"Sekarang anak ini tinggal bersamamu."
Lukas memandangi seorang bocah perempuan itu dengan sinis. Ia bukan tipe penyang anak dan rumah ini juga tidak membuka label penampungan seorang anak."Kalau orangtuanya tidak mau mengurus, buang saja ke panti asuhan, kenapa harus ke rumahku?" tanya pria dia puluh lima tahun itu dengan nada jengkel.Tadinya ia hendak pergi berangkat ke kantor, namun adik dari sang ayah justru datang ke rumah dengan membawa seorang anak perempuan."Aku tahu rumahmu bukan tempat penampungan anak.""Lalu kenapa paman bawa dia ke sini?""Aku akan menjawabnya setelah kau menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan duduk sambil berbicara.""Aku akan berangkat bekerja dan aku sebentar lagi akan mengadakan pertemuan penting dengan salah satu—""Aku tidak peduli dengan segala ucapan atau kesibukanmu hari ini." Pria paruh baya itu tersenyum kecut ke arah Lukas. "Bisakah sopan sedikit dan mengajak pamanmu masuk terlebih dahulu?"Lukas tidak berekspresi apapun. Ia hanya menggeser tubuhnya sedikit seolah memberikan jalan kepada paman dan satu bocah kecil yang sedari tadi tidak berbicara."Kamu haus, Sharena?" tanya sang paman dengan suara lembut. "Mau minum apa?""Tidak, Kakek," jawab Sharena dengan nada lucu diselingi rasa takut."Tidak haus?"Sharena hanya menggeleng pelan sambil terus melihat ke bawah."Sebenarnya dia kenapa?" tanya Lukas yang duduk di depan paman dan bocah perempuan itu."Ayahmu menyuruh Sharena tinggal di sini. Dia harus tinggal bersamamu.""Aku tinggal sendirian di sini. Tidak ada bibi atau penjaga rumah. Benar-benar sendiri. Kalau aku pergi bekerja, dia tetap akan sendirian di sini. Apa ayah dan paman tidak berpikir sampai ke sana?""Aku dan ayahmu tahu. Oleh sebab itu, ayahmu akan mengirikan beberapa penjaga rumah untuk bekerja di sini."Lukas berdecih, sebetulnya ia masih sangat suka dengan kesendiriannya saat berada di rumah. Lebih tenang dan nyaman. "Berapa hari, Paman?""Tidak tahu. Ayahmu tidak memberikan tenggat waktu.""Kalau tiga hari boleh saja. Lebih dari tiga hari yang tidak boleh. Jangan salahkan aku kalau dia akan aku kirimkan ke panti asuhan terjauh di sudut pulau," ancam Lukas yang menatap tajam ke arah pamannya.Pria dengan jas abu-abu itu hanya menghela napasnya pelan. Sang kakak ternyata benar, meskipun sudah dua puluh lima tahun ternyata Lukas sama sekali tidak berubah."Jangan bilang seperti itu, Lukas. Dia ini calon istrimu."Lukas membeku dengan pikiran yang tiba-tiba seolah berhenti bekerja. Ia masih mengulang perkataan sang paman dalam hati dan mengekpresikannya dalam bentuk alis tebal yang bertaut."Apa paman dan ayah sudah gila? Calon istri apanya?! Dia masih kecil, apa kalian sedang mengajarkanku menjadi pedo—""Bukan sekarang, Lukas!" seru sang paman yang membuat Sharena tiba-tiba memeluknya dari samping. Sharena kelihatannya sangat takut saat sang paman seperti menaikkan nada bicaranya."Dia adalah calon istrimu, Lukas. Kau tidak boleh melakukan hal diluar batas sampai usianya cukup untuk menikah denganmu."Lukas memijit tulang hidungnya sambil terkekeh untuk merendahkan keputusan sinting itu."Calon istrimu ini bernama Sharena Floransia. Dia masih berumur sepuluh tahun. Jadi ayahmu berpesan agar kau menanggung seluruh biaya hidupnya, dari sekolah, uang jajan dan makan sehari-hari."Lukas mengetatkan rahangnya lebih kuat. "Aku bisa menanggung itu semua kalau orangtuanya tidak mampu. Tapi tidak untuk menikahinya apalagi tinggal di rumahku. Aku tidak akan mau.""Kau harus mau. Ini perintah dari ayahmu, Lukas. Ada alasan penting makanya ia melakukan hal ini. Jadi turuti saja sebelum kau terkena masalah, kau tahu kan bagaimana ayahmu kalau marah?" "Tapi tidak menikahinya juga, Paman. Dia masih berumur sepuluh tahun. Jadi aku harus menunggu sampai dia besar?!""Benar, kau harus menunggu dia sampai besar.""Aku rasa kalian benar-benar sudah sinting. Dia masih berusia sepuluh tahun, mana bisa masa depannya kalian tentukan sekarang. Lagipula kalian tidak bisa meninggalkan seorang bocah dengan pria dewasa dalam satu rumah.""Aku dan ayahmu percaya kalau kau tidak akan macam-macam saat Sharena tinggal di