"Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh."
"Apa maksudmu?" tanya Lukas dengan rahang yang mengetat. "Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu. Sekarang minggir."Lukas tetap pada posisinya seolah ingin menentang pria itu untuk masuk. "Ini apartemen yang setiap bulan aku sewa untuk Ariana, kenapa kau yang jadi memakainya?"Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sebelumnya. "Kau membayar sewa apartemen yang sudah aku beli dari tiga tahun yang lalu?" "Tiga tahun yang lalu?""Ariana memang perempuan yang 'hebat'. Dia menjadikan beberapa pria kaya sebagai pacar yang bisa membayar semua keperluannya. Dan sekarang perempuan sundal itu malah menjadikan apartemenku sebagai sumber kebohongannya!""Tapi Ariana pernah masuk ke sini.""Benar, tapi dia hanya aku suruh mengambil uang bayaran. Mucikarinya memberikan uang padaku karena akan berangkat ke Amerika, jadi mereka tidak sempat bertemu."Kaki Lukas terasa lemas saat mendengar kata sebutan yang dikeluarkan oleh pria di depannya."Mucikari?""Aku kasihan padamu. Jadi cobalah pergi ke hotel sebelah mall. Tanyakan pada resepsionis dan tunggu sampai jam sebelas." Pria itu tampak mengeluarkan ponsel dari kantong celananya untuk melihat jam. "Pukul sebelas malam aku rasa dia susah selesai melayani pelanggannya.""Apakah kau mantan Ariana?"Pria itu tampak mengernyit. Entah apa yang dimaksudkan oleh Lukas atas pertanyaan aneh itu."Aku rasa kau adalah mantan Ariana, makanya kau menjelekkan dia—""Ah, bajingan ini! Aku tidak mantan Ariana, Sialan!" Lukas tidak bereaksi apapun setelah ucapan terakhir itu. Ia menyingkir seolah membiarkan pria penuh tato itu masuk ke dalam apartemen Ariana.Jadi di mana uang yang selama ini ia kasih setiap bulan pada Ariana?Lukas berjalan tegap menempuh lorong apartemen sampai menemukan sebuah parkiran mobil yang dari pintu belakang gedung. Belum sempat mengendarai mobil, Lukas sudah lebih dulu terdiam saat melihat sosok Ariana tertangkap dimatanya. Ia bersama seorang pria dan mengarah pada sebuah mobil hitam sport yang tidak jauh dari belakang mobil Lukas terparkir."Leon Anel?"Pria itu berpikir mereka akan pergi ke suatu tempat dan ia akan mengikuti, namun entah kenapa sudah lima belas menit di dalam mobil, mereka tak kunjung keluar dari kawasan parkir. Lukas berpura-pura mengelilingi parkiran mobil untuk mengetahui apa yang mereka lakukan di sana dalam beberapa menit terakhir. "Apa mobil itu bergerak?" Lukas menyeringai saat mobil yang dimasuki oleh Ariana bergerak dengan aneh. "Baiklah, nikmati waktumu, Wanita Sialan," umpat Lukas yang sudah emosi melihat kenakalan sang pacar. Ariana memang lebih tua dari Lukas, namun ketika berpacaran, perempuan itu lebih sering bertingkah lebih muda daripada Lukas. Mobil yang dikendarai Lukas pergi begitu saja, namun dengan cepat diganti oleh sejejeran mobil wartawan baik dari TV lokal maupun majalah bisnis."Tuan Leon Anel, boleh kami minta waktu anda sebentar?"Mobil yang bergerak itu tiba-tiba terdiam dalam beberapa saat sebelum sang istri dari Leon Anel datang dan menyuruh beberapa orang membuka paksa pintu mobil.Semua wartawan mengambil gambar dan rekam suara. Mata mereka tertuju pada perempuan yang berusaha menutupi tubuhnya dengan jas hitam milik Leon Anel, sang pengusaha sukses yang namanya tercatat dalam majalah internasional."Keluar kamu perempuan sundal!" pekik istri Leon Anel dengan membabi buta.Wartawan kesenangan. Mereka tampak berbondong-bondong mengambil gambar tanpa berusaha menyelamatkan salah satu dari mereka. Belum lama setelah itu, para satpam datang menyelamatkan Ariana dari geram istri Leon Anel, namun mukanya lebih dulu dicakar saking menahan geram terlalu lama.Di mobil, Lukas hanya terdiam. Biasanya dibeberapa serial bahkan film, pihak yang menang seperti Lukas akan tersenyum bahkan tertawa, namun dirinya tetap tanpa ekspresi karena sakit hati yang tak terduga.Ia menghirup napasnya dalam-dalam sebelum mengangguk pelan seolah telah mengambil keputusan yang tepat."Baiklah, besok aku akan berangkat ke Inggris." ***"Kau akan ke Inggris, lalu Sharena?!" tanya sang