Senyum terukir di wajah Almeera tatkala keluar dari ruang periksa dokter. Pasalnya, sang dokter mengatakan bahwa Rifki sudah diizinkan beraktivitas di sekolah. Kini, tak ada lagi keraguan pada diri Almeera untuk mendaftarkan adiknya ke sekolah berasrama.Karena tidak memiliki ponsel, gadis itu meminta tolong kepada sopir Kaisar untuk mencarikan informasi tentang sekolah berasrama di internet. Dihadapkan pada beberapa pilihan, Almeera menemukan sebuah sekolah yang tampak ideal untuk Rifki. Sekolah tersebut memiliki reputasi pendidikan yang baik, dan menawarkan fasilitas asrama yang lengkap. Selain itu, pendidikan di sana menawarkan konsep alam, sehingga Rifki akan merasa dekat dengan kampung halamannya.Almeera segera menghubungi sekolah tersebut untuk membuat janji temu. Siapa sangka ia justru diundang untuk datang sekarang. Tanpa menunda, ia dan Rifki berkunjung ke sekolah yang dikelilingi oleh pepohonan hijau dan danau buatan. Setibanya di sana, Almeera dan Rifki disambut oleh staf
Enggan berdebat dengan ibu tirinya, Kaisar lantas keluar dari kamar rawat Karenina. Hana pun ingin menyusul langkah Kaisar, tetapi Reval segera mencegahnya. Ia meminta sang ibu untuk bersabar menunggu hasil pembicaraan antara Kaisar dengan dokter yang menangani Karenina. “Dokter, bagaimana kondisi istri saya?” tanya Kaisar sesudah masuk ke ruang konsultasi. “Kondisi organ vital Nyonya Karenina berfungsi dengan normal. Hanya saja, kita perlu menunggu hasil dari MRI, Tuan,” katanya sambil menatap Kaisar. Dokter menghela napas pelan, lalu menjelaskan dengan hati-hati, “Nyonya Karenina juga harus menjalani terapi rutin untuk kaki dan tangannya. Sementara ini, dia harus duduk di atas kursi roda dan membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.”Sembari mendengarkan penjelasan dokter tentang kondisi Karenina, Kaisar merasa ada satu pertanyaan penting yang harus diajukan. “Saya mengerti, Dok. Tapi, apakah Nina diperbolehkan pulang? Sepertinya, dia merasa bosan jika harus me
“Kak Mirza, tolong lepaskan. Tidak enak dilihat oleh orang-orang,” pinta Almeera.Mendapat teguran dari Almeera, Mirza akhirnya melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah sang gadis pujaan lekat-lekat, sarat akan kerinduan. Namun, alisnya sedikit berkerut saat menyadari bahwa ada yang berubah dari penampilan Almeera. “Aku datang ke Jakarta untuk mencari kamu. Aku tidak tahu harus mulai dari mana, tapi aku percaya akan menemukanmu. Beberapa hari lalu ada pria yang bertamu ke rumah Nenek Gayatri, dan bilang bahwa kamu sudah menikah. Apa itu benar, Meera?” tanya Mirza tanpa jeda.Almeera meneguk ludahnya kasar. Tenggorokannya mendadak terasa kering kerontang, hingga sukar untuk mengeluarkan suara. Ia yakin bahwa lelaki yang dimaksud Mirza tersebut adalah Willy, orang kepercayaan Kaisar.Sementara Almeera masih belum memberikan jawaban, Mirza kembali mengamati penampilan gadis itu dari ujung kepala hingga kaki. Dulu, Almeera adalah gadis paling menawan yang ia kenal. Senyum yang manis, ramb
“Jangan bertemu lagi dengan temanmu yang bernama Mirza itu. Dari gerak-geriknya, terlihat jelas kalau dia suka padamu,” imbuh Reval sembari tetap fokus ke jalan raya. Dalam perjalanan, Almeera teringat akan Pak Wahyu, sopir pribadi Kaisar yang mengantarnya seharian ini. Ia khawatir lelaki itu akan kebingungan karena ia menghilang tanpa jejak. Apalagi, semua barang belanjaannya ada di dalam mobil Pak Wahyu. “Tuan, bagaimana dengan Pak Wahyu? Dia pasti masih menunggu saya di parkiran,” ujar Almeera.“Biar aku yang meneleponnya,” jawab Reval singkat.Almeera memilih diam, tidak berani membantah perkataan Reval. Ia hanya mendengarkan saja saat adik iparnya itu menelepon Pak Wahyu dan menyuruhnya agar pulang ke mansion. Di sisa perjalanan, tak ada lagi percakapan yang tercipta. Bahkan Rifki juga ikut membisu, tidak bicara sama sekali dengan Almeera.Mereka pun tiba di mansion dengan suasana yang masih canggung. Almeera menggandeng tangan Rifki, mengajaknya ke lantai dua untuk beristiraha