sini. Dan untuk pertanyaan masa depan, kalau Sharena tidak mau menikah denganmu, berarti kau bebas.""Bebas?" ulang Lukas menatap tajam ke arah sang paman. "Maksudnya kalau dia tidak mau menikah denganku, jadi aku bebas?""Ya. Semuanya keputusan Sharena. Tetapi dia akan tetap tinggal bersamamu sampai dia menemukan pasangan yang tepat.""Apa dia harus selalu menempel padaku? Di mana aku tinggal dan di situ dia harus tinggal? Bagiamana jika aku menikah lebih dulu dan istriku tidak suka ada dia?""Kalau begitu calon istrimu yang kau katakan itu bukan orang baik." Paman membalas tatapan tajam Lukas yang sedari tadi ia hunus ke depan. "Aku berikan keringanan, mungkin ayahmu tidak berpikir ke arah perbincangan kita sekarang."Lukas memperbaiki posisi duduknya karena mendengar ada kata 'keringanan'. Semoga saja keringanan itu masih bisa diterima oleh akal sehat."Sharena akan tinggal bersamamu sampai berumur delapan belas tahun. Setidaknya dia sudah lulus bersekolah saat itu dan sudah dewasa juga." Paman tampak mengelus sekumpulan rambut kecil di kening Sharena. "Dia boleh memutuskan akan tinggal di mana atau melanjutkan seolah di mana. Sharena tidak boleh bekerja sampai berusia dua puluh satu tahun, oleh karena itu kau tetap bertanggung jawab sampai dia berusia dua puluh satu tahun. Bagiamana?"Lukas merasa semua tawaran itu hanya tertuju pada keuntungan untuk Sharena, tetapi tidak tetap saja tidak masalah bagi pria dua puluh lima tahun ini. Setidaknya dia tidak menikah dengan bocah ini walaupun sepuluh tahun kemudian dia menjadi seorang gadis."Baiklah, aku setuju.""Baiklah, hari ini dia sudah boleh tinggal di rumahmu. Baju-baju Sharena sudah berada di mobil.""Terserah, Paman." Lukas beringsut dari sofa empuk yang sedari tadi ia duduki. "Aku mau berangkat kerja dulu.""Pergilah. Aku akan tetap di sini sampai bibi pekerja rumah datang dan Sharena tidak tinggal sendiri." Lukas sudah malas membalas perkataan sang paman, jadi ia lebih dulu melangkah kaki sampai ke teras dan menaiki mobil yang sudah terparkir di depan halaman. Lukas menekan klakson seolah memberitahu kalau dia akan pergi."Paman yang tadi tidak suka, ya, Kek?""Pamannya memang seperti itu, tapi dia orang baik! Besok kalau Sharena ingin sesuatu, bilang padanya, ya.""Kakek tidak tinggal di sini? Kakek satu lagi juga tidak di sini?""Tidak, Sharena. Orang yang tinggal di sini hanya paman tadi, Sharena dan para bibi." "Paman yang tadi tidak akan meletakkanku di panti asuhan, kan, Kakek?""Tidak, kalau dia berani melakukan itu, kakek akan mencari Sharena sampai ke mana pun. Jangan takut, mengerti?""Iya, Kakek baik!""Sial, semua orang sudah sinting! Apa ada virus yang menyerang semua otak manusia akhir-akhir ini? Kenapa semua terasa aneh dimataku?" rutuk Lukas yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Ia masih menyetir dengan pikiran yang sama sekali tidak pernah berhenti mengumpat."Belum lagi tawaran untuk mengerjakan proyek di Inggris yang memakan waktu bertahun-tahun. Aku bahkan belum bisa memberikan jawaban atas tawaran gila itu." Lukas memijat keningnya resah. "Keuntungannya sangat besar, tetapi aku tidak mungkin meninggalkan Ariana di sini."Lukas memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir khusus petinggi perusahaan. Ia masuk ke dalam ruangan dan merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk bewarna hitam metalik itu."Aku sudah bosan sekali dengan rutinitas seperti ini. Apa sebaiknya aku mengajak Ariana ke Inggris? Kami bisa merubah rutinitas membosankan ini ketika di inggris."Lukas tersenyum dan mencoba mengambil ponsel di dalam saku celananya. Pria itu ingin menelpon Ariana untuk membicarak
"Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh.""Apa maksudmu?" tanya Lukas dengan rahang yang mengetat. "Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu. Sekarang minggir."Lukas tetap pada posisinya seolah ingin menentang pria itu untuk masuk. "Ini apartemen yang setiap bulan aku sewa untuk Ariana, kenapa kau yang jadi memakainya?"Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sebelumnya. "Kau membayar sewa apartemen yang sudah aku beli dari tiga tahun yang lalu?" "Tiga tahun yang lalu?""Ariana memang perempuan yang 'hebat'. Dia menjadikan beberapa pria kaya sebagai pacar yang bisa membayar semua keperluannya. Dan sekarang perempuan sundal itu malah menjadikan apartemenku sebagai sumber kebohongannya!""Tapi Ariana pernah ma
