diri. Hal itu membuat Rani semakin panik, dengan cepat pula ia menghampiri ranjang sahabatnya mencoba membangunkan. “Kalisa! Bangun, Sa!” teriak Rani dengan kencang. Namun, suara Rani tetap tak bisa membangunkan keadaan Kalisa yang terpejam. Rani bingung harus menghubungi siapa karena di sini tak mempunyai kerabat selain Galvin. Terbesit dalam benak Rani nama Marko di pikirannya. Tanpa menunggu lama, ia langsung mencari nomor pria itu di ponselnya. Lalu menghubungi untuk ke apartemen Kalisa. “Baik, aku akan ke sama sekarang!” jawaban Marko membuat hati kecil Rani lega.“Terima kasih, Marko.” Ucapan Rani untuk pertama kali kepada Marko. Karena sedari dulu hanya umpatan yang sering ia keluarkan kepada Marko si penagih hutang. Rani pun turun dari ranjang Kalisa. Ia akan mencari sesuatu yang akan menjadi bukti nanti. Setelah mencari ke seluruh kamar sahabatnya. Tidak ada satu pun benda yang mencurig