"Sial, semua orang sudah sinting! Apa ada virus yang menyerang semua otak manusia akhir-akhir ini? Kenapa semua terasa aneh dimataku?" rutuk Lukas yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Ia masih menyetir dengan pikiran yang sama sekali tidak pernah berhenti mengumpat.
"Belum lagi tawaran untuk mengerjakan proyek di Inggris yang memakan waktu bertahun-tahun. Aku bahkan belum bisa memberikan jawaban atas tawaran gila itu." Lukas memijat keningnya resah. "Keuntungannya sangat besar, tetapi aku tidak mungkin meninggalkan Ariana di sini."Lukas memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir khusus petinggi perusahaan. Ia masuk ke dalam ruangan dan merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk bewarna hitam metalik itu."Aku sudah bosan sekali dengan rutinitas seperti ini. Apa sebaiknya aku mengajak Ariana ke Inggris? Kami bisa merubah rutinitas membosankan ini ketika di inggris."Lukas tersenyum dan mencoba mengambil ponsel di dalam saku celananya. Pria itu ingin menelpon Ariana untuk membicarakan hal yang sedari tadi ia pikirkan. Senyuman dengan bibir merah itu seketika meluntur saat Ariana tidak mengangkat telepon setelah ditelpon Lukas beberapa kali. "Dia ke mana?" batin Lukas dengan tatapan menajam tanpa diarahkan pada siapapun.Seharian penuh bekerja, Lukas sama sekali belum mendapatkan kabar dari Ariana. Biasanya perempuan yang lebih tua darinya dia tahun itu selalu memberi kabar ketika hendak pergi ke mana pun."Sial, Ariana ke mana?" tanya Lukas saat dirinya telah sampai di depan rumah namun belum keluar dari pintu mobil. Ia masih berusaha menelpon bahkan memberikan pesan pada Ariana berturut-turut.Tak ada jawaban sama seperti tadi pagi. "Apa mungkin Ariana sedang sakit? Apa aku harus ke apartemennya?"Lukas menyandarkan punggungnya penuh ke arah sandaran kursi mobil. Ia menghela napas dan melihat ke arah pintu yang tertutup."Apa bocah itu sudah tinggal di rumahku?" tanya Lukas seorang diri sebelum melepas seatbelt dan keluar dari dalam mobil.Ia mulai melangkahkan kaki ke dalam rumah dan melihat seorang gadis tengah membaca buku di sofa depan. Dia terlihat sangat lucu dengan kacamatanya yang kebesaran."Paman sudah pulang bekerja?" tanya Sharena kecil dengan polosnya. Gadis itu menutup buku yang sedari tadi ia baca dan berlari ke arah Lukas. "Paman sudah makan? Hari ini bibi membuatkan spatteti. Aku tidak pernah memakannya tapi hari ini aku sudah coba.""Apa bocah ini ingin bilang spaghetti?" batin Lukas yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari Sharena kecil. "Aku tidak lapar." Pria dengan tubuh proporsional itu mulai menaiki tangga untuk Samapi ke kamarnya. Sharena hanya terdiam dan merasa sedih karena diabaikan oleh paman punya rumah ini. "Apa dia sudah tahu arti suami istri dari umur sepuluh tahun? Apa dia bertanya seolah sudah menjadi istriku?" rutuk Lukas lagi. "Aku benarkan? Sepertinya ada virus yang sudah menyebar di negara ini, mereka jadi aneh."Di sisi lain, Sharena tidak bermaksud apa-apa. Gadis itu hanya ingin mengambil hati Lukas agar tidak membuangnya ke panti asuhan saat tertidur nanti."Apa nanti kakek baik akan menemukanku saat dibuang nanti? Berarti aku dibuang untuk kedua kalinya," guman Sharena yang menangis sambil berjalan ke arah kamarnya.Keesokan harinya, Sharena bahagia karena masih berada di rumah pamannya saat terbangun namun berbeda dengan Lukas yang justru kesal karena Ariana tak kunjung memberi kabar. Ia pergi berangkat kerja dan Ariana sama sekali tidak memberi kabar apapun. Ponselnya mati total dan saat ditelpon pun tidak masuk ke pemilik sambungan."Paman