Sebelas tahun kemudian ..."Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. "Kamu dari tadi ke mana?""Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah.""Untuk apa?""Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?""Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.[Kamu di mana?]"Ja
"Tidak masalah."Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?"Aku tidak keberatan, Kakek.""Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. "Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kem
"Tidak masalah."Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?"Aku tidak keberatan, Kakek.""Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. "Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kem
Sebelas tahun kemudian ..."Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. "Kamu dari tadi ke mana?""Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah.""Untuk apa?""Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?""Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.[Kamu di mana?]"Ja
"Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh.""Apa maksudmu?" tanya Lukas dengan rahang yang mengetat. "Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu. Sekarang minggir."Lukas tetap pada posisinya seolah ingin menentang pria itu untuk masuk. "Ini apartemen yang setiap bulan aku sewa untuk Ariana, kenapa kau yang jadi memakainya?"Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sebelumnya. "Kau membayar sewa apartemen yang sudah aku beli dari tiga tahun yang lalu?" "Tiga tahun yang lalu?""Ariana memang perempuan yang 'hebat'. Dia menjadikan beberapa pria kaya sebagai pacar yang bisa membayar semua keperluannya. Dan sekarang perempuan sundal itu malah menjadikan apartemenku sebagai sumber kebohongannya!""Tapi Ariana pernah ma
"Sial, semua orang sudah sinting! Apa ada virus yang menyerang semua otak manusia akhir-akhir ini? Kenapa semua terasa aneh dimataku?" rutuk Lukas yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Ia masih menyetir dengan pikiran yang sama sekali tidak pernah berhenti mengumpat."Belum lagi tawaran untuk mengerjakan proyek di Inggris yang memakan waktu bertahun-tahun. Aku bahkan belum bisa memberikan jawaban atas tawaran gila itu." Lukas memijat keningnya resah. "Keuntungannya sangat besar, tetapi aku tidak mungkin meninggalkan Ariana di sini."Lukas memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir khusus petinggi perusahaan. Ia masuk ke dalam ruangan dan merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk bewarna hitam metalik itu."Aku sudah bosan sekali dengan rutinitas seperti ini. Apa sebaiknya aku mengajak Ariana ke Inggris? Kami bisa merubah rutinitas membosankan ini ketika di inggris."Lukas tersenyum dan mencoba mengambil ponsel di dalam saku celananya. Pria itu ingin menelpon Ariana untuk membicarak
"Sekarang anak ini tinggal bersamamu."Lukas memandangi seorang bocah perempuan itu dengan sinis. Ia bukan tipe penyang anak dan rumah ini juga tidak membuka label penampungan seorang anak."Kalau orangtuanya tidak mau mengurus, buang saja ke panti asuhan, kenapa harus ke rumahku?" tanya pria dia puluh lima tahun itu dengan nada jengkel.Tadinya ia hendak pergi berangkat ke kantor, namun adik dari sang ayah justru datang ke rumah dengan membawa seorang anak perempuan."Aku tahu rumahmu bukan tempat penampungan anak.""Lalu kenapa paman bawa dia ke sini?""Aku akan menjawabnya setelah kau menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan duduk sambil berbicara.""Aku akan berangkat bekerja dan aku sebentar lagi akan mengadakan pertemuan penting dengan salah satu—""Aku tidak peduli dengan segala ucapan atau kesibukanmu hari ini." Pria paruh baya itu tersenyum kecut ke arah Lukas. "Bisakah sopan sedikit dan mengajak pamanmu masuk terlebih dahulu?"Lukas tidak berekspresi apapun. Ia hanya menggese