Dengan jantung yang berdebar kencang, Almeera berjalan di belakang perawat yang mendorong kursi roda Karenina. Hingga akhirnya, gerakan roda itu berhenti di depan kamar Karenina. Almeera berhenti sejenak di depan pintu kayu, merasa was-was untuk masuk. “Masuk saja, Almeera. Aku yang mengundangmu ke kamarku,” kata Karenina sembari menoleh ke belakang.Bunyi detik jam dinding yang terdengar, seolah ikut mengiringi langkah-langkah cemas Almeera. Ketika pintu terbuka, gadis itu bisa melihat perubahan total pada dekorasi kamar Karenina. Kini ruangan tersebut tak lagi seperti tempat perawatan orang sakit, melainkan berubah menjadi kamar yang mencerminkan keanggunan pemiliknya. Tempat tidur Karenina sudah diganti dengan ranjang baru berukuran king-size. Sementara tirai jendela, seprai, dan bantal semuanya bernuansa serba ungu. Di atas nakas juga terdapat bunga anggrek segar, yang memberikan sentuhan kehidupan dan keharuman yang menenangkan.Dengan bantuan sang perawat, Karenina berpindah k
Daripada pikiran dan perasaannya semakin kacau, Almeera memutuskan untuk kembali ke kamar. Ia tahu tidak lama lagi Kaisar pasti akan malam bersama dengan Karenina, Hana, dan mungkin juga Reval. Karenanya, ia harus sadar diri. Sebagai orang luar, tidaklah pantas bila ia bergabung dengan anggota keluarga Syailendra di meja makan. Ketika Almeera berbalik pergi, Kaisar sempat melirik bayangan gadis itu. Namun Kaisar tidak berkata apa-apa karena di depannya ada Karenina. “Kenapa kamu tidak beristirahat di kamar?” tanya Kaisar sembari menarik tangannya perlahan dari genggaman Karenina.Perempuan itu nampak terkejut dengan perilaku Kaisar yang seakan menolak untuk disentuh. Namun, Karenina berusaha tetap tenang. Ini hanyalah sebuah permulaan. Nanti juga Kaisar akan terbiasa menerima dirinya lagi sebagai istri. Apalagi, kondisinya yang belum sehat akan membuat hati Kaisar lebih mudah luluh. “Aku bosan di kamar terus, Hubby. Sudah lama aku tidak bisa melakukan tugas sebagai seorang istri. S
Mendengar sindiran tajam itu, Almeera mengerti bahwa yang dimaksud oleh Kaisar adalah dirinya. Merasa tak enak hati, gadis itu memutuskan untuk turun ke bawah. Ini semua dia lakukan supaya Kaisar bersedia bergabung di meja makan dengan keluarganya. “Tuan, tiba-tiba perut saya lapar. Saya akan mengambil makanan di bawah,” ujar Almeera sembari meletakkan ponsel pemberian Kaisar di atas nakas.Mendengar ucapan Almeera, Kaisar beranjak dari tempat tidur. Tanpa banyak bicara, pria itu membuka pintu dan berjalan keluar dari kamar. Mau tak mau, Almeera mengekori langkah Kaisar. Ketika tiba di ujung tangga, Almeera sengaja memperlambat langkahnya agar Kaisar lebih dulu sampai di meja makan.“Kaisar, kenapa kamu lama sekali? Nina sudah menunggu dari tadi,” tegur Hana.“Tidak apa-apa, Tante. Kaisar tadi bilang ingin istirahat sebentar,” sahut Karenina berpura-pura tampil sebagai istri yang pengertian.Kaisar tidak menjawab pertanyaan Hana dan langsung duduk di kursi. Almeera pun bermaksud hend
“Apa yang akan kamu lakukan, Nina? Bagaimana caranya kamu membuat Almeera dipecat?” tanya Hana sembari membantu Karenina berbaring di tempat tidur. Karenina memiringkan bibirnya sebelum menjawab pertanyaan Hana. “Apa Tante ingat supervisor divisi desain yang bernama Wendi? Dia adalah sepupu dari temanku, Tasya. Wendi pasti mau menjadi tangan kanan sekaligus mata-mataku, karena aku yang memberinya pekerjaan di PT. Tunjung Biru,” tandas Karenina.Paras Hana yang semula dipenuhi kekhawatiran, seketika berubah menjadi cerah. Ia tidak menyangka Karenina akan mendapatkan gagasan secemerlang itu.“Idemu sangat bagus, Nina. Hanya saja, Reval akan menjadi direktur divisi desain. Bisa jadi dia akan marah kalau tahu kamu bekerja sama dengan Wendi,” ujar Hana.“Reval tidak akan tahu, Tante. Aku jamin itu. Aku akan menyuruh Wendi bertindak serapi mungkin untuk mencari celah menjatuhkan Almeera,” tandas Karenina.Sementara itu, di kamar Almeera berusaha mengutak-atik ponsel pemberian Kaisar. Seben