sudah pulang?" tanya Sharena kecil yang berjalan pelan mendekati Lukas. "Paman, ada yang ingin aku katakan."Lukas menghentikan langkahnya untuk menatap Sharena sambil berdiri tegap, ia sama sekali tidak mau merendahkan tubuhnya agar setara dengan mata sang Sharena kecil."Apa yang ingin kau katakan?""Besok aku sudah bisa melanjutkan sekolah di sekolah yang baru. Kakek sudah menyediakan semuanya dan aku bisa bersiap-siap sendiri. Jadi paman tidak bisa meninggalkanku besok pagi, kakek bilang kita akan berangkat bersama-sama." "Kalau begitu harus bangun pagi dan jangan terlambat.""Iya, Paman."Lukas kembali melanjutkan perjalanannya ke dalam kamar dan merebahkan diri tanpa adanya rasa semangat. Ia merasa tak ada masalah dengan Ariana saat terakhir kali bertemu, sekarang kenapa perempuan itu malah tidak ada kabar secara tiba-tiba? "Aku punya salah apa?" tanya Lukas yang benar-benar frustasi berat.Keesokan harinya Lukas berangkat bersama Sharena. Ia mengantarkan bocah itu ke alamat sekolah yang dikirim paman tadi malam, lalu melanjutkan perjalanan ke kantor tanpa semangat. Di kantor, lagi-lagi Lukas kehilangan fokusnya. Ia benar-benar kesal sekaligus rindu pada Ariana. "Aku harus ke apartemennya."Belum sempat berjalan keluar dari ruangan kantor, Lukas lebih dulu dicegat oleh sang sekretaris yang mengatakan kalau mereka ada pertemuan penting yang tiba-tiba dilakukan sang ayah.Lukas tidak bisa menolak dan berpikir kalau ia akan pergi ke apartemen Ariana setelah pertemuan ini berakhir.Di sela-sela rapat, Lukas terus memperhatikan ponselnya dan berharap Ariana membalas pesannya sejak tiga hari yang lalu. Ternyata tidak ada, benar-benar kosong."Baiklah, sampai di sini pertemuan rapat kita. Saya harap akan ada rapat berikutnya yang menjelaskan tentang beberapa sub jenis yang belum diberi gambaran—"Lukas langusng keluar dari ruangan yang belum resmi ditutup oleh pembawa rapat. Semua orang menatap Lukas dengan tatapan aneh dan sedikit terkejut.Belum sempat masuk ke dalam mobil, Paman sudah lebih dulu menelpon Lukas untuk menjemput Sharena di sekolah barunya. Lukas membaca pesan yang dikirim satu jam yang lalu dan mau tidak mau harus menjemput bocah itu terlebih dahulu.Belum sampai garis penjemputan orangtua, ia sudah melihat Sharena kecil sedang berdiri sambil melihat ke sekeliling yang mulai sepi. Lukas memberikan klakson dan Sharena langsung tahu kalau itu adalah paman serumahnya.Saat Sharena masuk tak ada pembicaraan. Lukas lebih sibuk dengan pemikirannya tentang Ariana yang tidak ada kabar dalam beberapa hari ke belakangan."Paman mau pergi?""Ya, mungkin besok pagi paman tidak bisa mengantarmu ke sekolah. Jadi nanti kakek yang akan mengantar."Sharena tidak bicara apapun setelah itu karena ia langsung ditinggalkan Lukas tepat di depan rumah. Lukas akhirnya bisa pergi ke apartemen milik Ariana, mudah-mudahan perempuan yang lebih tua darinya dua tahun itu tidak marah karena kedatangan Lukas.Pria itu masih mengingat dengan jelas kejadian satu tahun yang lalu di mana ia mendatangi apartemen Ariana, perempuan itu sangat marah sampai minta putus darinya. Tetapi rasanya sekarang tidak apa-apa, kan? Ia punya alasan karena sedang khawatir.Mobil yang disetir Lukas kini telah sampai di sebuah kawasan apartemen mewah dekat tengah kota. Ia sering membayar uang sewa apartemen milik Ariana, tetapi hanya baru beberapa kali diperbolehkan masuk oleh perempuan itu.Lukas naik ke lantai lima dan kini telah berdiri di depan pintu dengan nomor 26. Ia mulai mengetuk dan menekan tombol beberapa kali, namun tidak ada yang menjawab dari dalam."Apa dia penyakitnya kambuh dan