paman yang tak menyangka kalau Lukas akan pergi menyetujui perjanjian kontrak itu ke Inggris."Lalu aku harus menolak kerja sama dengan penghasilan tinggi itu demi Sharena?" Lukas tanpa menoleh ke arah akuarium tanpa memandangi sang paman. "Bukan seperti itu! Tapi kau harus—""Ada atau tanpa aku pun dia masih bisa hidup di rumah ini, kan? Aku tidak menyuruhnya keluar dan masih boleh tinggal sampai kapan pun dia mau. Lagipula ada bibi dan paman penjaga rumah." Lukas menyeruput teh yang sudah disediakan sejak paman datang ke rumah mereka. "Aku yakin dia bisa hidup dengan mereka." Paman Lukas tidak tahu alasan yang tepat kenapa keponakannya tiba-tiba ingin pergi ke Inggris, padahal ia tahu kalau pria di depannya ini paling tidak bisa meninggalkan sang kekasih dengan jarak jauh."Kau akan pergi sendiri?" tanya pria paruh baya menyakinkan pendengarannya dari tiga menit yang lalu."Ya. Aku akan pergi sendiri.""Kapan kau akan kembali?"Lukas agak lama menjawabnya karena ia juga masih ragu antara lima tahun ke depan atau sepuluh tahun ke depan dirinya akan kembali ke negera ini."Aku akan memikirkannya nanti, Paman.""Baiklah, kau sudah dewasa. Dua puluh lima tahun," tekan sang paman. "Aku tidak bisa menahan kemauanmu lagi. Biarlah kau pergi ke Inggris dan kembali kapan kau mau."Lukas senang mendengarnya, namun di sisi lain ia harus sedih karena akan meninggalkan kita yang telah membesarkannya selama dua puluh lima tahun."Hati-hati."Sharena mendengar semua ucapan antara kakek baik dan Lukas di ruang tamu. Ia tahu kalau Lukas akan pergi dari sini dan meninggalkannya.Keesokan harinya, Sharena terbangun dan tak melihat Lukas sama sekali, bahkan pamit pada gadis kecil itupun tidak. Mungkin hari itu adalah hari terakhir Sharena bertemu dengan Lukas dan entah kapan dia akan kembali lagi. Sharena akan tinggal di rumah besar ini seorang diri, namun Kakek baik mulai mengisi rumah dengan dua orang pelayan dan seorang supir yang akan mengantar dan menjemput Yarena sampai selesai masa sekolah. Sharena berharap jika ia bisa bertemu dengan Lukas suatu hari nanti, setidaknya bocah cilik itu ingin berterima kasih karena telah menampungnya di rumah yang besar dengan peralatan lengkap. Kalaupun Lukas sudah punya istri atau anak nanti, ia tetap mau membalas kebaikan pria itu.Sebelas tahun kemudian ..."Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. "Kamu dari tadi ke mana?""Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah.""Untuk apa?""Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?""Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.[Kamu di mana?]"Ja
"Tidak masalah."Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?"Aku tidak keberatan, Kakek.""Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. "Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kem
"Sekarang anak ini tinggal bersamamu."Lukas memandangi seorang bocah perempuan itu dengan sinis. Ia bukan tipe penyang anak dan rumah ini juga tidak membuka label penampungan seorang anak."Kalau orangtuanya tidak mau mengurus, buang saja ke panti asuhan, kenapa harus ke rumahku?" tanya pria dia puluh lima tahun itu dengan nada jengkel.Tadinya ia hendak pergi berangkat ke kantor, namun adik dari sang ayah justru datang ke rumah dengan membawa seorang anak perempuan."Aku tahu rumahmu bukan tempat penampungan anak.""Lalu kenapa paman bawa dia ke sini?""Aku akan menjawabnya setelah kau menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan duduk sambil berbicara.""Aku akan berangkat bekerja dan aku sebentar lagi akan mengadakan pertemuan penting dengan salah satu—""Aku tidak peduli dengan segala ucapan atau kesibukanmu hari ini." Pria paruh baya itu tersenyum kecut ke arah Lukas. "Bisakah sopan sedikit dan mengajak pamanmu masuk terlebih dahulu?"Lukas tidak berekspresi apapun. Ia hanya menggese