“Opa akan meminta Kaisar untuk membelikanmu ponsel baru, supaya kita lebih mudah berkomunikasi,” ujar Tuan Barata sebelum mengakhiri panggilannya.“Terima kasih, Opa. Semoga Opa cepat sembuh dan segera kembali ke Jakarta,” jawab Almeera.Senyuman masih terukir di bibir gadis itu ketika menutup telepon dari Tuan Barata. Almeera hendak kembali ke taman, tetapi ia terkejut mendengar suara deheman keras di belakangnya. Mengenali siapa pemilik suara itu, Almeera pun berpaling dan beradu pandang dengan Hana. “Duduk, aku ingin bicara denganmu,” titah Hana. Ia mengambil posisi di tengah sofa, dengan gaya duduk bagai seorang ratu penguasa negri. Melihat wajah Hana yang tegang, Almeera dilanda rasa cemas. Ia berpikir bahwa Hana mungkin akan memarahinya lagi entah dengan alasan apa. Meski begitu, ia tidak punya pilihan selain mendengarkan semua perkataan dari ibu tiri Kaisar itu. “Apa saja yang kamu katakan kepada Papa Barata? Kamu mengadukan tentang aku?” tanya Hana dengan nada sinis.“Tida
Masih malu bertemu dengan Kaisar, Almeera tidak berani kembali ke kamar. Gadis itu memilih untuk menemani Rifki di kamarnya. Tak sampai sepuluh menit di tempat tidur, sang adik sudah terlelap. Mungkin karena badannya terlalu lelah setelah seharian bepergian dan bermain basket, Rifki jadi lebih cepat tertidur. Usai membetulkan letak selimut, Almeera berbaring di samping Rifki. Baru saja ia hendak memejamkan mata, terdengar bunyi ketukan di pintu. Mau tak mau, Almeera turun dari tempat tidur untuk membuka pintu.Seketika pipinya memanas tatkala bersitatap dengan Kaisar. Ternyata, usahanya untuk menghindar dari pria itu berakhir sia-sia, karena Kaisar malah mendatangi kamarnya. Dengan sangat terpaksa, Almeera memasang muka tebal dan berpura-pura tidak ada yang terjadi di antara mereka.“Ada apa, Tuan?” tanya Almeera bersikap sewajar mungkin.“Ikut aku ke kamar. Aku ingin bicara.” Seperti biasa lelaki yang irit bicara itu hanya memakai kalimat singkat. Kalau Kaisar sudah bertitah, Almee
Hati Almeera terasa kian terasa berat kala memasuki kawasan sekolah. Waktu perpisahan yang ia takuti akhirnya tiba juga. Meski ingin menahan sang adik agar tetap berada di sisinya, Almeera tahu bahwa ini adalah keputusan yang terbaik. Rifki membutuhkan pendidikan dan lingkungan yang bisa mendukung masa depannya, dan sekolah ini adalah pilihan yang tepat. Sebelum keluar dari mobil, Almeera menghela napas panjang, merasakan udara di sekitar sekolah yang sejuk. Ia menurunkan tas dan koper milik Rifki dari bagasi satu per satu. Sembari berjalan beriringan, Almeera melirik sang adik yang melangkah dengan pelan. Terlihat jelas jika netra bocah lelaki itu menyimpan kegelisahan. Kepala asrama segera mengantarkan mereka dan menunjukkan kamar yang akan ditempati oleh Rifki. Usai menjelaskan sejumlah peraturan yang berlaku, sang kepala asrama meninggalkan Almeera dan Rifki di kamar. Membiarkan kakak beradik itu saling mengucapkan kata perpisahan. "Rifki, kamu harus menjalin hubungan baik deng
Di ruangannya, Kaisar sedang berdiri menghadap jendela kaca, melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit ibu kota. Banyak hal yang dia pikirkan hari ini, terutama masalah keluarganya yang seolah tak pernah habis. Entah mengapa ia terpikir tentang kondisi Almeera pasca kepulangan Karenina ke mansion. Pasti gadis itu merasa serba salah, bila berhadapan dengan Karenina dan Hana sekaligus.Dalam kerumitan pikirannya, Kaisar mendengar pintu ruangannya terbuka perlahan. Tak lama, Akbar masuk dengan membawa sejumlah dokumen. Kaisar sudah tahu apa yang hendak dibicarakan oleh asistennya itu.“Selamat pagi, Tuan. Ini laporan dari pabrik dan pengajuan budget dari divisi marketing. Pak Jerico juga sudah menunggu di depan, ingin bertemu Anda.”“Suruh dia masuk, kamu bisa kembali ke ruanganmu, Akbar,” pungkas Kaisar sembari duduk di kursi kebesarannya. Ini adalah hari pertama Jerico kembali menjabat sebagai wakil CEO, karena itu Kaisar bersedia menemuinya.Akbar meletakkan dokumen di atas me