pingsan di dalam?" tanya Lukas yang sudah berpikir aneh. Ia menekan beberapa password yang relevan dengan kehidupan Ariana, namun ternyata masih salah juga. "Inilah sebabnya aku harus meminta password apartemen pada Ariana. Aku takut ada yang seperti ini." Lukas mengigit bibir bawahnya resah lantaran sudah sepuluh menit ia berdiri dan mengetik, namun tak ada yang menjawab. "Apa yang kau lakukan di sana?" tanya seorang pria dengan tubuh besar berotot."Aku sedang—""Ah, kau Lukas, kan?" tanyanya lagi sambil terkekeh kecil. "Pacar Ariana?""Ya. Di mana Ariana sekarang?""Kurasa masih bekerja.""Bekerja?" Lukas agak lama menggantung kalimatnya. " Aku tidak pernah tau kalau Ariana bekerja.""Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh.""Apa maksudmu?""Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh.""Apa maksudmu?" tanya Lukas dengan rahang yang mengetat. "Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu. Sekarang minggir."Lukas tetap pada posisinya seolah ingin menentang pria itu untuk masuk. "Ini apartemen yang setiap bulan aku sewa untuk Ariana, kenapa kau yang jadi memakainya?"Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sebelumnya. "Kau membayar sewa apartemen yang sudah aku beli dari tiga tahun yang lalu?" "Tiga tahun yang lalu?""Ariana memang perempuan yang 'hebat'. Dia menjadikan beberapa pria kaya sebagai pacar yang bisa membayar semua keperluannya. Dan sekarang perempuan sundal itu malah menjadikan apartemenku sebagai sumber kebohongannya!""Tapi Ariana pernah ma
Sebelas tahun kemudian ..."Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. "Kamu dari tadi ke mana?""Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah.""Untuk apa?""Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?""Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.[Kamu di mana?]"Ja
"Tidak masalah."Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?"Aku tidak keberatan, Kakek.""Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. "Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kem
"Sekarang anak ini tinggal bersamamu."Lukas memandangi seorang bocah perempuan itu dengan sinis. Ia bukan tipe penyang anak dan rumah ini juga tidak membuka label penampungan seorang anak."Kalau orangtuanya tidak mau mengurus, buang saja ke panti asuhan, kenapa harus ke rumahku?" tanya pria dia puluh lima tahun itu dengan nada jengkel.Tadinya ia hendak pergi berangkat ke kantor, namun adik dari sang ayah justru datang ke rumah dengan membawa seorang anak perempuan."Aku tahu rumahmu bukan tempat penampungan anak.""Lalu kenapa paman bawa dia ke sini?""Aku akan menjawabnya setelah kau menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan duduk sambil berbicara.""Aku akan berangkat bekerja dan aku sebentar lagi akan mengadakan pertemuan penting dengan salah satu—""Aku tidak peduli dengan segala ucapan atau kesibukanmu hari ini." Pria paruh baya itu tersenyum kecut ke arah Lukas. "Bisakah sopan sedikit dan mengajak pamanmu masuk terlebih dahulu?"Lukas tidak berekspresi apapun. Ia hanya menggese
"Tidak masalah."Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?"Aku tidak keberatan, Kakek.""Jangan memberatkan dirimu, Ren. Tidak apa-apa jika kamu ingin menolak Lukas. Jangan menganggap pernikahan sebagai balas budi."Justru itulah yang dipikirkan oleh Sharena. Ia ingin membalas budi atas kebaikan keluarga yang baik ini, mana ada keluarga yang mau menghidupi dirinya selama sebelas tahun dengan kehidupan yang serba ada. "Aku tidak keberatan, Kakek. Paman Lukas memang harusnya menikah denganku, kan?"Setidaknya jika menikah dengan Lukas bisa menolong keluarga ini, ia ikhlas. Sharena juga tahu berapa banyak yang dikeluarkan oleh keluarga ini hanya untuk dirinya.Rasanya tidak pantas untuk menolak. Sharena harus tahu diri, kalau sudah dibantu setidaknya ia harus membantu keluarga ini kem