Di kampung, Gayatri sedang gelisah memikirkan bagaimana nasib Almeera. Pasalnya, hingga saat ini dia belum mendapat kabar dari Mirza sama sekali. Perempuan tua itu berharap agar Mirza berhasil menemukan Almeera dan memastikan seperti apa sosok lelaki yang telah menjadi suami sang cucu. Daripada terus gelisah, Gayatri memutuskan untuk berbelanja bahan makanan di pasar. Namun ketika melangkahkan kaki di halaman, perempuan tua itu terkejut melihat kedatangan Mirza. Dengan wajah gembira, Gayatri menyambut lelaki muda itu. Hanya saja, harapannya langsung pupus ketika mendapati Mirza datang tanpa Almeera. Apalagi, wajah lelaki itu terlihat lesu seperti kehilangan semangat. “Mirza, kamu sudah kembali dari Jakarta? Apa kamu bertemu Meera?” tanya Gayatri tidak sabar. “Kita bicara di dalam saja, Nek. Saya akan menceritakan semuanya.”Gayatri pun mengurungkan niatnya untuk berbelanja dan mengajak Mirza masuk ke rumah. Sesudah lelaki muda itu duduk, ia menghujani Mirza dengan pertanyaan yang s
Meski masih bingung dengan apa yang terjadi, Almeera menuruti perkataan Bi Yuli. Sesudah berpamitan kepada Karenina, Almeera bergegas keluar dari mansion. Di halaman, ia benar-benar melihat Reval sudah menantinya di dalam mobil. Pagi ini, Reval terlihat lebih berkharisma karena memakai setelan jas slimfit berwarna abu-abu tua. “Almeera, cepat masuk supaya kita tidak terlambat ke kantor. Aku akan mengadakan meeting jam sembilan,” kata Reval sembari membuka pintu mobil.Almeera cukup terkejut mendengar perkataan Reval. Namun, ia tetap masuk ke mobil sesuai dengan perintah pria itu. Ketika duduk di kursi, ia tidak dapat menahan diri untuk bertanya mengapa Reval sampai menjemputnya. “Tuan, saya akan naik ojek saja. Tidak enak kalau dilihat oleh karyawan lain,” kata Almeera.“Ini perintah dari Kak Kaisar. Dia meneleponku semalam dan menyuruhku untuk menjemputmu. Mungkin dia takut kalau kamu akan tersesat,” kata Reval. Setelah berkata demikian, pria itu langsung mengemudikan mobilnya kelu
Tepat jam sembilan, seluruh staf divisi desain membereskan meja kerja mereka. Dengan membawa alat tulis masing-masing, mereka buru-buru pergi ke ruang meeting yang letaknya di ujung lantai tiga. Almeera berjalan paling belakang, mengekori langkah Rindu yang berada di depannya.Pak Jefry, yang pertama kali membuka ruang meeting. Pendingin ruangan telah dinyalakan sejak tadi, begitu pula dengan pengharum ruangan beraroma lavender. Pak Jefri dan Wendi pun mengambil tempat duduk lebih dulu, disusul oleh para staf. Almeera sengaja memilih duduk di dekat pintu, sedangkan di sebelahnya adalah Rindu. Satu-satunya kursi yang kosong adalah yang berada di tengah ruangan. Nampaknya kursi itu akan dipakai untuk sang direktur. Ketika para staf sudah duduk melingkari meja kayu, pintu ruangan itu mendadak terbuka dari luar. Entah mengapa jantung Almeera berdetak lebih kencang dari yang ia harapkan. Ini adalah pertama kalinya ia akan menghadiri meeting dengan seluruh tim, dan ketegangan mulai terasa
“Apakah Almeera juga ikut, Pak?” tanya Pak Jeffry kemudian.“Semua akan ikut, tidak ada pengecualian sama sekali,” jawab Reval.Mendengar pengumuman penting itu, seluruh staf yang hadir menjadi was-was, terutama Almeera. Dia baru bekerja hari ini dan harus ikut dalam sebuah penilaian penting. Namun, ia tidak mungkin menolak perintah langsung dari Reval. Pada akhirnya, Reval berdiri dan menyuruh asistennya untuk menyalakan LCD Proyektor. Sambil berdiri di tengah ruangan, ia menunjukkan beberapa contoh desain yang baru diluncurkan oleh perusahaan pesaing. “The Gold Moon Series dari PT. Golden, diluncurkan bulan lalu. Dan The Purple dari Indah Jewelry diluncurkan dua minggu lalu,” kata Reval menunjuk layar LCD.“Kita harus bisa membuat produk perhiasan, yang memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan perusahaan pesaing. Besok, saya akan meminta lima buah desain terbaik untuk dipresentasikan di ruang meeting.”Reval lantas menyebutkan beberapa kriteria yang dia inginkan untuk desain