"Sial, semua orang sudah sinting! Apa ada virus yang menyerang semua otak manusia akhir-akhir ini? Kenapa semua terasa aneh dimataku?" rutuk Lukas yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Ia masih menyetir dengan pikiran yang sama sekali tidak pernah berhenti mengumpat."Belum lagi tawaran untuk mengerjakan proyek di Inggris yang memakan waktu bertahun-tahun. Aku bahkan belum bisa memberikan jawaban atas tawaran gila itu." Lukas memijat keningnya resah. "Keuntungannya sangat besar, tetapi aku tidak mungkin meninggalkan Ariana di sini."Lukas memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir khusus petinggi perusahaan. Ia masuk ke dalam ruangan dan merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk bewarna hitam metalik itu."Aku sudah bosan sekali dengan rutinitas seperti ini. Apa sebaiknya aku mengajak Ariana ke Inggris? Kami bisa merubah rutinitas membosankan ini ketika di inggris."Lukas tersenyum dan mencoba mengambil ponsel di dalam saku celananya. Pria itu ingin menelpon Ariana untuk membicarak
"Tidak masalah."Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?"Aku tidak keberatan, Kakek.""Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. "Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kem
Sebelas tahun kemudian ..."Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. "Kamu dari tadi ke mana?""Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah.""Untuk apa?""Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?""Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.[Kamu di mana?]"Ja
"Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh.""Apa maksudmu?" tanya Lukas dengan rahang yang mengetat. "Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu. Sekarang minggir."Lukas tetap pada posisinya seolah ingin menentang pria itu untuk masuk. "Ini apartemen yang setiap bulan aku sewa untuk Ariana, kenapa kau yang jadi memakainya?"Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sebelumnya. "Kau membayar sewa apartemen yang sudah aku beli dari tiga tahun yang lalu?" "Tiga tahun yang lalu?""Ariana memang perempuan yang 'hebat'. Dia menjadikan beberapa pria kaya sebagai pacar yang bisa membayar semua keperluannya. Dan sekarang perempuan sundal itu malah menjadikan apartemenku sebagai sumber kebohongannya!""Tapi Ariana pernah ma
"Sial, semua orang sudah sinting! Apa ada virus yang menyerang semua otak manusia akhir-akhir ini? Kenapa semua terasa aneh dimataku?" rutuk Lukas yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Ia masih menyetir dengan pikiran yang sama sekali tidak pernah berhenti mengumpat."Belum lagi tawaran untuk mengerjakan proyek di Inggris yang memakan waktu bertahun-tahun. Aku bahkan belum bisa memberikan jawaban atas tawaran gila itu." Lukas memijat keningnya resah. "Keuntungannya sangat besar, tetapi aku tidak mungkin meninggalkan Ariana di sini."Lukas memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir khusus petinggi perusahaan. Ia masuk ke dalam ruangan dan merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk bewarna hitam metalik itu."Aku sudah bosan sekali dengan rutinitas seperti ini. Apa sebaiknya aku mengajak Ariana ke Inggris? Kami bisa merubah rutinitas membosankan ini ketika di inggris."Lukas tersenyum dan mencoba mengambil ponsel di dalam saku celananya. Pria itu ingin menelpon Ariana untuk membicarak
"Sekarang anak ini tinggal bersamamu."Lukas memandangi seorang bocah perempuan itu dengan sinis. Ia bukan tipe penyang anak dan rumah ini juga tidak membuka label penampungan seorang anak."Kalau orangtuanya tidak mau mengurus, buang saja ke panti asuhan, kenapa harus ke rumahku?" tanya pria dia puluh lima tahun itu dengan nada jengkel.Tadinya ia hendak pergi berangkat ke kantor, namun adik dari sang ayah justru datang ke rumah dengan membawa seorang anak perempuan."Aku tahu rumahmu bukan tempat penampungan anak.""Lalu kenapa paman bawa dia ke sini?""Aku akan menjawabnya setelah kau menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan duduk sambil berbicara.""Aku akan berangkat bekerja dan aku sebentar lagi akan mengadakan pertemuan penting dengan salah satu—""Aku tidak peduli dengan segala ucapan atau kesibukanmu hari ini." Pria paruh baya itu tersenyum kecut ke arah Lukas. "Bisakah sopan sedikit dan mengajak pamanmu masuk terlebih dahulu?"Lukas tidak berekspresi apapun. Ia hanya menggese