Sebelas tahun kemudian ..."Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. "Kamu dari tadi ke mana?""Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah.""Untuk apa?""Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?""Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.[Kamu di mana?]"Ja
"Kau tidak tahu? Tapi kau pacanya, kan? Ah, aku baru ingat, kau pacar ATMnya, ya?" Pria itu tertawa renyah ke arah Lukas dan ia tahu kalau tawaan itu adalah sebuah penghinaan. "Ariana sedang bekerja di hotel tengah kota samping mall. Aku yakin kau pasti tahu cara memergoki orang selingkuh.""Apa maksudmu?" tanya Lukas dengan rahang yang mengetat. "Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu. Sekarang minggir."Lukas tetap pada posisinya seolah ingin menentang pria itu untuk masuk. "Ini apartemen yang setiap bulan aku sewa untuk Ariana, kenapa kau yang jadi memakainya?"Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sebelumnya. "Kau membayar sewa apartemen yang sudah aku beli dari tiga tahun yang lalu?" "Tiga tahun yang lalu?""Ariana memang perempuan yang 'hebat'. Dia menjadikan beberapa pria kaya sebagai pacar yang bisa membayar semua keperluannya. Dan sekarang perempuan sundal itu malah menjadikan apartemenku sebagai sumber kebohongannya!""Tapi Ariana pernah ma
"Sial, semua orang sudah sinting! Apa ada virus yang menyerang semua otak manusia akhir-akhir ini? Kenapa semua terasa aneh dimataku?" rutuk Lukas yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Ia masih menyetir dengan pikiran yang sama sekali tidak pernah berhenti mengumpat."Belum lagi tawaran untuk mengerjakan proyek di Inggris yang memakan waktu bertahun-tahun. Aku bahkan belum bisa memberikan jawaban atas tawaran gila itu." Lukas memijat keningnya resah. "Keuntungannya sangat besar, tetapi aku tidak mungkin meninggalkan Ariana di sini."Lukas memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir khusus petinggi perusahaan. Ia masuk ke dalam ruangan dan merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk bewarna hitam metalik itu."Aku sudah bosan sekali dengan rutinitas seperti ini. Apa sebaiknya aku mengajak Ariana ke Inggris? Kami bisa merubah rutinitas membosankan ini ketika di inggris."Lukas tersenyum dan mencoba mengambil ponsel di dalam saku celananya. Pria itu ingin menelpon Ariana untuk membicarak
"Sekarang anak ini tinggal bersamamu."Lukas memandangi seorang bocah perempuan itu dengan sinis. Ia bukan tipe penyang anak dan rumah ini juga tidak membuka label penampungan seorang anak."Kalau orangtuanya tidak mau mengurus, buang saja ke panti asuhan, kenapa harus ke rumahku?" tanya pria dia puluh lima tahun itu dengan nada jengkel.Tadinya ia hendak pergi berangkat ke kantor, namun adik dari sang ayah justru datang ke rumah dengan membawa seorang anak perempuan."Aku tahu rumahmu bukan tempat penampungan anak.""Lalu kenapa paman bawa dia ke sini?""Aku akan menjawabnya setelah kau menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan duduk sambil berbicara.""Aku akan berangkat bekerja dan aku sebentar lagi akan mengadakan pertemuan penting dengan salah satu—""Aku tidak peduli dengan segala ucapan atau kesibukanmu hari ini." Pria paruh baya itu tersenyum kecut ke arah Lukas. "Bisakah sopan sedikit dan mengajak pamanmu masuk terlebih dahulu?"Lukas tidak berekspresi apapun. Ia hanya menggese